Chapter 3: Mysterious Violin

10.5K 726 18
                                    

Keesokan harinya, sekolahku kedatangan seorang tamu yang sedang menunggu di depan gerbang sekolah. Pagi-pagi kami sudah dibuat ricuh oleh kedatangan orang itu. Ia adalah seorang pria dengan pakaian serba cool dan memakai syal karena sedang musim semi, makanya hawanya jadi dingin sedikit. Pria itu, walaupun dikelilingi oleh banyak wanita, reaksinya hanya biasa saja. Tanpa bergerak sedikitpun, tanpa kata-kata sedikitpun.

"Itu artis, ya?" tanya sahabatku, Yuna.
"Mana kutahu, aku juga baru lihat sekarang,"
"Kenapa dia hanya diam disitu? Harusnya kalo dia nyari seseorang, pasti nanya, 'kan?"
"Ya terserah dia, mau ngapain kek, apa kek, bukan urusan kita. Ini juga bukan drama segala, yang ceweknya ditunggu di depan gerbang," simpulku.

Pria itu lalu menoleh ke arah kami berdua. Seketika ia melambaikan tangannya untuk memanggil kami.

"Kenalanmu?"
"Mana aku kenal!" Jawabku.

Pria itu lalu memajukan langkahnya, mendatangi kami yang tidak mengenal siapakah orang ini. Ketika ia membukakan kacamata hitamnya.

"Ini aku, dasar penyihir,"
"Apa?!"
Aku langsung terkejut melihat si cowok yang namanya Uriel muncul dihadapanku dengan pakaian serba berkelas.

"Oiya, aku lupa kalo dia memang dari sananya sudah anak orang paling kaya raya di sekolah ini," pikirku.

"Kau ngapain kesini? Ada perlu apa denganku?" tanyaku.
"Jadi kau kenal dia?" Tanya Yuna.
"Sangat kenal!"
"Permisi, boleh aku pinjam dia sebentar," tanya Uriel seraya ia memegang tanganku.
"Um, anda siapa dulu ya?" Tanya Yuna.
"Aku pacarnya," katanya sambil tersenyum.
Spontan terdengar teriakan siswa-siswi lain yang ada di sekitar kami.
"Hey! Kau ngawur ya?! Sejak kapan aku pacaran sama kamu?!" Bisikku kesal.
"Sudah diem! Ikuti apa kata-kataku," kata Uriel seraya menutup mulutku dengan telapak tangannya yang besar.
"Kalo begitu, aku permisi dulu,"

Aku pun dibawa paksa olehnya dan sekarang menuju ke suatu tempat.

30 menit kemudian...

Akhirnya kami sampai di tempat tujuan.

"Ini...villa?" tanyaku.
"Iya, kau pikir ini apa?"
"Um, villa...mu?"
"Yup, ayo masuk ke dalam, ada yang ingin aku bicarakan,"

Sambil ia menggiringku ke dalam villa itu, aku kagum melihat betapa indahnya halaman villanya. Penuh dengan bunga yang sedang bermekaran, pohon-pohon rindang di sepanjang jalan masuk, dan air mancur berbentuk malaikat yang sangat indah menghiasi halamannya.

"Segar rasanya, ngelihat yang beginian, rasanya pengen tidur di atas rerumputannya," khayalku.
"Woy! Jangan ngelamun, cepat masuk," tegur Uriel.
"Hmph!" Balasku.
"Apa-apaan sih dia, main perintah segala, emang dia siapaku?" Pikirku kesal.

Ketika kami memasuki villa itu, menurutku bentuknya biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa ataupun hal yang mahal. Villa itu kelihatan tua sekali.

"Kau pasti heran melihat villa tua ini?" Tanya Uriel.
"Heran? Heran kenapa?"
"Harusnya semua barangnya mewah, tapi karna ini bukan milik ayahku, makanya kelihatannya seperti villa biasa,"
"Bentar, bukan milik ayahmu? Apa maksudmu?"
"Ini tempat mendiang nenekku, yang sekarang aku tempati bersama Gisella. Dulu waktu kecil, kami sering bermain disini,"
"Jadi, tempat ini, tempat memorial?"
"Begitulah,"

"Kenapa dia ceritakan ini padaku?" Pikirku heran.

Aku lalu dibawa ke sebuah ruangan. Ia mengetuk pintu itu, berarti di dalam ruangan tersebut ada seseorang.

"Gisella, ya?" Tebakku. "Tuh, benar, kan?"

Gisella duduk di dekat jendela sambil menatap keluar. Kulihat ia sedang memegang rajutan. Sepertinya ingin membuat mantel atau apalah sebagainya. Kemudian Gisella tersadar akan kehadiran kami berdua yang sedang berdiri di sampingnya.

The Beauty ArchangelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang