Bagian 35

11.8K 460 44
                                    

Bella Pov

Aku terpaku melihat pemberitaan di layar tv. Ini bagaikan mimpi buruk disiang hari. Pemberitaan tentang kecelakaan sebuah pesawat yabg baru saja lepas landas menuju Negara AS itu. Di pemberitaan itu terdengar kabar yang menyakitkan hatiku, bahwa seluruh penumpangnya tidak ada yang selamat. Bahkan puing - puing pesawatpun tidak ditemukan jejaknya. Pesawat itu meledak. Entah karena apa, aku juga tidak terlalu paham tidak terlalu menyimak pemberitaan.

Aku meraih ponselku dan mencoba menghubungi seseorang yang dapat memberikan informasi akurat tentang pemberitaan tersebut, tentang laki - laki yang aku cintai, Bima...

"Ha-halo" terdengar suara wanita itu bergetar seperti habus menangis

"Dinda.. Aku.. Aku.. Mendengar.. Melihat.. Bima.. Dia.." aku tidak bisa melanjutkan kata - kataku.

"Ya, kami sedang menuju bandara Ngurah Rai, mencari tau apakah itu pesawat yang Bima tumpangi atau bukan" ujar suara Dinda yang melemah.

"Aku menyusulmu" ujarku

Aku bergegas mempersiapkan diriku, tiba - tiba tangan mungil menggenggam jemariku. Aku menoleh dan melihat Velya menatapku dengan raut ketakutan. Aku berjongkok dan mengelus pipinya

"Ada apa sayang?"

"Mah, Velya mimpiin papah.. Papah naik pesawat terus dadah dadah sama Velya.. Habis itu pesawat papah.. Jatuh.." Velya kemudian menangis memceritakan mimpi buruk tersebut. Aku sedikit kaget, karena mimpi Velya sesuai dengan kenyataan. Oh walaupun bukan putri kandungnya, mungkinkah ikatan bathin mereka begitu kuat?

"Velya.. Doain papah ya, biar baik - baik aja. Mamah mau kerumah nenek dulu. Kamu dirumah sama Velita, tante Febby dan Ayah ya" ujarku

"Velya tidak mau sama Ayah itu?!"

"Kenapa sayang??"

"Velya mau papah!!!" aku menghela napas lalu melirik Wahab yang berdiri menggendong Velita di depanku. Dia hanya tersenyum kecil. Kasihan dia. Ini semua salahku.

"Velya, Ayah adalah papah Velya juga. Velya gak boleh gitu sama Ayah ya? Ayah sayang banget sa Velya" bujukku padanya. Dia diam dan memajukan bibirnya. Sangat lucu. Aku bangkit dan berjalan mendekati Wahab

"Aku mau pergi kerumah Dinda. Kamu jaga mereka ya"

"Baiklah. Semoga ada kabar baik dari Bima" ujarnya yang aku balas dengan senyuman lalu pergi keluar rumah menuju bandara Ngurah Rai

Sampai Bandara

Aku mengedarkan pandanganku mencari Dinda dan keluarga. Bandara sangat ramai dan terlihat krodit. Bagaimana tidak, pemberitaan meledaknya pesawat yang ditumpangi Bima membuat para keluarga penumpang lainnya berbondong menuju Bandara mencari tahu keadaan familynya

"Dindaa.." panggilku

"Bella.." Dia terlihat begitu rapuh. Matanya sembab dan dia menggendong Vicko. Aku lihat mama Bima tengah tidur tak sadarkan diri di dalam dekapan Aldo. Aldo juga begitu dia menatap lurus kedepan kosong. Papa Bima juga diam menundukkan kepalanya. Oh.. Berita burukkah??

"Bagaimana?" tanyaku pelan

Dinda menggeleng dan mengeluarkan air matanya lagi "Pesawat yang ditunpangi Bima meledak. Semua penumpang tidak ada yanh selamat termasuk Arya Bima" ucapnya aku terkulai lemas mendengar berita tersebut. Semuanya? Bima?? Dia tidak selamat??? Air mata jatuh membasahi pipiku. Aku merasa tidak rela jika Bima harus pergi seperti ini.

"Besok siang akan dikebumikan" ujar Dinda

"Apa jenazah Bima..."

"Yah, tim forensik telah memberikan hasil identifikasi jenazah. Sore ini akan dikirim kerumah. Akan segera dilakukan doa bersama" ujar Dinda lemah

"Tidak.. Ini.. Tidak.. Bolehm. Bima..."

Dinda Pov

Aku menatap nanar jenazah Bima yang tertutup kain kafan dihadapanku. Terbayang olehku raut tawa Bima, senyum Bima menghiaso hari - hariku dulu. Bima manis yang selalu manja padaku. Aku teringat wajah tampan Bima, saat dia menyatakan cintanya kepadaku, saat dia memelukku, Bima... Kenapa harus pergi secepat ini?

Aldo memelukku. Aku menggenggam erat jemarinya menyalurkan kehangatan kepadanya. Aku tau dia sangat terpuruk kehilangan adiknya. Bima, adalah adik yang sangat disayangi oleh Aldo. Aku tau, Aldo sangat mencintai Bima daripada dirinya sendiri.

"Din.." panggilnya lirih. Aku menoleh menatap Aldo yang tengah menatap Jazad Bima

"Dia sudah pulang. Dia benar pergi hanya dua hari dan akhirnya kembali pulang kerumah" ujarnya aku hanya diam menatapnya

"Dia pulang kembali, tapi dengan kondisi yang berbeda" Aldo memejamkan matanya. Buliran air mata jatuh mengalir perlahan. Aku mengusap tangannya menenangkannya

"Din.. Aku sangat menyayanginya,dia adalah adikku satu - satunya. Dia belum sempat bahagia Din.. Aku sebagai kakak telah merebut kebahagiannya"

"Maksudnya?"

"Dia bahagia bila bersamamu Dinda.. Dia sangat mencintaimu dan aku dengan egoisnya merebutmu darinya. Jika saja aku tau dia akan pergi secepat ini, aku akan memberikannya kebahagiaan disisa hidupnya"

"Aldo.. Ini sudah jalan hidupnya" ujarku pelan tak bisa membendung air mata.

Aldo terdiam, aku menatap Mama Bima kemudian melihatnya dengan keadaann yang mengenaskan. Dia menangis sepanjang hari menangisi putra kesayangannya. Dia membelai lembut jenazah Bima. Baru saja mama sadar dari pingsannya. Dia pingsan saat melihat kondisi Jenazah Bima yang... Tidak bisa diterjemahkan dengan kata - kata. Tidak berbentuk lagi. Sangat susah dikenali. Pesawat naas itu meledak dan menghancurkan segala yang ada di dalamnya termasuk tubuh Bima. Beruntung beberapa potongan tubuh Bima bisa dikembalikan kesini, ada yang bisa kita semayamkan dengan layak.

"Bima.. Apakah kamu bahagia sekarang? Apakah kamu sudah tenang saat ini? Maafkan aku Bima. Maafkan aku yang tidak pernah bisa memaafkanmu, maafkan aku yang terlalu egois untuk memisahkanmu dengan Vicko. Aku sadar, betapa hancurnya aku kehilanganmu Bima.. Betapa terpuruknya aku melihat jenazahmu. Bima.. Lihat aku dari atas sana, lihat Vicko dari atas sana. Ku mohon jagalah anak kita.. Lindungilah dia.. Aku selalu mendoakan kamu bahagia dimanapun tempatmu kini. Bima.. Kau pernah ada di hatiku menjadi penghuni tunggal hatiku, kau pernah hiasi hari - hariku dengan tawa. Terima kasih untuk semuanya. Untuk hidup penuh warna, untuk mengajari aku cinta, dan kehilangan. Aku sangat menyayangimu Bima... Selamat jalan Arya Bima"

AYAH UNTUK ANAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang