Bagian 11

14.7K 624 20
                                    

Dulu saat ku siap mati untuk mu
Kamu tak pernah menganggap aku hidup

Dulu saat semua ingin ku pertaruhkan, Kamu tak pernah percaya cinta sejati ku

Aku cuma punya hati
Tapi kamu mungkin tak pakai hati

Kamu berbohong, aku pun percaya
Kamu lukai, aku tak peduli

Coba kau fikir dimana ada cinta seperti ini

Kau tinggalkan aku, ku tetap disini
Kau dengan yang lain, ku tetap setia

Tak usah tanya kenapa aku cuma punya hati

Aldo Pov

Tanganku gemetaran, badanku mengeluarkan keringat dingin. Aku grogi, aku takut. Aku binging apa yang harus di lakukan. Saat ini aku sedang berada di RSUP Sanglah, aku menunggu di depan ruang operasi. Dinda di sana sedang mempertaruhkan hidup matinya demi melahirkan anak pertamanya. Padahal jadwal melahirkan Dinda masih sekitar tiga minggu lagi, Dokter terpaksa mengambil tindakan operasi karena kondisi bayi dalam kandungan Dinda kritis, denyut jantung bayi itu melemah.

Aku terus melantunkan doa untuk keselamatan Dinda dan anak pertamanya itu. Aku berharap semua lancar dan baik - baik saja. Aku merogoh ponsel yang ada di saku jasku memencet beberapa nomer yang sudah aku hapal

"Halo" sapa seseorang di seberang sana

"Kau dimana?" tanyaku

"Perjalanan pulang, kenapa?"

"Kenapa? Kau tau, istrimu sedang menpertaruhkan nyawanya demi melahirkan anak pertama kalian!!" ujarku menahan emosi. Sedangkan yang di seberang sana hanya diam tanpa menjawab

"Haloo!!! Apa kau dengar aku Bima??" bentakku keras

"Maaf" ujarnya

"Maaf?? Untuk apa??"

"Dia bukan istriku lagi, aku tidak bisa!"

"Walaupun dia bukan istrimu, tapi anak yang dikandungnya anakmu Bima!! Paling tidak kau harus menemaninya saat ini!!"

"Aku tidak bisa. Aku menitipkannya padamu"

"Kau pikir Dinda barang hah? Yang bisa kau titipkan begitu saja!! Kau memang tak punya hati!!"

"Terserah apa katamu!"

Panggilanku diputus secara sepihak olehnya. Benar - benar laki - laki tak bertanggung jawab.
Lampu depan ruang operasi sudah mati pertanda operasinya berjalan lancar. Aku menunggu dengan cemas seseorang keluar dari ruangan itu. Dan beberapa saat kemudian seorang dokter keluar dari ruangan itu, dan tersenyum kearahku

"Anda suaminya ibu Arinda?" aku mengangguk cepat, aku bingung harus menjawab apa. Tak masalahlah kalau aku dikira suaminya yang penting aku tau keadaan Dinda

"Gimana istri saya dok?"

Dokter tersenyum, "Istri bapak baik - baik saja, kondisinya stabil. Dan selamat anak bapak laki - laki, beratnya normal semuanya lengkap dan kondisinya stabil" ujar dokter membuatku lega mendengar kabar baik ini.

"Sebentar lagi istri bapak akan dipindahkan ke kamar perawatan, saya permisi. Selamat pak"

"Terima kasih dokter"

"Gimana pak kondisi non Dinda?" tanya Siti, aku menoleh dan tersenyum

"Dia sehat, mereka berdua baik - baik saja" ujarku dengan berbinar, ada perasaan bahagia di hatiku. Sepertinya, aku yang memiliki seorang anak. Aku merasa menjadi seorang lelaki yang sempurna. Walaupun aku sadar, bayi itu adalah keponakanku.

AYAH UNTUK ANAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang