HAPPY READING!!
“Karena, sejatinya kecewanya seorang wanita itu bak sebuah karang yang akhirnya hancur juga karena terkikis ombak terus-menerus”
. . . .
Kevin melonggarkan kepalan tangannya. Punggungnya terasa basah. Sesekali Mila terdengar terisak. Kevin berbalik, membalas pelukan wanita itu. Begitu dalam. Seolah tak ada satu orang pun yang diijinkan untuk mendekati keduanya. Berapa centi pun. Mila mendongak pelan. Matanya sembab. Kevin mencelos, dan segera mengecup kedua mata itu satu per satu. "Jangan pernah takut kalo aku pergi. Karena yang semestinya takut itu aku. Aku bener-bener nggak mau kehilangan kamu lagi. Aku minta maaf. Bener-bener minta maaf," Ucap Kevin yang kemudian tersenyum, sembari mengecup dalam kening wanita itu. "Kita mulai lagi semuanya dari awal. Kamu siap?" Tanya pria itu.
Mila menatap Kevin ragu. "Tapi aku bener-bener nggak mau jatuh lagi untuk yang kesekian kalinya. Aku takut. Takut kalau semuanya keulang lagi,"
"Itu dosa terbesar aku, Mil. Dan aku nggak akan pernah lagi ngelakuin itu. I'm yours. Totally yours. Trust me," Kevin meraih kedua tangan Mila, menatap Mila penuh keyakinan.
Mila terus menatap Kevin, jauh dalam lubuk hatinya, jujur saja masih ada sebongkah keraguan didalamnya. Luka itu benar-benar masih menganga. Yang akan terasa perih jika terkena percikan garam. Sama halnya dengan hatinya. Yang bukan nggak mungkin akan kembali sakit jika kemungkinan Kevin akan kembali menyakitinya. "To be honest..," Mila menggeleng. "Aku bener-bener belum bisa sepenuhnya percaya sama kamu," Ucap Mila. Raut kecewa terlihat jelas pada wajah Kevin. "Tapi..," Mila melepas genggaman Kevin. Sebelah tangannya mengusap pipi pria itu lembut. "Aku akan bener-bener percaya sama kamu, asalkan ada pembuktian dari kamu sendiri, Vin. Kita sama-sama udah dewasa. Nggak perlu lagi aku menjelaskan lebih rinci apa yang aku inginkan untuk kamu lakukan. Ikutin kata hati kamu. Jangan kata orang lain. Kalo kamu bener-bener cinta sama aku, bikin aku yakin sama kamu. Bikin kepercayaan aku kembali sama kamu. Jangan bikin aku tambah kecewa. Karena aku nggak segan-segan untuk bener-bener melepaskan diri dari kamu,"
"Hey, dengerin aku," Ucap Kevin dengan kepala yang menggeleng kemudian. Kedua tangannya menggenggam tangan Mila. "Nggak akan ada lagi alasan untuk aku nyakitin kamu kayak dulu. Aku bersungguh-sungguh pengen memperbaiki semuanya, memulainya lagi dari awal sama kamu. Percaya sama aku,"
Mila melepas genggaman pria itu. Entah kenapa sangat sulit untuk sekedar mengatakan ya, aku percaya sama kamu.
"Aku tau aku emang nggak pantes buat kamu," Ucap Kevin. Mila sontak menatap kearahnya. "Lagian mana ada sih? perempuan yang masih mau percaya sama laki-laki yang jelas-jelas udah pernah bikin dia sakit hati? Mana parah banget lagi," Kevin tertawa miris. "Aku emang nggak pantes. Sangat sangat nggak pantes buat kamu. Tapi, Mil..," Kevin kembali meraih kedua tangan Mila. "Seenggaknya ijinin aku untuk memantaskan diri buat milikin kamu,"
.
.
.
.
.
Mila menarik napasnya, dan membuangnya perlahan. Ini kali pertama Kevin mau memakan masakannya. Lagi-lagi pikirannya terbang ke masa lalu, saat Kevin benar-benar sama sekali tak ingin menyentuh masakan buatannya. Sakit sih. Tapi yaudahlah ya, udah berlalu juga. Malahan sekarang Kevin yang mau dimasakin.
Enak banget sih yang kemarin udah nyakitin, sekarang malah main nyuruh-nyuruh.
Dengan senyum manisnya, Kevin yang kini duduk diruang makan menatap Mila yang tengah membawa makanan untuk mereka berdua santap. Tatapannya seolah tak ingin lari dari Mila, sedari wanita itu masih sibuk memasak, sampai akhirnya ia duduk tepat didepan pria itu. Mila mendengus kesal, merasa aneh jika Kevin terus-terusan menatapnya seperti itu. "Nih," Ucapnya sembari meletakkan makanan milik Kevin tepat didepan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
U N A B L E (Without Love)
RomanceKehilangan adalah fase tertinggi mencintai kamu. U N A B L E (Without Love) a/n : _tezaloffical
