Part 29

4.3K 112 2
                                        


Pak Prabuwijaya terdiam dengan rahang menggembung dan mata menatap tajam padaku dan Fariz, selama Fariz menjelaskan apa yang dia lakukan padaku dan apa yang telah terjadi dengan kami, dia hanya terdiam dengan sorot mata penuh kemarahan namun terkesan dingin.

"Suamiku, bagaimana ini?" tanya Ibunya Fariz pada suaminya "Fariz anak kita sudah melakukan itu pada Lita dan Lita sudah hamil!".

"Bagaimana kamu bisa yakin kalau Fariz yang menghamili kamu?" tanya Pak Prabuwijaya padaku.

"Itu... Karena..." Aku gugup tak bisa menjawab, Fariz segera menyela.

"Aku yakin aku yang menghamili Lita karena usia kandungannya empat bulan, itu bertepatan dengan aku pertama kali meniduri Lita empat bulan yang lalu, aku yakin karena waktu itu Lita masih perawan, akulah yang mengambil keperawanannya" jelas Fariz.

"Anda dengar itu? Anak anda kurang ajar sekali bukan?!" sambung Papihku dengan geram.

Pak Prabuwijaya mengangguk-ngangguk kecil "Anakku, kamu menjelaskannya dengan penuh keberanian, itu artinya kamu mengakui kesalahanmu dan siap menerima konsekuensinya!".

Fariz dan aku terdiam mendengar ucapan Pak Prabuwijaya yang diucapkannya dengan sangat dingin itu, membuatku berpikir-pikir, apa sebenarnya maksud Pak Prabuwijaya.

"Pak Tanuwihardja, anda benar anak saya memang sangat kurang ajar... Dan saya lihat dia sudah babak belur, berarti anda sudah memberinya pelajaran bukan?".

"Benar, saya memang sempat memukulinya tadi" jawab Papihku.

"Bagus! Sekarang giliran saya yang akan memberinya pelajaran!", Pak Prabuwijaya bangun dari duduknya, lalu menepuk tangannya tiga kali, datanglah dua orang pria berwajah seram berbadan tinggi kekar.

"Pegani dia!" perintah Pak Prabuwijaya, dua orang bodyguard itu lalu membangunkan Fariz dan memegang kedua tangannya.

"Suamiku kamu mau apa?!" pekik Ibu Prabuwijaya.

"Mau apa? Tentu saja memberinya pelajaran karena telah mempermalukan keluarga kita! Keluarga Prabuwijaya!".

"Jangan! Kamu tidak lihat Fariz sudah babak belur begitu?".

"Aku lihat, aku hanya ingin menambahnya!" Pak Prabuiwjaya menepuk tangannya lagi, datanglah beberapa pembantu wanita, dan ia memerintahkan mereka untuk memegangi Ibu Prabuwijaya.

Pak Prabuwijaya lalu mengambil sebuah rotan, dan buk! dia memukul punggung Fariz dengan rotan itu, Fariz meringis kesakitan tapi dia tidak berusaha untuk meronta, dia nampak pasrah, "Aku sudah bilang, jangan jadi pemuda yang urakan! Dasar anak kurang ajar! Anak hina dina!" maki Pak Prabuwijaya sambil terus memukuli punggung Fariz dengan rotan, Ibu Prabuwijaya hanya bisa menjerit-jerit sambil menangis melihat anak semata wayangnya disiksa oleh ayah kandungnya sendiri, sementara kedua orang tuaku hanya diam melihat Fariz.

Aku sangat tidak tega melihat Fariz merintih dan meringis kesakitan setiap rotan itu memukul punggungnya, air mataku bercucuran melihat pria yang sangat aku cintai itu, maka akupun bangun dan menahan tangan Pak Prabuwijaya "Pak tolong hentikan! Sudah cukup!" mohonku.

"Kenapa kamu minta aku berhenti? Bukankah anak ini sudah membuatmu menderita?".

"Saya tahu, tapi saya tidak ingin melihat Fariz disiksa didepan mata saya seperti ini?".

"Nona, kamu sangat lemah! Kamu seharusnya senang melihat orang yang membuatmu menderita ini mengalami penderitaan seperti ini!".

Aku sangat kaget dan heran mendengar ucapan Pak Prabuwijaya, seolah dia tidak tidak mempunyai kasih sayang terhadap anaknya sendiri, "Pak saya tidak bisa seperti yang Bapak katakan, tolong hentikan!" pintaku.

The Price Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang