Part 30

5.1K 124 2
                                    


Sesampainya di rumah, aku langsung mengompres lebam-lebam di sekujur tubuh dan wajah Fariz dengan alokohol yang dicampur air es, kasihan Fariz, tubuhnya panas sekali, dan tak henti-hentinya ia mengerang halus menahan sakit disekujur tubuhnya.

"Bagaimana ini suamiku? Di rumah kita hanya ada dua kamar, Fariz kita suruh tidur dimana?" tanya Mamih.

"Kenapa tanya? Tentu saja di sofa ruang keluarga ini, atau suruh tidur diluar dihalaman sekalian!" jawab Papih yang masih marah pada Fariz.

"Jangan Pih, Fariz kan masih sakit" pintaku.

"Lalu kau suruh dia tidur dimana? Di kamar kami dan kami kelonin dia semalaman?!".

"Papih jangan sembarangan gitu ah! Biar Fariz tidur di kamar Lita aja!".

"Walaupun kalian sudah pernah gituan, tapi bukan berarti kalian bisa tidur satu kamar seranjang, karena kalian belum menikah!" tegas Papih.

:"Tapi Fariz masih sakit, nanti dia tambah sakit kalau tidur di sofa! Kita kan punya kasur lipat, jadi biar Fariz tidur pake kasur lipat saja!" ideku.

"Suamiku, apa yang dikatakan Lita benar, lagipula mereka tidak mungkin akan bermacam-macam karena Fariz sedang sakit begitu" ucap Mamih yang mengamini ideku.

"Ya sudah! Tapi ingat! Jangan jadikan rumah ini kandang binatang seperti yang kalian lakukan di apartemen Fariz!" ucap Papih pada akhirnya.

"Makasih Pih!", aku lalu menuntun Fariz kedalam kamarku.

"Riz, sebaiknya kamu tidur dikasurku saja, kamu kan lagi sakit" usulku setelah menggelar kasur lipat dibawah sebelah tempat tidurku.

"Tidak, ini kan kamarmu Lita, aku saja yang tidur dibawah" jawab Fariz.

"Ya sudah, sini aku bantu" akupun membantu Fariz berbaring, dia berbaring sambil meringis menahan sakit karena di punggungnya banyak sekali luka lebam akibat pukulan rotan ayahnya.

"Maaf ya Riz kalau kamarku sempit dan jelek, tidak luas dan mewah seperti kamarmu atau kamar apartemenmu".

"Ga apa-apa Lita, aku malah senang dengan rumahmu dan kamarmu yang sederhana ini namun hangat... Tidak seperti suasana di rumahku yang selalu terasa dingin bagiku".

"Apa maksudmu Riz?".

"Rumahmu dibangun atas dasar rasa kekeluargaan, atas dasar kasih sayang antar ayahmu, ibumu, dan kamu, aura itulah yang terpancar setiap kali aku datang kerumahmu".

Kami saling diam beberapa saat, lalu aku mulai mengelus-elus perutku "Sayang, sekarang Papamu ada disini, tidur satu kamar bersama kita..." bisikku dalam hati.

"Lita... Aku minta maaf atas semua yang aku lakukan padamu... Aku tahu aku bahkan tidak pantas untuk meminta maaf padamu, sekarang aku malah membebanimu" ucap Fariz, air matanya menetes ketika melihatku mengelus-elus perutku.

"Kamu ngomong apa Riz? Fariz... Kita melakukannya atas dasar suka sama suka, bukan karena pemaksaan! Kalau pemaksaan kan berarti kamu memperkosaku?".

Fariz diam melihatku bicara, dia hanya tersenyum miris "Ini kesalahan kita berdua Riz, karena kita melakukannya atas dasar suka sama suka diluar ikatan perkawinan".

"Maafkan aku Lita... Aku... Aku ga bisa membayangkan penderitaanmu dan calon anak kita selama empat bulan ini, aku sangat menyesal..." ucap Fariz dengan penuh penyesalan, aku dapat mendengar dia menahan isak tangisnya.

"Sudahlah Riz, malah aku yang harus minta maaf karena aku kamu harus mengalami semua ini, bahkan kamu sampai diusir dari rumahmu dan dicoret dari keluarga Prabuwijaya" ucapku yang mulai juga mulai menangis.

The Price Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang