Si pirang pun segera turun ke kolam untuk mengambil sesuatu berwarna merah itu. Usai mendapatkan benda itu, Beni kembali ke tempat semula, memberikan batu merah tersebut kepada Wulan, Ari, dan James untuk ditelaah lebih lanjut. Empat bocah itu kemudian memasang wajah bingung. Ada satu pertanyaan yag sama di pikiran remaja SMA itu.
Apakah ini alamas selanjutnya?
Tuk tuk tuk
Suara ketukan mikrofon itu datang lagi.
"Halo! Suara Langit yang cantik kesayangan Tyler dan Josh ini datang lagi untuk menghibur kalian! Gimana masa SMA kalian? Menyenangkan? Tentu aja, dong, Suara Langit, kan, pin—"
"Sungit, diam." Seseorang menginterupsi ocehan Sungit. "Gimana? Kalian udah dapet alamasnya?"
Secara ajaib, batu merah mengilap yang tadinya ada di tangan James langsung terangkat, tepat ke langit biru di atas mereka.
"Tuan Joseph, sebenernya kita cari alamas itu untuk apa?" tanya Beni menatap ruang luas di atasnya.
Ari dan James pun ikut mendongak, membenarkan pertanyaan Beni. Mereka berdua sangat penasaran perihal tujuan Suara Langit dan Tuan Josepg yang menyuruh keemoat remaja itu mencari alamas. Apakah untuk sebuah misi rahasia? Apakah alamas-alamas tersebut akan digunakan untuk membangkitkan robot ciptaan ilmuwan yang sudah meninggal? Apa mungkin alamas itu akan dibuang ke sebuah sungai untuk membentuk pelangi?
Karena yang mereka tahu, warna mengilap dari alamas itu sama seperti warna pelangi. Waktu itu hijau, biru, dan sekarang malah merah. Mungkin dalam perjalanan selanjutnya mereka akan menemukan alamas kuning. Kalau tidak salah kira, sih.
Setelah bermenit-menit menunggu, Suara Langit atau Tuan Joseph tidak memberikan balasan. Itu artinya mereka berdua tidak suka terhadap pertanyaan aneh tersebut.
Semakin membiarkan suasana berjalan hening, Wulan kembali menyesali semuanya. Ia memandang satu demu satu muka teman-temannya yang sangat kelihatan lelah. Memang, sih, mereka tidak melontarkan keluhan, tapi hal itu tetap membuat Wulan dihantui rasa bersalah.
"Mungkin, maaf dariku nggak akan bantu kalian keluar dari sini," gumam perempuan itu.
Gumaman tersebut memang tidak akan sampai ke telinga Ari atau James, tapi Beni dapat mendengarnya dengan sangat jelas berhubung ia duduk tepat di samping Wulan.
Beni pun menunduk, mengikuti arah mata Wulan yang memandang kolam. "Bukan salahmu, Wulan." Kemudian Beni tersenyum.
"Eh, Ben, aku sama Ari ke kantin dulu, ya? Laper, nih!" cerocos James sambil menarik tangan Ari, membuat Beni menengadah sejenak untuk mengangguk.
Setelah dua lelaki itu menghilang dari pandangan, Beni kembali memperhatikan Wulan yang masih murung di tempatnya.
"Udah, Wulan. Rasa bersalahmu itu nggak sebanding dengan perjalanan yang seru ini!" Beni mengepalkan jarinya dengan penuh semangat.
Wulan mengangkat kepala, memandang Beni yang tersenyum lebar ke arahnya. Penglihatannya kemudian turun ke arah kolam, memperhatikan separuh kakinya telah tenggelam ke kolam keruh bersamaan dengan kaki Beni.
"Beni, mumpung kita cuma berdua, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Wulan mulai angkat bicara.
Beni menoleh cepat. Mata mereka bertemu selama beberapa saat kemudian lekas berpaling ke segala objek di sekitar mereka.
"Mau ngomong apa?" tanya Beni.
"Secara pribadi, aku sedih karena kamu suka sama Bulan. Aku sedikit ... entahlah, mungkin cemburu."
Pernyataan penuh ragu itu pun membuat Beni tidak dapat mengendalikan pikirannya. Ia senang, tentu saja. Namun, di sisi lain ada sosok Ari yang tiba-tiba membayanginya.
"Aku bisa meramalkan kalau kamu belum move on dari Bulan. Iya, aku sadar hal itu, tapi aku nggak bisa nahan untuk ngomong ke kamu bahwa," terdapat jeda bagi Wulan untuk menghela napas, "I love you more than I love Josh Dun." Wulan lalu menyunggingkan senyum lebarnya.
Beni meneguk ludah secara dramatis. Sedari Wulan berkata begitu, Beni seolah tidak dapat mengatur detak jantung ataupun deru napasnya. Semua seakan-akan terlalu buru-buru. Ia juga tidak pernah menyangka bahwa Wulan bisa membandingkan antara cintanya pada tokoh idola dengan tokoh di dunia nyata.
Wulan menarik napas dalam-dalam. Hatinya telah puas saat mengatakan unek-uneknya secara langsung. Ia sengaja memakai bahasa Inggris. Karena bila dipikirkan masak-masak, kalimat puitis ala Sapardi Joko Damono akan turun pamor jika Wulan yang melafalkannya.
"Aku juga suka kamu." Senyum Beni kemudian mengembang, memperlihatkan kedua lesung pipinya.
×××
Oke
Penembakan ini nggak lebay kan?
Nggak dong
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Adventure[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...