Chapter 3: Mysterious Violin (Part 3)

8K 611 19
                                    

"Jangan lambat jalannya!"

Teriakkan seseorang seperti sedang berbicara denganku. Dan ia berada di depanku.

"Sabar! Kakiku kecapean. Emang gak ada gereja katedral yang lebih dekat dari ini?"
"Gak ada. Cuma disini satu-satunya gereja katedral di daerah sini."
"Ughhh~"

Ya, di hari itu juga, aku bersama Uriel dan Gisella pergi ke gereja katedral yang dimaksud Viosca. Dan ternyata, letak gereja katedral itu jauh sekali. Masuk ke dalam hutan lagi, dan harus berjalan kaki. Aku khawatir kalau ada apa-apa karena itu di dalam hutan.

"Mau gimana lagi. Hanya ini satu-satunya gereja katedral yang masih ada. Kebanyakan di daerah sini hanya ada gereja protestan dan gereja paroki," kata Uriel menenangkan kami berdua Gisella yang sudah kelelahan.

"Eh, itu... aku lihat sesuatu seperti... atap?" Kataku menunjuk sebuah benda yang mirip dengan atap.
"Mungkin itu, ayo cepat sebelum malam,"

Kami bertiga pun berlari ke ke arah benda itu berasal. Benar, itu adalah atap dari gereja katedral yang kami cari. Sungguh tak bisa kupercaya. Gereja katedral yang kupikir sudah terbengkalai, masih tetap indah seperti mulanya. Begitu megahnya sampai aku tak bisa mengarahkan pandanganku ke lain. Megah dan cantik.
Gereja itu dulunya milik sebuah yayasan panti asuhan. Tapi karena bangkrut, panti asuhan itu dibubarkan, dan gereja ini terbengkalai karena tak ada yang berkunjung. Banyak rumor beredar kalau setiap malam purnama, pasti terdengar nyanyian gadis yang sangat merdu dari dalam gereja.

"Iiii ngeriii," kataku sambil merangkul tanganku.
"Cobalah berpikir positif,"
"Aku tahu, tapi 'kan..."
"Lihat, Gisella saja seperti penasaran banget dengan gereja ini, masa kau malah ketakutan?"
"Testimoni tentang gereja ini loh banyak,"
"Itu cuma rumor. Memangnya kau pernah mendengarnya?"
"E-enggak sih,"

Semakin ke dalam, tubuhku semakin mulai waspada dengan sendirinya. Seperti akan ada yang menyerang. Kami pun sampai di depan pintu gereja. Perlahan Uriel membuka pintu gereja yang sangat mewah itu dengan disambut dua patung malaikat berdiri di kiri kanan pintu sebagai tanda bahwa mereka menjaga gereja itu. Ketika kami masuk, alangkah kagumnya diriku melihat betapa luar biasanya dalam gereja itu. Karena sudah tidak dipakai, jadi banyak sekali bunga liar yang tumbuh, dan kebanyakan bunga yang tumbuh di sini adalah bunga mawar merah dan putih. Bunga mawar berserakkan indah di sepanjang jalur masuk ke depan altar. Dan cahaya terang menyinari daerah altar melewati pecahan kaca jendela yang ada gambar salibnya. Ya, cahaya bulan purnama yang sangat indah.

"Jadi... air sucinya dimana?" Tanyaku sambil kesana kemari.
"Um, disana," jawab Uriel.
"Apa kau yakin airnya masih bersih dan masih diberkati?"
"Seharusnya begitu, kenapa gak kita coba?"

Seraya Uriel memandikan violin itu, cahaya hijau itu keluar lagi. Menerangi sekitar Uriel. Sosok perempuan muncul, tepat di depan altar. Berdiri sambil memainkan violin.

"Apa...apakah itu..."
"Aisley Rayfold," kata Uriel.
"Hah?? Serius? Cantik banget, emang kayak malaikat,"
"Jangan tertipu! Mungkin dia memiliki wajah yang manis, tapi dia memiliki hati yang licik,"
"Kenapa kau bicara gitu? Dia nenekmu, bukan hantu,"
"Kau! Dia ini bukan manusia lagi, tapi hantu yang bergentayangan dalam violin. Kau yakin hatinya masih baik?!"

Seketika itu, Aisley berhenti memainkan violinnya dan menatap kami dengan muka yang datar atau aku bilang... mata kosong. Mata yang menandakan keputusasaan. Beliau lalu tersenyum kecil ketika melihat Gisella. Dengan perlahan mendekati Gisella. Ia pun menaruhkan kedua tangannya di kedua pipi Gisella.

"Hey! Bener gak papa? Kau gak menariknya?" bisikku ke Uriel.
"Sttt!!! Diam!"
"Tapi posisi itu, aku punya firasat buruk!"
"Sttt!! Berisik! Diam dan perhatikan baik-baik! Seandainya ada yang aneh, kita tinggal lompat ke dia,"
"Lompat?! Kau gila?! Lompat ke hantu?! Yang ada kita jatuh ke lantai!"

The Beauty ArchangelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang