Chapter 16 : Black Diamond

4.6K 331 3
                                    

Sebuah surat tergeletak di depan pintu apartemenku. Surat yang berwarna hitam berstampel tinta merah yang sudah dikeringkan. Tinta itu bergambarkan sebuah lambang. Lambang kerajaan.

"Apa itu, Rika?" ujar Uriel melihat surat yang kupungut.
"Entahlah. Aku menemukannya di depan pintu tadi,"
"....?"

Dari modelnya, surat hitam sangat jarang ditemukan. Biasanya hanya keluar di film atau di dongeng saja. Tapi kali ini, di dunia nyata dan ada lambang kerajaan. Kira-kira itu lambang siapa?

"Lucine..." gumam Uriel.
"Lucine? Itu nama kerajaan?" tanyaku penasaran.
"Bukan, ini..."

Keringat Uriel mulai sedikit demi sedikit bercucuran. Tangannya terlihat meremas kedua ujung surat. Tatapannya berubah menjadi dingin. Tangannya yang pucat kembali membuka lembaran yang ada di dalam surat.

"Sudah kuduga!"

Uriel yang sadar kalau sepertinya surat itu begitu familiar baginya. Lambang di surat itu bukanlah lambang kerajaan. Melainkan lambang sebuah keluarga besar.

"Keluarga Lucine adalah keluarga dari salah satu penasehat Raja Langit, Nocty Lucine,"
"Cewek?"
"Pria tua,"
"Hah?! Namanya cewek banget,"

Penasehat kedua Raja Langit, Nocty Lucine, terkenal akan parasnya yang rupawan, sering menggoda wanita pada malam hari. Pantas saja namanya Nocty, berasal dari kata Nox, yaitu malam. Jadi, apa mungkin dia juga yang mengatur malam?

"Tidak. Dia bukan malaikat malam ataupun pengatur malam. walaupun ia seperti playboy, tapi dia bukan orang biasa yang selalu kau temui ketika melewati klub-klub malam itu,"
"Apa maksudmu?"

Uriel menghela napas panjang. Seraya mengambil cangkir teh yang sudah disediakan Raizen, ia menaruh surat itu di tanganku.

"Dia... Penasehat perang," ujar Uriel.
"Apa? Kau pasti bercanda,"
"Apa wajahku terlihat seperti orang yang sedang bergurau denganmu?"

Uriel menatapku tajam seolah-olah ia ingin mengatakan kalau ini sangat berbahaya dan menyuruhku untuk berhati-hati.

"Aku gak tahu maksud dari suratnya ini, tapi Nocty mengatakan kalau ia mengirimkan cucunya padaku," jelas Uriel.
"Padaku itu... untukmu?"
"Ya. Kalau gak salah, dia punya cucu laki-laki, seumuran kita, namanya Orlan Lucine,"

Aku tak tahu siapa laki-laki ini, yang jelas ia adalah cucu dari Nocty Lucine, penasehat perang Raja Langit.

.................................................................

"Ah~ apa itu rumah si malaikat api? Siapa itu namanya.. Aku lupa,"

Seorang laki-laki berdiri di atas sebuah gedung di seberang apartemenku. Seorang yang memakai baju jas hitam dan rambut pirangnya.

"Namanya Uriel Rayfold, tuanku," ujar seekor gagak yang bertengger di bahu laki-laki tersebut.
"Ah benar juga. Uriel ya... Kudengar ia lebih tampan dariku,"
"Tapi tidak setampan dirimu, tuanku, kaulah yang tertampan di Kerajaan Langit,"
"Benarkah? Kalau kau bohong, akan kubunuh kau beserta bulu-bulumu itu,"
"Saya sungguh berkata seperti itu. Tuanku hanya satu, yaitu tuan Orlan Lucine. Pria paling tampan sedunia,"
"Begitu yang kumau. Baiklah! Haruskah kita memberi salam pada Malaikat Uriel? Dan katakan bahwa aku sudah kembali,"

Seketika awan hitam mengelilingi Orlan dan menghilang bersamaan dengan ratusan gagak.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.................................................................

Ding...dong...
Suara bel terdengar. Raizen pun membukakan pintu. Raut wajahnya berubah seketika.

"Berjumpa lagi ternyata dengan Malaikat Orlan,"
"Salam jumpa, Raizen, atau harus kupanggil... Merrick?" ujar Orlan dengan senyum sinisnya.

tangan Raizen langsung meraih ujung kerah Orlan dan mulai mengancamnya.

"Tidak di depan Rika!" ujarnya.
"Ada apa Raizen?"

Uriel yang bingung dengan suara berisik dari depan langsung menemui mereka berdua yang sedang berdebat. Ketika melihat Orlan, Uriel memasang wajah serius yang membuat keadaan semakin panas.

"Kudengar kau dikirim oleh kakekmu kemari, tapi untuk apa?" tanya Uriel.
"Aku dikirim hanya untuk mengkonfirmasi apakah benar Sang Algojo ada disini, di dalam tubuh seorang gadis?" jelas Orlan sambil menyilangkan tangan di dada.
"Apa dia ada disini?" tambahnya.

Sepertinya aku salah timing ketika ingin menyusul mereka. Aku penasaran makanya aku menemui mereka. Dan tak kusangka, seraya surat hitam itu datang, yang dipesankan untuk menemui Uriel pun ikut datang.

"Hi, princess! Sebuah kehormatan bisa bertemu denganmu," sapa Orlan sambil membungkukkan badannya.
"Sepertinya efeknya masih berlanjut. Dan ternyata memang benar perang akan segera terjadi," lanjutnya tersenyum sinis sambil menatapku.
"Kau bicara apa Orlan? Perang tidak akan terjadi, tidak akan pernah, dan tak akan kubiarkan!" ujar Uriel yang langsung menjulurkan tangannya di depanku agar Orlan tidak bisa mendekat.

"Malaikat utama Uriel, harusnya kau sudah tau apa yang sekarang sedang terjadi pada nona Rika, jangan bilang kau tidak memberitahukannya?" tanya Orlan sambil mengangkat satu alisnya.
"Itu bukan tugasku," jawab Uriel memalingkan muka.
"Tentu saja bukan, kau hanya malaikat yang memihak Sang Algojo,"
Kalimat itu membuat Uriel tersentak dan tak bisa melawannya karna pernyataan itu ada benarnya.

"Padahal kau salah satu malaikat utama terkuat tapi kau memilih untuk tidak ikut campur, apa kau takut?" sindir Orlan.
"Aku tidak takut, hanya saja... Aku memiliki alasan khusus,"
"Kau hanya mencari alasan saja ternyata,"

Seketika Uriel, Orlan, dan Raizen merasakan hawa kuat yang mengikat mereka. Mereka kaku dan tak bisa berbicara apa-apa. Kemudian mereka menatapku dengan wajah sedikit takut.

"Kau terlalu banyak bicara Orlan,"

Suara Zehel kembali terdengar, membuat mereka bertiga tak dapat berkutik.

"Apa kau suruhan Nocty Lucine?"

Orlan memberanikan diri untuk membuka mulut, berbicara langsung dengan Zehel, malaikat yang dicari-cari selama ratusan tahun itu.

"B-benar Yang Mulia Zehel, aku ditugaskan untuk mengkonfirmasi hal ini ke kakekku,"
"Kakekmu? Jadi Nocty itu kakekmu? Pantas saja tingkah laku kalian sama, suka menggoda dan menyindir orang lain. Apa aku salah?"
"...! T-tidak Yang Mulia, anda tidak salah. Tapi, kenapa kekuatan anda masih mengalir di tubuh gadis ini? Apa mungkin sebentar lagi waktunya?"

Aku menghela napas panjang kemudian meraih tangan kananku yang mengepal dan bergetar. Aku merasakan kekhawatiran yang luar biasa ketika membahas hal ini.

"Kau tak berhak mengetahui kondisiku. Kau hanya seorang penjaga gerbang langit. Kau tak ada hubungannya dengan perang,"
"Maaf tapi ini perintah dari Nocty Lucine, kakekku, untuk mengetahui kondisimu. Ini juga sebagai siasat perang,"
"Siasat, jadi kakekmu ada hubungan dengan perang malaikat yang akan terjadi. Begitu?"
Zehel mulai memancing Orlan untuk mengatakan alasan yang sebenarnya.

"Hmm kurasa tak ada hubungannya Yang Mulia Zehel, kakekku hanya ingin menyingkirkanmu supaya terlindungi dari perang,"
"Apa maksudmu?"

Orlan menyodorkan sebuah kotak hitam berisikan permata hitam yang sangat indah. Di atas permata tertulis sebuah nama. Black Death.

"Anggap saja ini hadiah dari keluarga Lucine, Yang Mulia. Anda pasti tahu apa benda ini," ujar Orlan.
"Bagaimana kalian bisa memiliki benda ini?"

Orlan bertopang dagu memikirkan alasan yang diinginkan Zehel.

"Ah~ mungkin ini cideramata,"
"Benda ini harusnya kusegel, tapi kalian memilikinya, bagaimana mungkin?"
"Sebelumnya benda ini ada di dalam Pandora Box, iya tidak Yang Mulia? Tapi tak lama setelah anda menghilang dari dimensi kematian beratus-ratus tahun, segel Pandora Box perlahan terbuka dan akhirnya isinya keluar," jelas Orlan.
"...!"

Panas yang seperti membakar diriku mulai merambat. Membuatku ingin sekali mengeluarkan sesuatu yang besar dan berbahaya di depan mereka bertiga. Aku tak tahu harus bagaimana tapi aku penasaran dengan Pandora box ini. Aku pun mulai tenggelam dalan lubang hitam yang sangat dalam di dalam diriku.

.................................................................

The Beauty ArchangelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang