Akan ada saatnya, hati akan tau dimana tempat ia seharusnya berlabuh.
.
.
.〰〰〰
MILA menatap wajahnya sedari 5 menit yang lalu, sambil sesekali tersenyum. Memori tentang pelukan Kevin tadi membuat fokus dan pikirannya tersita. Sesekali ia memejamkan matanya, meresapi setiap kata yang ia dengarkan dalam dekapan Kevin. Kehangatan itu bahkan masih bisa ia rasakan, dan tak akan ia biarkan untuk pergi tak bersisa. Mila hanya ingin bisa mendapatkan kehangatan itu setiap hari, sebelum dan sesudah ia bangun dari tidur malamnya. Mila tidak egois. Kenyamanan yang tercipta dari dekapan Kevin, membuat Mila seolah ingin menghentikan waktu agar ia bisa berlama-lama dalam dekapan itu.
"Aku bahkan sempat nggak mengenal siapa kamu, Vin," Gumam Mila tersenyum lembut. Pantulan wajah Kevin yang tengah tertidur pulas tergambar jelas pada cermin didepan Mila. Wajah dinginnya seolah menghilang, berganti menjadi wajah polos yang menciptakan kesejukan di hati Mila.
Tangan Mila perlahan ia ulurkan membelai pantulan wajah suaminya itu. Rasa sakit yang ia rasakan selama ini pun menguap begitu saja setelah apa yang sudah dilakukan Kevin padanya tadi. Kevin-nya ternyata tidak sepenuhnya berubah. Hanya saja hatinya kini tengah tersesat, dan Mila-lah yang harus menuntunnya untuk kembali pulang. Dengan begitu, Kevin dapat menoleh ke arahnya, melihat bahwa ada hati yang lebih menunggu cinta Kevin. Dan hati itu adalah Mila.
"Good night, Vin. Aku mencintaimu, dan selamanya akan begitu. Entah sudah berapa banyak kata cinta yang udah aku ucapkan sama kamu. Aku cuma berharap kamu bisa membalasnya," Mila membalik badannya, membuat posisi tidurnya membelakangi Kevin. Ia tau, air matanya sudah mulai lolos satu-persatu. Ia tak ingin mengusik tidur Kevin dengan suara isakannya.
"Bahkan hanya dengan mengatakan itu sama kamu, sudah cukup membuatku ingin menangis," Mila meremas ujung bantalnya, sambil menutup paksa matanya, berharap ia bisa cepat tertidur agar air matanya bisa berhenti mengalir membasahi pipi dan bantalnya.
Pagi ini langit terlihat gelap. Angin bertiup lumayan kencang, membuat siapa saja yang menyaksikannya tidak berniat untuk meninggalkan rumah.
Mila menggeliat perlahan, sedikit mengucek kedua matanya, dan menoleh kesamping mencari sosok orang yang selalu menjadi moodbooster-nya.
Mila mengernyitkan keningnya. Kevin tidak lagi berada ditempatnya."Udah bangun kali yah?" Mila mencoba menerka.
Tas kerja Kevin masih berada di tempatnya. Kalaupun memang Kevin sedang mandi ataupun mengganti pakaian, tidak mungkin Kevin melakukan itu tanpa menutup pintunya.
Mila beranjak dari kasur, sembari berjalan di serambi kamar menuju ke pintu keluar. Baru saja ingin keluar, Mila hampir saja bertabrakan dengan Bi Nah yang juga kebetulan ingin masuk ke kamarnya."Eh maaf, Bi. Saya nggak liat-liat,"
"Bibi yang minta maaf, non. Tadi bibi juga nggak liat-liat pas mau masuk,"
"Oya, bibi liat Kevin nggak? Dia belum berangkat kerja kan?"
"Mas Kevin-nya ada dibawah, non. Lagi minum kopi. Mas Kevin hari ini nggak masuk. Katanya bahaya kalo harus memaksa keluar rumah dengan cuaca yang sedang buruk kayak sekarang,"
Mila mengangguk paham. "Trus bibi ngapain kemari?"
"Nah itu dia. Bibi mau ngebangunin non Mila. Sarapannya sudah bibi selesai buatkan. Jadi ayo sarapan dulu, non,"
"Mila mandi dulu deh, Bi. Nanti Mila nyusul,"
"Yasudah, Bibi kebawah dulu kalau gitu. Cepetan ya, non. Udah di tunggu pangerannya tuh," Tanpa menunggu reaksi Mila, Bi Nah langsung berbalik meninggalkan tempt itu.
"Ada-ada aja deh," Mila terkekeh, kemudian bergegas bersiap.
KEVIN selesai menyeruput habis kopi hitamnya. Ah~ kopi buatan Bi Nah selalu menjadi yang number one untuknya. Selalu terasa enak dengan cuaca yang tengah pas seperti saat ini. Kevin merubah arah duduknya. Dilihatnya Bi Nah yang baru saja selesai menuruni anak tangga."Bi," Panggil Kevin.
"Ya, mas Kevin?"
"Makasih kopinya. Kevin selalu suka," Kevin tersenyum, sambil sebelah tangannya mengangkat gelasnya.
"Bibi senang dengerinnya. Tapi mas Kevin jangan minum kopi buatan bibi melulu. Sekali-kali, mas Kevin harus cobain kopi buatan non Mila. Pasti lebih enak. Bibi yakin deh. Soalnya non Mila bikinnya pakai cinta," Goda Bi Nah. Kevin hanya tersenyum kecil. Pandangannya kembali lurus menatap ke arah luar jendela. Pohon depan rumah tetangga sebelah rumahnya tak berhenti berguncang di tiup angin. Cuaca hari ini sangat buruk sehingga Kevin lebih memilih untuk lebih baik dirumah dulu. Untung saja ada Letta, sekretarisnya yang bisa ia percayakan untuk meng-handle pekerjaannya.
"Morning, Vin," Sapa Mila. Kedua sudut bibir wanita cantik itu tertarik, ia tersenyum memandang moodboster-nya yang kini tengah menoleh menyambut sapaannya.
"Morning," Balas Kevin sesaat, kemudian kembali memandang ke luar jendela. Ia sesekali membuang napas panjang, menolak rasa berdebar saat terbayang akan kejadian semalam.
Walaupun terkesan terdengar cetus, Mila enggan untuk memudarkan senyumnya. Ia sudah tau ini akan terjadi. Kevin kembali pada sifat-nya. Kevin yang semalam hanyalah mimpi indahnya yang sialan nyata. Mila membuyarkan lamunan-nya, kemudian melirik ke arah meja makan, lalu menatap ke arah Kevin kembali.
"Kamu emang udah sarapan?" Tanya Mila. Kevin hanya membalasnya dengan menggelengkan kepalanya perlahan.
"Trus kenapa udah minum kopi? Kamu mau maag kamu kambuh?" Mila berkacak pinggang, memasang wajah kesalnya. Tapi percuma saja, toh Kevin duduk membelakanginya.
"Jangan mengusik kesenangan saya, Mila. Kalo saya sakit, itu urusan saya," Ucap Kevin dingin.
"Urusan kamu, urusan aku juga. Ayo sarapan dulu,"
"Duluan aja. Saya nyusul,"
"Vin, aku nggak masalah dengan sikap kamu yang kayak gini lagi. Tapi please, dengerin aku kali ini aja,"
"Terserah kamu," Kevin mengambil gelasnya, menempatkan sebelah tangannya pada saku celananya, kemudian berjalan melewati Mila ke arah meja makan.
Mila tersenyum. Kevin mau mendengarnya walau terkesan dingin. "Sini aku ambilin," Ucap Mila saat ia melihat Kevin hanya diam ditempatnya tanpa pergerakkan.
"Mau lauk apa?" Tanyanya. Kevin tak bergeming.
"Oke, jawabannya terserah aku," Mila mengambil lauk favoritnya, diletakannya diatas piring Kevin.
"Kamu harus cobain lauk itu," Ucap Mila tersenyum. Ia menautkan kedua tangannya, berdoa, dan mengakhirinya dengan tanda salib.
"Selamat makan,"
"Tunggu dulu!" Tukas Kevin saat Mila hendak memakan suapan pertamanya.
Mila mengernyit bingung. "Ada apa, Vin?" Tanyanya.
"Tunggu saya selesai berdoa dulu," Ucap Kevin tanpa menatap Mila.
Mila tersenyum, kemudiam mengangguk. "Iya," Ucapnya. Dipandangnya pria tampannya yang kini tengah memulai doanya. Pemandangan indah itu tak ingin disia-siakan Mila. Bibirnya seakan enggan untuk berhenti menyungging. Mila menyukai Kevin yang seperti ini. Kevin yang lembut. Kevin yang selalu memberikan senyum terbaiknya.
Tapi sekarang semuanya sudah berubah. Kevin tersesat dengan hatinya.Buruknya cuaca masih terus berlanjut hingga sore tiba. Glenn yang hendak kembali ke rumah sakit terpaksa harus mengurungkan niatnya setidaknya sampai cuacanya memungkinkan untuk ia kembali kesana. Siang tadi wanita itu akhirnya mendapat kesadarannya setelah lama tak sadarkan diri. Glenn membuang napas lega.
"Tungguin gue yah," Glenn menatap luar jendela, berharap cuaca segera membaik.
![](https://img.wattpad.com/cover/61492322-288-k439741.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
U N A B L E (Without Love)
RomansKehilangan adalah fase tertinggi mencintai kamu. U N A B L E (Without Love) a/n : _tezaloffical