Chapter 9: Ad Hoc

5.2K 394 4
                                    

"Lama banget sih!"

Kesalku meningkat gara-gara Uriel dan Raizen belum keluar sejak dua jam yang lalu. Aku hanya bisa duduk di kursi ayunan yang ada di sebelah rumah. Tak ada yang bisa kulakukan di tempat seperti ini. Walaupun pemandangannya indah pun, hatiku sama sekali tak tergerak. Aku seperti bukan diriku sendiri.
Kemudian muncul seseorang yang memakai baju hem putih dilapisi jaket berwarna merah maron dari dalam rumah lewat pintu belakang. Ia lalu mendaki ke bukit sebelah. Tatapan mata kami bertemu satu sama lain. Tak lama kemudian, mulutnya bergerak. Terkejut melihat gerakan mulutnya, aku langsung memalingkan wajahku dari dirinya. Aku mencoba untuk tak melihat wajahnya. Setelah berselang 15 menit, aku mencoba mengarahkan tatapanku ke tempat tadi. Orang itu sudah menghilang entah kemana.

"Finally, I found you!"

Suara serak terdengar di belakang telingaku. Spontan aku membalikkan kepalaku berharap itu bukan sesuatu yang mengerikan.

"Kyaaaaaaaaa!!!"

Ternyata, wajah seseorang berada tepat di depan mukaku yang hanya berjarak 20 cm. Aku langsung berteriak ketakutan karena wajah itu sambil tersenyum lebar menatapku. Ya, wajah itu dan pakaian yang sekilas aku lihat, adalah orang yang sama persis aku lihat tadi di atas bukit.
Mendengar suaraku, Uriel dan Raizen bergegas lari ke luar menemuiku.

"Ada apa?!"

Uriel yang melihatku menunduk ketakutan, langsung memegang pundakku. Ia juga mengelus kepalaku, menenangkanku yang gemetaran. Raizen melihat ke sekitar kami, apakah ada yang aneh, dan tetap siaga.

"Ba-bagaimana dia bisa..."
"Hey! Ada apa?!"

Suaraku bergetar tak hentinya. Kebingungan ditambah ketakutan merasuki diriku yang tak tahu apa-apa.

"Ta-tadi dia ada di atas bukit itu, tiba-tiba ada di depan w-wajahku..."
"Apanya?"
"Seseorang yang memakai... jaket merah,"
"Jaket merah? Sebentar, di sini gak mungkin ada orang lain selain kita,"
"D-dia mengatakan..."
"Apa?"
"I found you!"

Seketika Uriel terkejut mendengar kalimat itu. Ia pun bergegas menyuruh kami untuk cepat pergi dari situ. Seseorang yang mengetahui keberadaan mereka hanya keluarga inti, di luar dari itu tak mungkin ada yang tahu. Itu juga bukan hantu, mungkin. Pertama kalinya aku mendapati diriku yang ketakutan. Biasanya hal yang seperti ini sudah bisa aku hadapi. Tapi entah kenapa, kali ini aku sangat ketakutan. Firasatku benar, aku memang sedang diincar.

..........................🌹🌹🌹........................

Saat siang keesokkan harinya, Uriel memanggilku ke ruang belajarnya untuk mendiskusikan sesuatu. Laki-laki bertubuh tinggi nan atletis, yang memakai baju hem hitam bercelana panjang putih itu menunggu hampir 10 menit.

"Sorry nunggu lama,"
"Eh? Ah, gak papa,"
"Jadi, kau mau bahas apa?"
"Mulai sekarang, kau harus bisa tinggal disini,"
"Apa? Aku gak salah denger kan?"
"Hmm? Gak,"
"Untuk apa?! Aku gak mau!"

"Tuh' kan dia gak mau," pikir Uriel.

"Kalau kamu gak mau, aku yang akan tinggal di tempatmu bersama Raizen,"
"Kamu ngomong apa sih? Jangan asal ngatur dong!"
"Kalau aku bilang ini demi kau, kau masih mau melawan?"
"Tapi kan gak harus tinggal di rumahku kalo cuma ngawasin,"
"...."

Uriel menghela nafasnya setelah melawan pernyataanku. Pada akhirnya Uriel tetap memutuskan segalanya dan tanpa kuketahui, barang-barangnya sudah ada di apartemenku. Sepertinya ini sudah direncanakan dari awal. Mengetahui diriku pasti akan menolak idenya untuk tinggal di rumahnya.

.........................🌹🌹🌹.........................

"Kau pasti bercanda, kan?"
"Apanya?"
"Kenapa barang-barangmu ada disini?"
"Aku kan sudah bilang, mulai hari ini aku dan Raizen akan tinggal di tempatmu,"

Sungguh menyebalkan. Lelaki yang sekarang memakai baju kaos biru dengan celana jeans selutut itu sedang duduk di sofa apartemenku. Ya, Uriel sekarang ada di rumahku bersama Raizen dan akan tinggal disini sampai ancaman dan kesialan yang menimpaku hilang. Aku tak bisa mengusir mereka karena barang-barang mereka sudah ada di dalam kamar tamu. Selain itu, barang-barangnya juga sangat banyak. Aku juga tak bisa menelpon polisi karena posisi Uriel dalam keluarga terhormat itu. Aku hanya bisa pasrah dan mengalah.

Sudah waktunya untuk makan malam, aku ingin memasak. Tapi aku melihat seseorang sedang memasak menggantikanku. Seseorang yang memakai kaos biru berkerah dan memakai setelan apron yang kudapat dari bibiku.

"Raizen?"
"Oh! Kau sudah selesai mandi?"
"Kau kenapa masak?"
"Hm? Ini? Berhubung kalian masih mandi semua, aku pikir untuk memasak saja, jadi setelah kalian selesai mandi, tinggal makan,"
"Kau sendiri emang sudah mandi?"
"Sudah, sebelum kau sampai tadi,"

"Wah...wah... seorang gentleman sejati," pikirku kagum.

Sekian lama ia memasak, seraya Uriel keluar dari kamar mandi, makanan pun sudah jadi. Uriel yang keluar dengan telanjang dada dan hanya memakai handuk dengan santainya membuat diriku tersipu malu.

"Kenapa serasa deja vu lagi?!" pikirku.

"Kya!!!"
"Berisik! Kau bisa gak sih gak teriak?!" tanya Uriel.
"Kau juga! Bisakah kau keluar dengan seluruh badan tertutupi baju?!"
"Aku sudah biasa seperti ini!"
"Tolong lihat keadaan sebentar, tuanku," kata Raizen menengahi.
"Ini bukan rumah tuan, jadi..." lanjutnya.
"Argh... aku tahu itu,"

Uriel langsung pergi masuk ke kamar setelah diperingati oleh Raizen. Ia hanya mau mendengar perkataan orang lain kecuali perkataanku.

Berselang 15 menit, akhirnya Uriel keluar dengan baju kaos merah, tersenyum sinis padaku.

"A-ada apa melototi aku?"
"Hm? Gak ada... hanya... kamar mandi mu cewek banget,"
"Masalah buatmu?! Ini apartemenku!"
"Kalo ini apartemenmu, berarti bukan apartemen ortumu?"
"Jelas bukan! Eh, tunggu dulu, untuk apa kau-"
"Bagus kalo gitu,"
"Apa yang kau rencanakan kali ini?" tanyaku curiga.
"Hehe... sepertinya bakal seru nih, ya gak Rai?"
"Betul sekali tuanku,"
"Kalian!"

Aku tak tahu apa yang terjadi jika kedua orang ini berada di tempatku. Tapi, firasatku kali ini benar-benar buruk. Kuharap tak akan terjadi apa-apa kalau ada mereka berdua disini.

..........................🌹🌹🌹........................

To be continued...
Chapter 9 : Ad Hoc (Part 2)

The Beauty ArchangelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang