Chapter 28: The Promise

4.3K 342 16
                                    

Sekian lama aku tertidur, membuat badanku sedikit sakit dan aku hampir tak bisa bergerak. Sinar mentari menyinari mataku, membangunkanku dari tidur.

"Sudah bangun?"

Suara lelaki terdengar. Dengan lembutnya ia bertanya. Aku jadi ingat ketika aku pingsan di acara dansa saat itu. Keesokannya yang membangunkanku adalah Uriel. Kali ini apakah ia yang membangunkanku lagi?

Namun ketika aku benar-benar membuka lebar mataku, harapan itu sirna. Apa yang di depanku bukanlah Uriel.

"A-aaron?!"

Ia hanya terkikik sambil menatapku sinis.

"Kau kenapa, Yang Mulia? Seperti melihat hantu saja."
"Ugh!"

Aku mencoba untuk mendirikan badanku tapi aku tak bisa. Tubuhku terasa begitu berat untukku.

"Gak perlu tergesa-gesa. Selagi kau bersamaku, aku gak akan membiarkan satu goresan pun mengenaimu."
"Padahal kamu musuh, kenapa peduli denganku?"

Aaron menatapku dengan serius.

"Kau pikir aku akan selamanya jahat? Semenjak pesta itu, ancaman Zehel selalu mengiang di kepalaku. Bahkan sampai terbawa mimpi. Kau pikir aku bisa membunuhmu dengan mudah? Heh, tentu saja gak bisa. Berapa kali pun kucoba."

Terlihat Aaron yang putus asa. Ia mengatakan kalau ia akan membantuku jikalau aku kesulitan. Ia takut kalau Zehel akan membunuhnya.

"Kau berhutang padaku, tuan putri," ujar seraya memalingkan muka.

"Ngomong-ngomong," Aaron menghidupkan rokok. "Kau dapat mimpi? Well, kalau dibilang mimpi, mungkin lebih tepatnya pertanda."

Aku mengangguk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mengangguk.
"Mimpi itu... Apa tentang... Zehel yang membunuh kedua orang tuamu?"
"...!"

Apa maksudnya ia berkata seperti itu. Jelas-jelas kedua orang tuaku ada di rumah.

"Mereka bukan orang tua kandungmu. Mereka hanya pengganti,"
"Jangan ngomong sembarang! Mereka gak mungkin..."
"Sungguh? Kau belum tahu? Hm, benar-benar keluarga yang penuh dengan syarat dan rahasia."
"Aku sama sekali gak ngerti maksudmu!"

Aku tak bisa menahan emosi walau hanya mendengar kalimat yang dilontarkan Aaron. Aaron kemudian menghela napas panjang.

"Kedua orang tuamu yang asli sudah meninggal. Mereka dibunuh karena lalai dalam kewajibannya melayani Sang Algojo." Aaron berjalan mengarahku.

"Zehel sudah mengatakan hal ini padamu bukan?"

Aaron mendekatkan mulutnya ke telingaku. Kemudian ia membisikkan kata-kata yang paling tak kusukai.

"Kau tak akan bisa lari dari takdirmu,"

Mendengar kalimat itu saja sudah bisa membuat bulu kudukku merinding.

The Beauty ArchangelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang