Bagian 21

11.2K 498 8
                                    

"Sejauh ini persiapannya bagaimana?" tanya Aldo kepada Adis yang duduk di sebelahnya

Adis menyesap kopi hitam dihadapannya santai, lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa "Kau baru memintaku mengerjakannya kemarin, dan acaranya lusa. Aku benar - benar kerepotan dibuat olehmu!" ujar Adis dengan mendengus sebal

"Oh maaf, aku hanya ingin semua cepat selesai ku mohon" dengan lembut Aldo menarik Adis kedalam pelukannya dan memeluknya dengan sayang, Adis sangat menyukai sikap Aldo yang begini, dia bisa leluasa bermanja - manjaan di dada bidang Aldo walaupun hanya sesaat saja. Tanpa mereka sadari sepasang mata memandang jengah kearah mereka. Dengan langkah tegap wanita itu menghampiri mereka

"Benar!! Aku tidak menyangka kalian melakukan ini??" bentak wanita itu yang sontak membuat Adis dan Aldo mendongak kearah wanita itu bicara.

"Dinda.. Ini.. Ini Adis Din, dia itu"

"Stop!! Cukup sudah! Aku tidak ingin mendengar apapun dari kamu, pernikahan kita BATAL!!" bentaknya keras

Dinda melangkah tergesa bahkan sedikit berlari kecil meninggalkan Aldo dan Adis yang termangu dengan beberapa kejadian beberapa detik lalu

"Kenapa kau malah melamun, bodoh?? Kejar dia!!" bentak Adis menyadarkan lamunan Aldo, dia segera beranjak tanpa berucap sepatah katapun mengejar Dinda

Saat melangkah keluar dari Caffe seseorang menghalangi langkah Aldo, dengan raut wajah sedikit emosi Aldo memandang laki - laki di hadapannya

"Minggir!!"

"Gak akan!!" ujar laki - laki itu dengan senyum sinisnya, Aldo memilih untuk tidak meladeninya dan berjalan menyamping. Namun pria itu kembali menghadang jalannya, sukses membuatnya berang

"Apa - apaan kamu Bima?? Aku bilang Minggir!!"

"Tidak usah mengejar Dinda, kalian tidak berjodoh!! Dinda itu milikku!!"

"Dulu! Iya dulu, dia memang milikmu, tapi tidak sekarang! Dia adalah tunanganku dan sebentar lagi kami akan menikah!!"

"Yakin sekali? Apa dia akan mau menikah denganmu? Bermimpilah brother!! Vicko adalah anakku, dan sadarilah, itu akan mempersatukan aku dan Dinda!!"

Aldo terdiam memandang Bima yang berjalan santai menjauh darinya. Hati dan otaknya tidak sejalan, hatinya mengharuskan dia mengejar Dinda, namun otaknya bersikeras melarangnya. Dinda memang sampai saat ini belum mencintainya, mungkin memang Bima adalah bahagianya.

Aldo tersentak kaget merasakan seseorang menepuk pundaknya, dia menoleh kearah belakang. Adis berdiri memandangnya dengan tatapan yang tidak dapat di artikan, Aldo memeluk Adis. Menumpahkan segala perasaan yang berkecamuk di dadanya.

"Kenapa?" tanya Adis pelan sembari mengelus punggung Aldo

"Aku tidak bisa menikahi Dinda, dia milik Bima" ujar Aldo perlahan

"Kau jangan gila! Pernikahanmu tinggal dua hari lagi. Kejar Dinda sekarang, perjuangkan cinta kalian berdua" Aldo melepas pelukannya dan menatap ke manik mata Adis, dengan mantap Adis mengangguk

"Dengarkan kata hatimu Aldo! Kejar Dinda, apapun kata Bima, jangan dengarkan jangan pernah terpengaruh!!"

"Tapi, Dinda tidak mencintaiku, dia mencintai ..."

"Jika tidak mencintaimu, mana mungkin dia marah dan cemburu melihat kita berpelukan?? Dan pergi begitu saja? Dia mencintaimu, namun dia belum menyadarinya"

Kata - kata Adis bagaikan air dingin yang menyirami tanaman di tengah gurun pasir. Aldo mengangguk lalu mencium kening Adis "Terima kasih" ujarnya kemudia berlalu meninggalkan Adis

Adis menghela napas, apakah aku akan egois untuk mendapatkanmu Aldo? Bisik batin Adis. Dia melangkah pergi menuju mobilnya. Rencananya hari ini menjenguk kakaknya.

Kadang pikiran dan hati itu tidak sejalan. Hatiku begitu egois untuk memiliku Aldo. Hatiku begitu ingin melihatmu dan Dinda berpisah. Karena aku, aku merasa diriku begitu pantas mendampingimu. Aku mencintaimu tulus tanpa syarat sejak dulu. Cinta ini tidak pernah pudar walaupun hanya seinci. Bila hatiku egois, namun tidak dengan pikiranku yang berpikir secara logis. Jika aku mengatakan semuaya, tidak hanya melukai Aldo namun aku akan melukai kakak, Bella dan banyak orang lainnya. Dan bagaimana denganku? Apa Aldo akan berpaling kepadaku? Atau malah mempertahankannya dengan Dinda? Siapa yang bisa menebak masa depan itu? Kemarin adalah history, esok adalah misteri, dan hari ini adalah hadiahnya! Bagaimama aku harus melangkah. Menuruti kata hati, mengungkapkan kebenaran walaupun menyakitkan? Atau membiarkan semua berjalan apa adanya? Tapi ini tentu tidak adil untukku dan kakakku bukan? Di saat semua berbahagia dengan pasangan masing - masing, aku dan kakakku bagaimana? Aku ingin meminta pada penulisku ini membuatkan ending yang bahagia untukku dan kakaku juga. Jangan hanya memikirkan nasib Dinda saja. Kau mengajakku bergabung di cerita ini, janganlah kau siksa aku. Ini bukan kisah cinderela bukan?

Adis Pov

Dreettt... Drettt... Dreet..

Ponselku berbunyu nyaring menyadarkanku dari lamunanku, mengajak nyawaku yang sempat berputar - putar di angkasa kembali ke tubuhku.

"Haloo.."

"Maaf, apa anda mengenal bapak Raihaldo?" tanya bapak - bapak dari seberang sana. Entah mengapa jantungku tiba - tiba berdegup kencang.

"Iya, saya mengenalnya, ada apa ya pak?"

"Bapak Raihaldo mengalami kecelakaan, saya menemukan ponselnya, dan nomer anda yang terakhir kali dihubunginya"

Bagai tersambar petir aku mendengar yang dikatakan pria itu, apa katanya? Apa dia sedang bermain di sitkom?? Apa dia berniat melucu? Tapi ini tidak lucu! Ini serius

"Halo, ibu Adis" panggil suara di seberang

"Maaf pak, dimana lokasinya? Bagaimana keadaannya?"

"Bapak Raihaldo, ada di Sanglah saat ini, kondisinya kritis. Mobilnya terbalik menabarak pembatas jalan"

"A-apa.. Baik saya segera kesana" ujarku panik. Aku menutup panggilan itu dan bersiap pergi ke Sanglah menemui Aldo. Namun sekali lagi ponselku berdering, dengan tangan bergetar karena masih shock aku menggeser kunci layar di ponsel pintarku

"Halo" jawabku gugup

"Selamat sore Ibu Adis, saya Anita perawat dari Sanglah. Ingin mengabarkan, bahwa kakak anda Bapak Wahab, telah sadar dari komanya"

"Apa????" jawabku kaget

"Iya Ibu, dan Bapak Wahab ingin segera bertemu dengan Ibu. Kondisinya sudah mulai stabil. Dokter juga perlu bicara"

"Baik, saya seger kesana"

Bagaimana bisa? Saat Aldo mengalami kecelakaan, Mas Wahab malah sadar diri. Ini gak boleh ada yang tau, terutama Bella, dia pasti tidak akan senang bila tau mantan tunangannya sadar. Ini akan membahayakan nyawa Mas Wahab. Aku harus menemui Mas Wahab. Tapi sebelumnya aku memencet beberapa nomer yang aku ketahui, dan mencoba menelponnya. Cukup lama menunggu, panggilannku belum di angkat juga. Hingga aku hampir memutuskannya, dia akhirnya mengangkatnya

"Haloo" sapaku namun dia hanya diam tidak menjawab. Aku menghela napas

"Dinda, ini aku Adis. Din, Aldo kecelakaan, kondisinya kritis" ujarku

"Apa??? Kau bercanda?? Bagaimana bisa??"

"Nanti aku jelaskan, aku mohon temani Aldo dulu, aku ada urusan!!"

"Tentu, aku akan menemaninya, karena dia adalah TUNANGANKU!!" jawab Dinda ketus dan lalu mematikan panggilannya.

Aku segera melajukan mobil menuju Sanglah, rumah sakit yang sama tempat Aldo dan Mas Wahab di rawat. Tapi tujuanku bukan Aldo, melainkan Mas Wahab. Aku yakin sudah ada yang menjaga Aldo dengan baik, sedangkan Mas Wahab, dia sendiri saja di sini dan sudah sewajibnya aku menjaganya dengan baik. Terutama dari wanita ular, Bella!!



AYAH UNTUK ANAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang