Chapter 27: Choices

4.2K 334 10
                                    

"Aku mau tanya," ujar Zehel seraya mengambil rokok dari saku celananya. "Apa yang kamu pikirkan, tentang dunia yang kamu lihat sekarang, apa ada keganjilan?"

Aku yang mencoba untuk menjawab pertanyaan Zehel hanya bisa menatapnya ragu, sambil meremas kertas coklat berisi pengumuman.

"Mungkin hanya musimnya saja. Kan perlu waktu lama untuk merubah musim salju ke musim dingin." jawabku.
"Ternyata kamu memperhatikan itu ya daritadi. Walaupun begitu, dunia ini sebenarnya palsu."
"A-apa maksudmu?"
"Asal kamu tahu, dunia ini adalah dunia yang kubuat berdasarkan ingatan Uriel."

Kenapa harus ingatannya? Kenapa bukan ingatan Riana?

"Di saat kamu memulai ritual, darah siapa yang kamu pakai?" tanya Zehel.
"Aku dan..." aku langsung tahu maksud yang ia inginkan. Apapun yang kulihat sejak awal, kenapa aku bisa berada di dalam tubuh Uriel, semua sudah diatur.

"Aku menggunakan Uriel sebagai subjek kejadian. Kuberitahu saja, kamu sekarang berada di dalam dimensi waktu yang kubuat. Dan kenapa aku mengambil saat Natal?"

Tak masuk akal! Kupikir dengan masuk ke dalam pintu besar itu, aku akan bertemu Zehel di kerajaan maut dengan wujud aslinya!

"Aku ingin menunjukkanmu sesuatu,"

Sesaat Zehel menjentikkan jarinya dengan sangat keras, seketika apa yang kulihat menjadi kota yang hancur lebur. Sepasang kekasih yang kuikuti tadi, sudah bersimbah darah. Entah kenapa, si lelaki terlihat menangis menghadap wanitanya. Si wanita tak sadarkan diri. Tapi, kenapa yang lelaki, menangis?

Oh, ya tuhan.

"Ini adalah saat ketika Uriel melihat jati diri Riana yang sebenarnya," ujar Zehel seraya melangkah maju mengarah ke tempat pasangan itu.
"Zehel, apa yang kamu lakukan dengan Riana? Kenapa dia gak sadar. Matanya terlihat hampa."
"Aku mengambil rohnya."
"Kenapa?! Kamu tahu gimana sedihnya Uriel kan?"
"Kamu pikir ada pilihan lain lagi selain memberikan jaminan yang telah ia buat? Kamu sudah tahu sendiri konsekuensi seperti apa kalau ia mengingkarinya," tegas Zehel.

Aku tak bisa berkata apa-apa saat itu. Apa yang dikatakannya benar. Kalau sudah berjanji, apalagi kontrak, kamu harus bisa menanggung jawabkan apa yang sudah kamu putuskan dan katakan.

"Aku menggunakan tubuh Riana sebagai 'wadah' untuk membersihkan kegelapan yang ada,"
"Membersihkan kegelapan katamu?! Ini malah seperti kau membunuh semua manusia yang ada!"

Kemarahanku mulai melonjak ketika ia mengatakan hal yang sama saja dengan tidak adil.

"Sungguh? Kamu berpikir seperti itu?"
"...!"
"Kalau aku gak ada, siapa yang akan melakukannya? Para Archangels punya banyak tugas yang gak bisa diselesaikan dalam sehari."
"Lalu kenapa Uriel-"
"Uriel memaksakan dirinya." Zehel menghela napas panjang seraya memegang bahu wanita yang tak sadarkan diri itu. "Dia melarikan diri saat dalam tugas hanya untuk melihat kondisi Riana yang sudah kehilangan kendali. Raja Langit mendengar Uriel kabur, akhirnya mengirimkan pasukannya untuk mencari Uriel. Di saat inilah, ia ditahan karna dua sebab. Pertama, ia melarikan diri. Kedua, ia ketahuan berhubungan dengan manusia. Uriel menerima semua hukuman itu, tapi kenangan pahitnya yang ia alami ketika melihat Riana yang sebenarnya pengkontrak darah gak bisa dihilangkannya."

Lalu, kenapa Uriel terlihat seperti tak mengingat semua kejadian itu? Dia terlihat biasa-biasa saja.

"Dia sedang mencoba melupakan semua. Di saat sendiri, ia akan menangis dalam sunyi, tanpa ada yang mendengarkan."

Jadi intinya, Uriel mengharapkan seseorang untuk berada di sampingnya, menemaninya, sebagai pengganti kehadiran Riana.

"Aku juga merasa bersalah." ujar Zehel sambil mencoba untuk menghapus air mata lelaki itu.
"Ketika aku mengembalikan rohnya ke tubuh lagi, Riana gak bangun-bangun, napasnya juga berhenti, detak jantungnya gak terdengar, dan wajahnya terlihat sangat pucat seperti mayat."
"D-dia meninggal?!"
Zehel mengangguk.

The Beauty ArchangelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang