Semuanya berawal dari kesalahpahaman Odi tentang menyangka bahwa tetangga barunya adalah seorang gelandangan.
Lalu berlanjut berkumpul menjadi kebahagiaan dan luka.
•••
Aku nggak tahu, semakin hari, semakin aku sadar bahwa semua orang itu tak sebaik...
Semua pembacaku adalah temanku. Tunjukkan kehadiran kalian dengan cara vote dan komen cerita ini ya! Happy reading❤️
[]
Suara kardiograf entah sudah berapa lama berbunyi, berirama dan menjadi pelengkap di ruangan ini. Menjadi pengusir sepi, namun menyedihkan bila memikirkan alasan kenapa mesin itu berbunyi. Bau parfum kopi yang selalu ada di ruangan ini, bau favoritnya. Kedua hal itu sudah melekat dan tidak terpisahkan, saking sudah seringnya ia berkunjung kesini.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seorang cowok berambut lurus menaruh setangkai krisan di vas bunga setelah ia mencium wanginya. Menaruh bunga itu di samping infusan bekas yang banyak tergeletak di nakas. Ia merapikan nakasnya, memasukkan kantung infus itu ke dalam kresek dan menaruhnya di lantai. Mungkin suster yang jaga lupa untuk membersihkan ruangannya.
Sudah terbaring sesosok perempuan berbaju putih—khas rumah sakit—yang tertidur lelap. Rambutnya sedikit lepek tapi tidak kusut, sering disisir. Matanya terpejam, damai namun seperti tak ada kehidupan di sana.
"Cepet bangun, ya." Itu kata yang pertama dan terakhir kali ia ucapkan ketika berada di ruangan ini.
Setelah mencium punggung tangannya yang terkulai, pucat lagi lemah ia melanjutkan langkahnya untuk kembali ke pintu keluar. Sangat berat rasanya melepaskan pandangan dari seseorang yang sudah lama menghiasi harimu walaupun kamu diberi kesempatan untuk bisa berada di sisinya selamanya. Namun waktu tak pernah memberinya kesempatan lebih.
"Aku pergi." Dan itu selalu menjadi kata kedua yang sama dalam setiap kunjungannya yang terlampau singkat.
Akhirnya ia menyerah, menyerah pada waktu dan kesempatan yang selalu membatasi dimensi mereka selama ini. Dia... memilih pergi keluar ruangan dan menyadari bahwa mungkin saat ini adalah waktu terakhirnya untuk melihat wajahnya.
Di luar, ada seseorang yang menunggunya. Perempuan berambut sebahu yang dipotong dengan gaya bob. Perawakannya sedikit lebih kecil meski ia lebih tua darinya. Tersenyum kemudian mengusap pundak cowok itu.
"Udah, Vin?" Tanya cewek itu.
Dia mengangguk. "Jaga dia buat gue, Athena. Bilangin kalo gue nggak bakal jengukin dia lagi."
"Kenapa, Vin?" Tanya perempuan itu sembari menatap Calvin dengan mata berkaca-kaca. "Lo nggak bakal nemuin Ralis lagi walaupun dia udah sadar dari komanya?"
"Gue nggak bisa terus-menerus bergantung sama dia. Gue harus pergi." Jawab Calvin lemah.
"Vin..."
"Sorry, Athena."
Cowok itu memutuskan untuk mengakhiri obrolannya dengan si cewek bob. Tahu persis kalau semakin banyak detik yang dihabiskan di sini, maka makin terasa sesak dalam dadanya.
Dan dia belum mampu melakukannya setelah banyak hal yang menimpanya selama ini.
Misinya untuk mengunjungi si penyuka krisan telah selesai. Hari ini adalah hari dimana ia harus pergi ke sebuah tempat yang tak pernah dikehendakinya. Ya, tapi dia harus memaksakan diri. Demi dirinya sendiri.