Dendam

369 30 10
                                    

Author: Qhariesta ^^

mungkin part ini sedikit boring, tapi aku udah berusaha buat ngelanjut walau sedikit mengecewakan nantinya...
Setelah baca... diharap tinggalkan Voment yah....

***
Divario..
Saat ragaku merindu..
Entah kenapa kau justru semakin terasa jauh.

Terangku seakan meredup..
Saat ragamu jauh dariku..
Dan gelapku kembali terang..
Saat engkau..
Ada disini, bersamaku..

Cinta itu menyakitkan..
Awalnya aku tak percaya..
Karena saat aku jatuh cinta, saat itu aku memilikimu..
Tapi semua seakan nyata,
Saat kau jauh dariku..
Yah!
Cinta itu menyakitkan dan sangat menyakitkan.

Aku tak mampu lagi tertawa..
Tersenyumpun terkadang aku lupa..
Aku hanya mampu menangis dan menangis..
Menyesali pilihanku, menjauh darimu..

Divario..
Akankah masih namamu yang kupanggil
Saat aku tak lagi nyata didunia.

Engkaulah terangku engkau pulalah gelapku..

Tertanda
Ve..

Sruutt!!

Vega terhentak saat seseorang menarik kertas yang sedang ditulisnya, ditatapnya lekat Dava yang telah berdiri disampingnya dengan memegang kertas puisi milik Ve.
“Dava! Balikin kertas itu!”
Gadis itu menatap tajam Dava yang terlihat mengeja setiap bait puisi padaa kertas itu.

Pemuda itu tersenyum tipis dan dingin. “Seharusnya nama gue yang lo tulis disini.” Pemuda itu menunjuk nama Dira yang tertera pada puisi itu. “Bukan nama cowok tak berhati seperti Dira.”

“Cukup Dava!” Ve berdiri, menatap geram Dava yang masih menampakkan senyuman sinisnya.
“Sekarang kembalikan kertas itu.”

“Tidak!” Dava menolak kelas, menggelengkan kepalanya dan terduduk diatas meja disamping Ve.
“sebelum lo ganti nama dia dengan nama gue.”

“Dava!” ia mencoba meraih puisi itu, tapi beberapa kalipun ia mencobanya Dava selalu pintar untuk diraihnya. Gadis itu mendengus pelan, pandangannya menatap kesal Dava yang sibuk dengan kertas puisi ditangannya membentuk sebuah pesawat kertas.

Setelah itu, iapun menerbangkan pesawat kertas buatannya itu.
Wuisssh!!

Duupp!

Ve terdiam saat pesawat kertas yang baru saja dilemparkan oleh Dava itu mendarat pada genggaman seseorang.
KEAN??

“Kertas apaan?” Kean melirik Dava sambil melangkahkan kakinya mendekati keduanya.
Ve dan Dava menatapnya tajam.

“Lo baca ajah sendiri, itupun kalau lo gak buta huruf!”
Dava menjawab pertanyaanya dengan jawaban santainya. Melirik Ve sejenak yang berusaha merebut kertas itu dari tangan Kean.

“Kembaliin gak!”
Gadis itu berteriak, mencoba meraih kertas itu yang telah dibaca Kean, “Kean!” ia kembali berteriak, beberapa murid yang berdiam diri dikelas menatap ketiganya tajam.

“Di-Va-Rio!”
Kean membaca barisan pertama pada puisi itu, sebuah nama.
Pemuda itu tersenyum sinis menatap wajah Ve yang berubah sedih.

Gadis itu menunduk dalam diam, hatinya seakan terasa sesak, ia tak ingin siapapun tau tentang isi puisi itu, puisi yang ia buat untuk seseorang yang sangat ia rindukan.

Ia menutup matanya pasrah, saat pendengarannya menangkap setiap barisan puisi buatannya itu dibacakan oleh Kean dengan suara kerasnya.
Ia mendengus pelan, mungkin saat inipun Dira telah mendengar isi puisi itu, dan sekarang pasti pemuda itu telah menertawakan dirinya atas keterpurukannya ini.

DivarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang