Wulan berjalan terburu-buru menuju halaman belakang sekolahnya. Kata Beni saat pelajaran di kelas tadi, kunci seluruh ruangan di sini dipegang oleh penjaga sekolah yang memiliki kelakuan aneh. Pria tua itu gemar duduk di dekat pos satpam usang yang diletakkan di belakang sekolahnya. Sambil sesekali membenarkan tatanan rambut yang berantakan, Wulan terus melangkah hingga berhenti di tempat tujuannya, yakni halaman belakang sekolah.
Benar kata Beni, pria tua itu terlihat sedang duduk bersila di pinggir pos satpam yang berdebu. Dengan langkah cepat, Wulan menghampiri pria itu. Saat kakinya sudah berdiri sempurna di depan kaki bersilang pria itu, Wulan pun memandang sekitar. Halaman belakang ini sangat sepi, tidak ada siswa ataupun orang lain di sini, hanya dirinya bersama si pria tua penjaga sekolah.
Jika dilihat lagi, penampilan pria di hadapannya ini sangat buruk, macam pengemis jalanan. Kaos hitam tipis bolong-bolong, celana tiga perempat yang lusuh, juga bucket hat yang sangat jelek itu menghiasi kepalanya.
Perempuan itu melirik ke dalam pos satpam lama, menemukan satu paku berisi kumpulan kunci yang tergabung dalam satu ring. Itulah yang ia cari dari kemarin!
Tak lama kemudian, penjaga sekolah pun mendongak setelah berjam-jam menunduk sepanjang hari. Ia memperhatikan kaki seseorang di depannya hingga matanya merambat naik untuk dapat melihat langsung wajah Wulan. Pria itu membelalakkan matanya lalu segera berdiri dengan mata berbinar.
"Non, ngapain ke sini? Mau nembak saya, ya?" tanya pria itu antusias.
Wulan mengernyit, gagal paham atas maksud dari kata nembak yang diucapkan penjaga sekolah itu. "Ne-nembak?"
"Iya, Non ke sini mau nembak saya, kan? Ya Tuhan, penantian panjang ini terbayar sudah Hamba-Mu akhirnya dapet jodoh, cantik pula," kata penjaga sekolahnya sambil bersujud.
Gadis itu semakin mengernyit mendengar kata jodoh yang keluar dari mulut penjaga ini. Sambil menunggu penjaga ini selesai bersujud, Wulan berusaha mencerna setiap kata yang diucapkan pria tua si penjaga bangunan sekolah. Pada akhirnya ia mulai mengerti. Rupanya penjaga ini datang ke halaman belakang sekolah yang selalu sepi karena berdoa meminta jodoh.
Pantas saja tadi Beni menjelaskan keanehan pria di depannya itu sambil bergidik, ternyata ini penyebabnya. Pria tua itu jones. Kali ini Wulan yang bergidik ngeri. Wulan tidak mau berjodoh dengan penjaga sekolah. Dia, kan, belum cukup umur untuk berjodoh, apalagi jodohnya sudah tua. Ucapkan selamat tinggal sajalah.
"Bukan, Pak. Bapak ini penjaga yang pegang kunci semua ruangan di sekolah, kan? Kalo bener, saya mau tanya sesuatu." Lebih baik Wulan menjelaskan daripada terjadi kesalahpahaman.
Seketika setelah bersujud, muka bapak penjaga menjadi kecut, tidak sumringah seperti tadi. Terlanjur ia senang karena yang dinantikan telah datang, rupanya bukan jodoh.
Kemudian si penjaga berjalan masuk ke dalam pos satpam, membenarkan posisi duduknya, sementara Wulan masih tetap berdiri di bagian luar pos satpam tua itu. Ia tadi melihat banyak debu di dalam, jadi dia tidak ada niat sedikit pun untuk melangkahkan kakinya ke dalam.
Sang penjaga di dalam pos itu kemudian memainkan kunci-kunci yang tergantung di paku. "Kenalin, nama saya Bejo, tapi biasa dipanggil Leonardo DiCaprio. Mau tanya apa, Non?" tanya si pria tua.
Alis Wulan langsung menekuk dengan sendirinya atas perkenalan itu. Dari mana Bejo bisa menyambung ke Leonardo? Wajah dekil seperti milik Bapak Bejo jika disandingkan dengan aktor Titanic itu layaknya Chanel disejajarkan dengan Walmart-beda jauh.
Gadis manis itu membenarkan seragamnya, beralih pada rambutnya, dan mengatur napasnya. "Pak Be-maksudku Pak Leo, bapak tahu gudang deket parkiran itu, nggak? Aku mau tanya, kenapa gudangnya kekunci?" tanya Wulan dengan sangat hati-hati.
Pak Bejo melotot, ia segera bangkit berdiri mendekati Wulan yang sangat ketakutan. Dirinya pasti akan mendapat omelan kasar dari penjaga sekolah tengil ini. Namun, bagaimanapun respons yang diterima, Wulan harus mendapatkan kunci untuk membuka pintu misterius itu. Pikirannya sangat kacau perihal gudang sekolah tersebut, bahkan kemarin malam ia tidak bisa tidur.
Beni tadi bilang bahwa Pak Bejo sering memberikan wejangan tidak bermutu kepada para murid yang meminta saran-baik dalam hal pendidikan, pendapat, hingga percintaan. Contohnya saja ketika ada lelaki yang sedang merajuk dengan perempuannya, Pak Bejo malah memberi nasihat agar lelaki itu ngapel ke rumah pacar sambil membawa parsel bawang putih. Apa dia pikir orang tuanya makhluk sejenis vampir?
Wulan harus menyiapkan telinga setebal mungkin untuk wejangan tersebut. Siapa tahu Pak Bejo akan menasihatinya juga.
"Maaf, Non, saya nggak bisa kasih tahu. Pak Leo kasih telo aja, ya?" ujar Pak Bejo.
Lagi, Wulan gagal paham. "Maksudnya, Pak?"
Alih-alih menjawab, Pak Bejo menghentakkan kaki kesal layaknya anak ABG. Perempuan di hadapannya malah semakin garuk-garuk kepalanya. Gadis manis itu memang bisa disebut sebagai anak cerdas. Hampir seluruh tebak-tebakan ngawur dari teman SMP-nya dulu bisa ia jawab dengan mudah. Akan tetapi, tentang lawakan Pak Bejo tadi, ia tidak bisa mencerna secara langsung.
Mata Wulan terus meminta penjelasan tentang maksud perkataan Pak Bejo. "Aku nggak tahu Pak Be-Pak Leo ngomong apa." Wulan memasang wajah lugu.
Pak Bejo menghela napasnya, menyiapkan sepatah dua kata untuk diberikan pada anak perempuan asing yang baru saja ia kira jodohnya. "Saya nggak bisa kasih tahu, Non. Itu rahasia negara," ucapnya halus.
"Kira-kira, nih, Pak Bejo tahu nggak isi gudang itu apa aja?" tanya Wulan, berusaha mengorek lebih lanjut.
"Wah, saya juga kurang tahu. Pak Kepsek bilang, nggak boleh ada yang tahu gudang itu isinya apa. Wong saya yang pegang kunci aja nggak tahu, Non."
Kepala Sekolah.
Wulan pernah melihat Kepala Sekolah, hanya sekilas, saat kemarin hampir terlambat. Ia tidak sepenuhnya ingat detail wajah Pak Kepsek, tapi yang dia tahu, pria itu masih sangat muda untuk mendapat gelar sebagai Kepala Sekolah. Menurut Wulan, pria itu cocoknya menjadi guru seni supaya ia dan murid lainnya dapat memandangi sebuah keindahan yang telah diciptakan Tuhan.
Dulu di sekolah lamanya, ada guru tampan nan rupawan yang mengajar Seni Rupa. Indah, itulah satu kata yang dapat mewakili setiap jengkal wajah gurunya. Kumis tipis, rambut klimis, senyum manis, seakan-akan mampu menghipnotis mata para gadis yang menatapnya.
Begitu pula dengan Wulan. Walau tingkahnya macam si upik jantan, tapi dia tetap dapat merasakan yang namanya suka terhadap lawan jenis.
"Tapi, Non, rahasia itu bukan sekadar rahasia biasa. Jangan berpikir kalo di dalam gudang itu ada selingkuhan Kepsek, naskah UN, atau peti emas bersejarah. Bukan itu semua. Jadi, kalo Nona manis ini pengin kunci gudang, maaf, saya nggak bisa kasih. Sekian, terima kasih."
Pidato Pak Bejo yang sangat panjang lebar membuat gadis itu melotot, sedetik kemudian ia menyipitkan matanya ke arah Pak Bejo. Pria itu sangat aneh, seperti orang yang dapat membaca pikiran orang lain.
×××
Semoga kalian suka cerita ini
Terima kasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Adventure[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...