Moment (2)

4.6K 314 35
                                    

Setelah melakukan istirahat di pos satu, kembali lah mereka memulai perjalanan.

Semakin tinggi semakin dingin. Semakin tinggi semakin terlihat indahnya alam. Dan semakin tinggi semakin sulit bernafas.

Semakin menanjak, mereka semakin terlihat kecil diantara pohon-pohon tua yang menjulang tinggi.

"Gunung ini trek nya lumayan susah. Banyak tebing-tebing tinggi yang harus kita lewatin. Dan itu tantangannya. Bakalan capek banget nanti, tapi bakal terbayar kalo udah sampe atas." Ujar Marsel di belakang. Yang lainnya mendengar dengan patuh

"Sel, kita nanti lewat jalur mana? yang nyebrang atau yang muter?" Tanya Dimas kepada Marsel. Marsel menyeringai, "yang nyebrang."

Untuk sampai ke puncak ada dua cara yang bisa di tempuh. Mau jalur cepat atau lambat.

Di jalur pertama yaitu jalur cepat untuk sampai puncak. Jalur ini cepat tapi berbahaya. Karna untuk melewati jalur ini, mereka harus menyebrangi dua tebing tinggi dengan seutas jembatan kecil yang sudah ada. Dengan jalur ini mereka hanya membutuhkan setengah jam perjalanan untuk sampai puncak.

Dan di jalur yang kedua yaitu jalur lambat. Di Jalur ini mereka harus menempuh seharian perjalanan untuk sampai puncak karena mereka harus memutar.

Para pendaki lainnya biasanya untuk sampai di puncak menggunakan jalur yang pertama karna intensitas waktu yang relatif singkat. Sedangkan untuk turun dari puncak biasanya mereka melewati jalur yang kedua untuk menikmati alam yang sejuk.

Dan Marsel ingin menempuh perjalanan yang sama. Naik dengan menyebrang. Turun dengan memutar. Dan ini akan menjadi perjalanan yang mereka tidak akan pernah terlupakan, pasti.

Sebelum menyebrang, mereka akan menghabiskan dua pos sekaligus. Yaitu pos dua dan pos tiga.

Rencana Marsel dan Yoga ingin menghabiskan dua pos tersebut sampai siang ini agar ketika sore mereka bisa langsung menyebrang dan bermalam di puncak.

Tapi rencana itu harus mereka ubah karna sudah siang seperti ini mereka belum sampai ke pos dua. Perjalanan mereka memang sedikit terhambat.

Bisa diperkirakan mereka akan bermalam di pos tiga dan akan menyebrang ketika pagi hari.

"Akkhh..." Ana jatuh terduduk di tanah. Kaki nya terasa keram. Marsel yang memang berjalan di belakangnya langsung sigap dan panik.

"Kenapaa??"

"Kaki nya keram." Keluh Ana sambil meluruskan kakinya.

"Yo, berenti sebentar." Teriak Marsel kepada Yoga dan teman-teman nya yang sudah berjalan ke depan terlebih dahulu.

Mendengar itu, teman-temannya langsung panik melihat Ana jatuh di tanah. "Ana kenapa, Sel?"

"Kaki nya keram." Jelas Marsel sekenanya. Dia membukakan sepatu Ana. "Dilurusin aja kakinya. Lemesin. Kalo aku pegang gak apa?"

"Pelan-pelan tapi pegang nya yaa.." kata Ana pelan sedikit merintih. Marsel mulai memegang kaki Ana dan memijat kecil.

"Kita istirahat aja dulu sebentar. Yang mau pipis juga, tapi ditemenin yaa.." ujar Marsel kepada teman-temannya. Yang lainnya mengerti dan berisirahat sebentar.

"Kenapa, Na?" Dito tetap disitu. Menemani sahabatnya Ana yang kesakitan.

"Sakit, Dit." Rintih Ana. Dito ikut membantu Marsel memijat kaki Ana. Dia tau betul bagaimana jika kaki sakit seperti ini saat berada di atas gunung. Sakit. Dia tau, karna dia pernah merasakannya.

Ana melihat peluh di dahi Marsel. Dia ingin menyeka nya tapi tak mampu. Jujur dia kangen sangat dengan Marsel. Tapi ucapan rindu nya harus tertahan di bibir karna tak mampu mengutarakan nya langsung di depan objek perinduannya.

[#2] AKU KAMU DAN ALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang