"I"ll be Fine!"

1.1K 84 6
                                    

Author: Qhariesta

...
"Vega!"
Dava berjalan mendekat pada Ve yang terhenti didepan ruang kesenian.
Hhuuny
"Dava!"
Gadis itu tersenyum tipis saat pemuda tinggi itu tiba didepannya.
Ah! Hatinya akan berdetak sangat kencang seperti ini, saat Menatap wajah tampan Dava.
"Hm, ada apa yah?" Tanyanya pelan, "Ah! Ia begitu tampan, kenapa bukan dia saja yang sekelas denganku."

"Aku ingin mengantarmu pulang."

"Apa?"
Ve terlingat terbengong saat Dava mengutarakan ajakannya itu, apa ini mimpi?? Dava mengajakku pulang bareng?? Ah!!!! Secepat inikah aku mencapai cinta sejatiku.

"Hey! Bagaimana?" Dava menyenggol pelan punggung Ve, pemuda itu tersenyum tipis mendapati Ve yang seketika menjadi salah tingkah.

"Gimana yah Dav! Bukannya aku gak mau, tapi aku masih harus bantu-bantu bunda dikantin." Wajah gadis itu terlihat kecewa saat menolak lembut ajakan Dava.
Bukan ini yang ia inginkan, ia tak ingin menolak ajakan Dava, justru Ajakan ini adalah satu harapan gadis ini, tapi apa boleh buat, ia terpaksa menolaknya karena ia masih harus membantu bunda membersihkan kantin.
Ditatapnya pelan wajah tampan Dava, dengan harapan pemuda ini tak marah ataupun menyesal telah mengajaknya untuk mengantarnya pulang.
"Dav, kamu marah?" Tanya Ve ragu, semakin tajam ia menatap pemuda putih itu.

"Untuk apa aku marah," Dava tersenyum tipis membuat hati Ve sedikit lega, "Aku bisa menunggumu."

"Huh!"
Untuk kali kedua Dengan sempurna, Dava membuat Ve terbengong.

"Aku bisa nunggu kamu, selagi kamu bantu-bantu bunda." Dava menjelaskan.

"Tapi.."

"Ayolah Ve, aku mohon!" Diraihnya jemari tangan Ve yang seketika membeku, "Okay! Kalau kamu nolak, itu artinya kamu gak mau jadi sahabat aku." Dihempasnya pelan jemari kurus itu.

"Dava, bukan maksud aku buat nolak ajakan kamu, tapi aku beneran gak bisa." Ve menampakkan wajah bersalahnya, "Maaf!"

"Baiklah!" Dava terlihat beranjak, "Apapun itu, aku tetap menunggumu digerbang!" Iapun berlalu pergi.

Ve menatap punggung Dava yang menjauh, senyuman tipispun melengkung indah di bibir merahnya. "Dava! Terimakasih karena kamu udah mau temenan sama aku."

---
"Dira pulang!"
Pemuda itu terhenti didepan pintu masuk, membungkukkan sedikit badannya untuk membuka tali sepatu yang ia kenakan.

"Kamu udah pulang?"
Suara lembut seseorang membuat Dira mendongakkan wajahnya sebentar, sebelum ia kembali sibuk pada tali sepatunya.

"Bunda sudah menyiapkan makan siang untuk kamu dan Dava." Wanita berusia tigapuluh tujuh tahun itu menatap lembut Dira yang kembali berdiri tegak.

Dira menatap Fany, sang bunda dengan tatapan acuh. "Dira gak lapar!" Ia mencoba beralih, tapi jemari tangan Fany mencoba menahannya.

"Dira!" Fany memutar tubuh Dira hingga berhadapan dengan, wajah wanita berwajah anggun itu seketika cemas saat mendapati wajah pucat Dira, bertambah dengan seragam Dira yang terlihat tak lagi putih.
"Kamu sakit? Kamu gak telat minum obatkan?" Dirabanya perlahan wajah pucat Dira, "Seragam kamu kenapa bisa seperti ini? Kamu.."

"Cukup!" Dira menepis jemari tangan sang bunda kasar, "Gak usah sok khawatir gitu, gue bukan Dava!" Ia menjeda sebentar perkataannya, menahap sinis wajah Khawatir Fany.
"Ah! Dan satu lagi, sebaik apapun lo dan Dava, kalian tetap penghancur bagi gue!"

"DIVARIO!!"

Suara keras sang ayah yang baru tiba membuat Dira menghela nafas berat.
"Sial!" Ia menatap sang ayah yang mendekat, dengan setelan jas hitam, Fandra menghampiri sang istri dan anak.

DivarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang