Part 21

4.9K 101 0
                                    


"Lita! Tunggu bentar!" panggil seorang pria ketika aku sedang berjalan menuju kantin.

"Hmm... Si Steve dia mau apa lagi? Semoga dia udah sadar buat berenti ngejar-ngejar gue" gumamku dalam hati mendengar suara yang memanggil yang aku kenal baik.

"Ada apa Steve?" tanyaku.

"Aku mau ngomong bentar aja sama kamu Lita, boleh?".

"Boleh, emang mau ngomong apaan Steve?".

"Aku mau ngajak kamu nonton male mini, ada film baru yang bagus, kamu pasti suka".

"Hmm... Steve maaf aku ga bisa".

"Kenapa ga bisa? Apa karena Fariz?".

"Iya... Aku baru aja baikan sama dia kemaren, jadi aku ga mau bikin masalah lagi sama dia".

"Oh..." ucap Steve dengan suara seperti orang tercekik, dia langsung menundukan kepalanya, wajahnya nampak sangat sedih. "Berarti... Tidak ada ruang dihatimu barang sedikitpun untukku?".

Aku mengangguk lemas "Maaf banget Steve".

Steve lalu mengangkat kepalanya, dia lalu menatapku dengan pandangan mengiba "Baiklah... Aku akan mengalah dan akan pergi selamanya tanpa mengganggumu lagi... Tapi bolehkah aku punya satu permintaan terakhir untukmu?".

"Apa itu Steve?".

"Untuk pertama dan terakhir kalinya aku ingin mengajakmu nonton dan makan malam, setelah itu aku akan pergi selamanya dari hidupmu dan aku ga akan ganggu Fariz lagi, gimana?".

Aku berpikir sejenak, sepertinya permintaan Steve kali ini sulit kutolak, apalagi dia bilang ini untuk terakhir kalinya dia menemuiku, maka aku pun mengiyakannya "Baiklah kalau begitu, jam berapa kamu jemput aku?".

"Terimakasih Nona Lita... Aku jemput jam lima sore nanti".

"Oke Steve".

Steve pun lalu pergi, aku menatapnya dengan tatapan penuh iba, aku merasa sedih juga mengingat bagimana gigihnya ia berusaha untuk mendekatiku, aku juga masih sangat tersentuh ketika dia menawarkan dirinya untuk menjadi ayah dari bayi yang sedang kukandung ini... Ah seandainya kita bertemu sebelum aku bertemu dan jatuh hati dengan Fariz, mungkin aku akan menerima cintamu dan menjalani hubungan yang sehat, tapi sekarang apa mau dikata? Takdir berkata lain, aku sangat mencintai Fariz dan sangat membutuhkannya untuk menjadi suamiku sekaligus ayah dari jabang bayi dalam perutku ini.

***

"Lita tunggu!" panggil seorang pria ketika aku hendak masuk kedalam kantin, sekali lagi aku menoleh pada pria berambut coklat bermata tajam yang tak lain adalah Fariz.

"Ada apa Riz?" tanyaku dengan nada malas, saat itu juga rasa sebal pada pria dihadapanku yang merupakan bayi yang sedang aku kandung ini tiba-tiba mengemuka, rasa eneg ketika mencium aroma tubuh dan bau parfumnya langsung muncul tanpa alasan yang aku mengerti, wajahkupun menjadi cemberut.

"Sayang kamu mau makan siang?".

"Ya iya! Emangnya aku masuk ke kantin mau ngapain?! Mau motong rumput?!" jawabku ketus.

"Aduh kamu kok langsung cemberut gitu? aku kan cuma nanya".

"Ya abis pertanyaan kamu itu bodoh sekali! Udah cepet kamu mau apa?".

Fariz terdiam sejenak menatap wajah cemberutku, mungkin dia heran melihat cewek yang dia sayangi ini bersikap angin-anginan dan aneh padanya.

"Gini kamu kan udah ga ada kuliah lagi hari ini jadi aku mau ngajak kamu makan siang di luar sekalian ngaterin kamu pulang, gimana?".

The Price Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang