Chapter 19: Laümūchén

4.2K 311 3
                                    

Srutt....
Seseorang sedang menyeruput minuman terdengar sampai ke telingaku. Aku yang masih setengah sadar hanya bisa melihat samar-samar. Dan ternyata, dibalik itu semua, aku tertidur bukan di kamarku, melainkan di ayunan yang berada di bawah pohon rindang. Sambil menghadap lautan luas, Uriel menyantaikan dirinya.

"Oh! Kamu sudah bangun? Bagaimana mimpinya?" ujar Uriel sambil cengingisan.

"Apanya yang mimpi. Aku sama sekali tidak bisa bermimpi kalau bukan di atas tempat tidur," balasku seraya turun dari ayunan itu.

Perjalanan kemarin termasuk perjalanan yang begitu melelahkan. Menempuh ratusan kilometer dalam waktu 10 jam. Punggungku terasa pegal. Jelas saja, tanpa berhenti mobil terus berjalan, otomatis kami juga akan terus duduk sampai kami tiba di Laümūchén. Aku heran dengan Raizen, ia sama sekali tak lelah saat menyetir.

Ngomong-ngomong soal Laümūchén, kita sudah sampai di kota itu dari dua jam yang lalu. Setelah sampai, kami langsung menghampiri salah satu villa yang dekat dengan bangunan tua yang dimaksud Uriel. Ya, bangunan tua dimana aku akan melakukan ritual penyegelan dan pelepasan. Entah kenapa, firasat burukku mulai menjadi-jadi.

"Permisi, nak, kalau boleh tanya," pemilik toko menghampiri kami yang berkumpul di depan villa. "Kalian ingin ke bangunan tua yang disana itu?" tunjuknya.
"Ya benar, ada apa pak?" balas Uriel.
"Lebih baik kalian jangan ke sana," pesan pemilik toko yang memakai baju seadanya itu. "Disana ada arwah penjaga yang melindungi bangunan itu. Siapapun yang berani kesana, akan ditelan oleh arwah itu," lanjutnya.

Bapak itu bicara apa? Aku tak mengerti. Aku pikir itu hanya bangunan tua biasa. Aku pun menyenggol Uriel yang kemudian menanggapi pak tua itu.

"Rasanya aneh kalau menamai bangunan itu dengan 'bangunan tua', lebih tepatnya kastil. Kastil Laümūchén."
"Kastil...Laümūchén1?"
"Dulunya milik Raja Hendrick, namun ia mati dalam perang. Meninggalkan kastil, pelayan, penjaga, dan permaisurinya."

Permaisurinya bernama Lucia. Ia adalah seorang Putri yang sangat dicintai rakyatnya. Saking cintanya dengan sang Raja, ia shock dengan kematiannya. Kemudian ia mengurungkan dirinya dalam penjara tower, dimana tidak ada seorang pun yang pergi kesana. Ia berharap ketika ia mati, ia akan bertemu sang Raja. Itu yang diceritakan Uriel. Pak tua langsung sedikit terengah mendengar cerita yang dilontarkan Uriel.

"Yang kutau dari catatan langit, sampai sekarang Lucia belum bertemu dengan Raja Hendrick." bisik Uriel denganku.
"Padahal ia sudah berharap tinggi kan? Kenapa tidak dipertemukan?" ujarku.
"Entahlah, harusnya yang tau soal ini itu Zehel, karna dia yang mengatur kematian," balas Uriel.

Sampai disitu, aku sedikit terlawan. Karena sejak kejadian, pasti berhubungan dengan Zehel. Aku tau kalau Zehel adalah malaikat kematian, tapi harus kah setiap saat dirinya selalu ada? Pasti ada kejadian dimana Zehel sama sekali tak berperan. Pasti ada saat dimana Zehel melemah dan tidak bekerja. Aku jadi sedikit merasa tersinggung dengan terbebani sekaligus.

"Terima kasih atas pesannya pak, kalau gitu kami pamit dulu," ujar Raizen.
"Oh iya, hati-hati ya nak," jawabnya.

"Baiklah, sebentar lagi malam, sebaiknya kita pergi ke kastil itu sekarang," kata Uriel seraya mengarah ke mobil.
"Loh, kan masih lama, masih ada sekitar 6 jam sebelum tengah malam, kenapa harus terburu-buru?"
Aku yang tak tau harus bagaimana hanya bisa kembali duduk di atas ayunan tadi.
"Itu karena di dalam kastil ada banyak lorong dan juga labirin. Gak mudah buat sampai ke ruang ritual itu Rika, kamu perlu berjalan sejam atau lebih di dalam kastil itu sampai kamu menemukan ruangannya." balas Uriel.

Setelah sekian lama, akhirnya kami sampai di tengah kastil. Sebuah pohon besar nan rindang ada di hadapan. Tapi entah mengapa, setelah melihat pohon ini, aku serasa kesepian.

The Beauty ArchangelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang