Chapter 6: Visitor (Part 2)

5.2K 420 6
                                    

"Gimana? Apa dia suka dengan kamarnya?"
"Gak ada komentar... yang lebih penting sekarang, kau... ada urusan apa datang kemari?"
"Jangan begitu... aku hanya ingin bertemu adik kesayanganku... emang gak boleh?"
"....."

Uriel yang tak bisa membungkam perkataan kakaknya hanya bisa terdiam. Ia tahu kalau percuma berbicara melawan kakaknya, ia pasti kalah.

"Karna dia gak mungkin melakukan sesuatu tanpa alasan,"

Inginnya langsung to the point, tapi Leo selalu memperpanjang waktu pembicaraannya. Akhirnya kesabaran Uriel telah habis dan mulai mencari cara agar Leo mau berbicara dengan serius. Tiba-tiba seorang lelaki mapan datang menghampiri mereka berdua yang sedang berbincang - bincang.

"Selamat sore, tuanku, maaf atas keterlambatan saya,"
"Gak papa, kau datang tepat waktu, kami baru mau mulai perundingannya," kata Leo.

Uriel yang tidak tahu menahu hanya bisa menatap tajam lelaki yang tak dikenalnya itu.

"bodyguard baru?" gumam Uriel dalam hati.

Ia hanya berpikir untuk apa mempekerjakan yang baru kalau yang ada saja masih banyak. Ketika mendengar perkataan Leo yang berkata "mulai perundingannya", Uriel penasaran dan mencari maksud dari perkataannya. Kelihatannya perbincangan serius akan di mulai dari sini.

"Uriel, aku perkenalkan bodyguard pribadimu yang baru, Raizen, mantan yakuza,"
"Hah?! Pribadi?! Yakuza pula?! Apa aku gak salah dengar?!" kata Uriel tak terima.
"Gak, kamu gak salah dengar, mulai sekarang kamu akan didampingi oleh Raizen di setiap kegiatanmu,"
"Mandi juga?"
"Ya gak sampai segitunya, hanya di tempat umum saja,"
"...."

Uriel kembali menatapi bodyguard baru itu. Dia kepikiran untuk apa memberinya bodyguard, padahal ia sama sekali tidak melakukan kenakalan. Mungkin, karena sering membolos sekolah. Pada akhirnya ayah yang ia benci memberinya pengawal.

"Pasti ini ide pak tua itu! Gak nyangka dia bakal mantau aku sampai memberiku bodyguard pribadi segala," pikirnya kesal.

"Pembicaraan sudah selesai, kalian boleh pergi," kata Leo.
"Baiklah tuan,"
"Kau juga Uriel... Uriel?"
"Hah?"

Tak sadarkan diri sambil memikirkan hal mengenai ayahnya, Leo memanggil Uriel yang melamun seorang diri dihadapannya. Tanpa pikir panjang, Leo mencoba untuk mengbully Uriel dengan suara keras.

"Nanti malam aku ke kamar si kelinci ah~!!!" rayu Leo.
"....!"
"Nanti dia bagusnya ku apakan yaa~?"
"Leo... kau jangan segan-segan dekati dia," kata Uriel sambil menarik kerah baju Leo, mencoba untuk menantangnya.
"Ouh... apa jangan-jangan kau punya perasaan padanya? Ciee..." kata Leo tersenyum sinis.
"Heh... gak mungkin, dia bukan tipeku,"

Uriel mengatakan itu dengan senyuman kaku, itu demi menutupi perasaannya. Dia tak akan memberitahukan perasaannya kepada siapapun, tidak terkecuali.

"Hmm... masa?~" sindir Leo lagi.
"Lebih baik kau cepat istirahat dan jangan tunjukan wajah licikmu itu di depanku,"

Uriel mencoba menghentikan pembicaraan dan menghindari Leo secepat mungkin.

"Kalo besok ketemu gimana?" tanya Leo.
"Semoga gak ketemu,"
"Jahat~"

Uriel lalu meninggalkan Leo sendirian di ruang tengah. Ia tak tahu harus bagaimana untuk menangani kakaknya. Lebih baik menghindar daripada melawan kata-kata menusuk yang keluar dari mulut kakaknya.

Seraya Uriel berjalan menjauhinya, Leo berbicara pada dirinya sendiri.

"Ahaha... Kamu gak bisa lari dariku, Uriel, berapa kali pun kau mencoba... kelinci kecil itu... lambat laun aku juga pasti tahu... jangan remehkan aku, Uriel..." kata Leo dengan sinisnya.

........................🙈🙈🙈.....................

Next Chapter...
Chapter 7: The bodyguard

The Beauty ArchangelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang