"Ssssttttt!!! biarin aku peluk, karna hanya pelukan aku yang selalu menghangatkan kamu." Bisik Marsel di tengkuk Ana.
Ana menangis lagi. Ya, lagi. Kali ini lebih hebat isaknya. Karna sumber tangisnya adalah dia, Si pemeluk ini.
Lirih. Ana menahan tangaisnya kali ini. "Itu dulu. Karna pelukanmu sekarang udah gak semenghangatkan lagi bagi aku. Jadi tolong, lepasin."
*
Marsel tidak benar-benar pergi. Setelah Ana meminta untuk melepaskan pelukan mereka. Marsel keluar dari ruang rawat Ana dan duduk di depan pintu.
Dia bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Ada apa?
Kenapa Ana tiba-tiba menangis hebat dan mengatakan bahwa pelukan nya sudah tal sehangat dulu. Banyak pertanyaan yang bercokol dikepalanya tanpa jawaban.
Marsel mengambil ponselnya yang berdering. Yoga.
"Kenapa, Yo?"
"Lo kemana? Kampus sini, rapat woy!!"
"Iya nih lagi dijalan. Tunggu!" Marsel langsung memutuskan sambungan nya.
Sebelum pergi, Marsel menatap pintu kamar Ana yang tertutup. "Mungkin kamu memang butuh sendiri dan aku anggap kamu gak pernah bilang kalo pelukan aku udah gak semenghangatkan dulu, Na."
*
"Kirain gue lo dateng sama Ana.." seru Yoga ketika Marsel baru masuk.
"Coret nama Ana dari daftar, dia gak ikut naik bareng kita nanti. Dia lagi di rumah sakit. Walaupun kita masih pergi beberapa hari lagi, dia butuh istirahat." Jelas Marsel tenang. Mencova tenang lebih tepatnya.
Omong-omong Member Mahasiswa Berotak Rusak ikut naik gunung juga.
Yang lainnya hanya mendengarkan. "Ana beneran di rawat? Ihh jenguk yuk.." ujar Sarah mengajak teman-temannya.
"Pasti ini gara-gara uler keket deh, sebel dehh.. uler dasarr.." kata Andien gemas sambil melirik Dina.
"Lanjut deh." Marsel mulai menguasai suasana. "Jadi total yang ikut ada berapa orang, Yo?"
"15 orang. Dan tadi si Zikrik bilang kalo dia dan member yang baru pada gak jadi ikut gara-gara hasutan nya si Dimas."
"Hasutan apaan, Dim??" Marsel melirik Dimas.
"Bukan hasutan tapi pencerahan. Lagian tau gak motif mereka buat naik apa??" Semuanya menatap Dimas. "Mereka cuma mau naik buat gaya-gayaan. Ngapain ngajak orang yang kayak gitu. Ya, kan?"
Marsel membenarkan ucapan Dimas. Buat apa naik kalo buat gaya-gayan doang. Lagian disana gak ada rumah produksi yang mau ngelirik mereka juga. Jadi, buat apa gaya-gayaan. dia menghela nafas berat. Marsel menatap temannya satu-satu. "Apa jadi nya naik gunung bareng lo pada."
"Nih yang ikut naik jadi nya gue sebutin.. kalo ada yang mau ngunduruin diri silahkah acung kaki..." jelas Yoga.
"Acung tangan, Yoga Sabda Prasetyo, anaknya bapak Prasetyoo!!!!" Buru-buru diralat oleh teman-temannya. Yoga hanya cengengesan.
"Yoga ganteng, Dimas setengah ganteng, Ben dukun, Dito bokep, Marsel galau, Wisnu pinter.. ah kepanjangan.." Yoga capek sendiri menyebutkan nama pake embel-embel. "Kiki, Chiko, Rahmat, Fedi, Debi, Sarah, Andien, Naya, Dina. Ana coret yaa... oke ada yang mau keluar??" Yoga menunggu dengan sabar.
"Din, lo gak ngacung??" Tanya Andien.
"Kenapa gue harus ngacung??" Dina terheran-heran. Andien membalasnya dengan candaan. "Kali aja gitu, lo mau ngundurin diri. Pesen gue sih satu... jangan caper yaa nanti.." tim cewek terkikik mendengar kalimat terkahir Andien. Andien emang t.o.p banget kalo sindirin orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[#2] AKU KAMU DAN ALAM
Adventure[SEQUEL OF SAHABAT GUNUNG] ------------------------------------- Ini bukan impian gue dalam pacaran. Dulu gue selalu mimpiin kalau kisah pacaran gue akan berjalan manis seperti es teh manis warung pinggiran. Seperti apa yang manis? Seperti jalan...