Chapter 24: Blood Contract vs the Curse

4.5K 291 7
                                    

"Ceritakan padaku, tentang rumor itu,"

Ramiel terlihat bingung. Bagaimana cara untuk menceritakannya padaku. Ramiel pun mengulurkan tangannya mengarah ke atas. Kemudian keluar sebuah pusaran air dari telapak tangannya dan membentuk persegi.  Ternyata Ramiel ingin menunjukkan sebuah foto. Benda itu cukup membuat pusing kepalang.

"Aku?" gumamku.
"Hah?"
"Oops maaf, ehem... Lanjutkan."

Ramiel terlihat curiga setiap kali aku bertingkah feminim. Namun aku mengelak itu dengan cara yang wajar.

"Sebelumnya, kamu ingat dia?"
"Hm? E-enggak," jawabku.
Ramiel menghela napas panjang.
"Riana Ainsworth, perempuan yang dikatakan sebagai 'wadah' Zehel dan juga..." Ramiel menatapku. "Kekasihmu tercinta."
"..."

Hmm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hmm... Jadi dia yang jadi skandal. Riana... Bukankah itu nama dari nenek buyutku? Dulu ayahku sering menceritakannya. Dia seorang wanita yang begitu cantik. Dengan senyum manis yang dimilikinya, ia bisa menyihir siapapun yang melihatnya. Ngomong-ngomong, perempuan yang di sebelahnya siapa? Yang berambut silver.

"Itu kakaknya,"
"Kakak?"
"Namanya, Elena Ainsworth. Well... Dia anak dari istri kedua Brayden Ainsworth, ayahnya."
"Jadi, apa rumornya? Kenapa dengan mereka berdua?"

Ingin mengetahui rahasia di balik keluargaku yang sampai sekarang masih misterius, aku meminta Ramiel untuk bercerita lagi. Ia menolak.

"Kamu gak sadar ini sudah jam berapa? Please ini sudah lewat dari tengah malam! Pantas saja mataku sudah gak kuat," kesal Ramiel dengan muka yang mengerut.
"Benarkah? Maafkan aku,"
"Uriel, biarkan keingintahuanmu bersabar sampai besok. Atau nggak, kamu tanyakan pada pelayanmu, diary milikmu,"
"Diary?"
"Yup! Dulu kamu sering menuliskan itu saat Riana masih hidup. Lebih baik kamu flash back lagi deh,"
"Dimana aku menaruhnya?"
"Uriel! Sungguh kamu melupakannya?!"
"Um, aku hanya lupa saja. Itu sudah lama sekali," ujarku dengan senyum kaku.

Ramiel lelah untuk menjawab seluruh pertanyaanku. Akhirnya ia hanya menjawab dengan gelengan.

"Kamu kira aku tahu? Itu barang pribadimu. Mana kutau kamu menyimpan nya dimana. Makanya kubilang tanya sama pelayan setiamu, dia kan selalu ada bersamamu. Tanyakan saja."
"Baiklah."

Seraya aku mengantar Ramiel ke depan, aku merasakan hawa dingin lewat di belakangku. Ketika aku balik badan, tak ada satu pun orang. Tapi, mataku melihat sesuatu. Bayangan hitam yang begitu pekat, berkumpul jadi satu. Tak tahu ia membentuk apa, tapi ia mengarah ke ruang belakang.

"Ada apa?" Ramiel yang bingung dengan tingkah lakuku yang mulai aneh.
"Hah? Oh gak papa. Ayo ke depan."

Setelah mengantarkan Ramiel dan ia pulang, aku pun kembali ke dalam rumah. Setelah menutup pintu depan, entah mengapa kepalaku pusing, sangat pusing. Pandanganku juga mulai agak kabur. Aku tak tahu ada apa denganku saat itu. Aku tak bisa mendengarkan apapun kecuali satu suara.

The Beauty ArchangelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang