28: Wulan Selamat

898 42 0
                                    

Kepala Wulan menoleh cepat ke bawah, melihat sekumpulan orang berkuda juga bersenjata, ada pula teman-temannya—Beni, James, Ari—yang ikut berdiri tegak di sebelah Raja Sua. Pangeran Gordon bersama Putri Bulan pun turut serta dilengkapi dengan busur dan anak panahnya.

Kini Ratu Beri yang meneguk salivanya. Dulu ia pernah diperlakukan seperti ini, tepat ketika Ratu Keda telah tiada, menyebabkan istananya hancur sehingga tinggal kepingan-kepingan saja. Di zaman sekarang kejadian tersebut terulang lagi, tapi Ratu tidak boleh takut. Melenyapkan sang Putri adalah tujuan hidup yang sebenarnya, harus terlaksana meski halangan terus menghadang.

"Hei, Ratu Beri! Lepaskan Anakku!" perintah Raja Sua tegas. "Apa yang sebenarnya kau inginkan dari Kerajaanku?" tanyanya.

Alih-alih menjawab, Ratu pun menyeringai. "Aku tidak ingin apapun dari Kerajaanmu!" Matanya kemudian mengarah pada Wulan yang sedang terbaring lemah. "Aku hanya menginginkan anak Keda mati dan aku akan hidup dengan tenang!"

Kontan pasukan Kerajaan Huha tertawa lantang, membuat Ratu Beri dongkol. Mengapa mereka tidak takut terhadap ancamannya? Tidak hanya pasukan, Raja pun ikut tertawa, disusul oleh Beni, James, serta Pangeran dan Putri. Berbeda dengan Ari yang sekarang bergelayutan di lengan Beni, merengek manja usai memandang ke atas, tempat Wulan hendak dienyahkan.

"Ben, kenapa orang-orang malah ketawa? Wulan di sana kesakitan, Ben!"

Beni mengibas tangannya ke muka Ari. "Itu bagian dari rencana, Ri," bisiknya.

Gelak tawa itu semakin menjadi membuat Ratu Beri jengkel. Matana tiba-tiba menangkap sosok Pangeran Gordon yang kabarnya akan menikahi sang Putri, tapi laki-laki itu tidak memasang ekspresi cemas setelah melihat calon istrinya akan mati.

Tanpa membuang waktu lagi, dia kembali fokus pada targetnya, "Putri Bulan" yang sekarang memejamkan kedua matanya. Ia menyeringai lebar sambil mendekatkan kapaknya ke kulit leher Wulan yang sudah mengalirkan darah segar. Tinggal geser sekali lagi, maka kepalanya akan terpisah dari bagian tubuh lainnya.

"Tolongin aku," lirih Wulan mungkin untuk yang terakhir kalinya.

Gadis itu menarik ujung roknya, menahan sakit yang tak tertahankan akibat goresan kapak perak di genggaman Ratu. Darah segar mulai mengalir lagi dari kulitnya, membuat seluruh orang yang berada di bawah reruntuhan bangunan mulai panik.

Ratu itu benar-benar membunuh orang yang salah. Raja Sua pun ikut gelisah, begitu pula dengan teman-teman Wulan, serta Pangeran dan Putri.

Sedikit lagi, urat nadi yang terlindung di balik kulit Wulan akan putus. Ia tidak menyangka bahwa kematian akan menjemputnya secepat ini. Ia masih muda belia, punya harapan tinggi terhadap masa depan, juga meninggalkan kesan manis di kehidupan banyak orang. Namun, sayangnya Tri Wulan harus pergi tanpa mampu berpamitan kepada orang-orang yang ia sayangi.

Tiada lagi Tri Wulan; orang dengan tingkat penasaran sangat tinggi, perempuan tangguh dan sangar, anak manusia yang berjiwa bebas.

Orang-orang andalan Kerajaan Huha tidak sanggup melakukan perlawanan. Beni, Ari, juga James merengkuh bahu satu sama lain, menyaksikan Wulan tidak bernyawa di hadapan mereka langsung.

"Beni, apa ini juga bagian dari rencana?" tanya Ari dengan berat hati. "Apa Wulan mati juga bagian dari rencana, Ben?"

Beni hanya bisa mengeratkan rangkulannya, tidak ingin menjawab apapun, sementara James tidak berhenti menangis di dalam dekapan Ari. Senakal apapun Wulan selama beberapa hari ini, James tetap menganggapnya sebagai teman terunik yang pernah ia temui.

Tidak akan ada lagi yang namanya Tri Wulan, si upik jantan dari SMP Frank Angel. Meski gadis itu telah bereinkarnasi, ia tidak akan mungkin menjadi pribadi yang sama.

Tuk tuk tuk

Momen dukacita itu tiba-tiba terusik karena suara dari langit. Kepala Wulan yang tinggal setengah sabit akan terlepas jadi berhenti secara mendadak.

"Siapa itu?" teriak Ratu Beri menyapu pandang ke halaman istananya.

Terdengar kekehan untuk beberapa saat. "Eh, maaf ganggu. Aku Suara Langit, penulis skrip. Kayaknya di sini ada kesalahan skenario, deh. Aku mesti ubah dulu."

Suara mikrofon diketuk pun muncul. Kaki Ratu Beri mendadak mengeluarkan asap, menjalar perlahan ke atas hingga berhenti di bagian leher. "Maaf, ya, Ratu Beri, aku mau ilangin kamu dulu," ucap Suara Langit diakhiri kekehan cemprengnya.

Dengan begitu, asap tebal merambat secara cepat menutupi seluruh tubuh Ratu Beri dan hilang diembus angin. Tidak hanya itu, kepala Wulan yang tadi hampir putus, kini kembali ke posisi semula.

"Maaf, ya, udah ganggu momen sendu kalian. Setelah aku pikir-pikir, matiin tokoh utama di awal acara malah bikin hidupku rumit," oceh Suara Langit, "Sekali lagi, aku, Suara Langit, meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada kalian."

Mereka—semua orang di halaman istana Ratu Beri—tidak tahu harus berkata apa. Ingin memaki suara aneh itu, tapi berkat suara itulah Wulan bisa selamat. Ingin mengucap syukur, tapi suara itu pula yang mengakibatkan jantung mereka melompat tak karuan.

Beni kemudian berlari menaiki tangga batu, disusul oleh James dan Ari. Mereka sangat ingin melihat keadaan Wulan. Apakah gadis itu baik-baik saja? Apakah gadis itu mengalami luka yang serius? Semua pertanyaan tersebut langsung terjawab usai mereka berdiri di sisi batu pembaringan, tempat Wulan masih terikat kuat dengan mata yang terpejam.

Mereka pelan-pelan melepaskan setiap tali yang melilit tubuh mungil Wulan. Sesudah tubuhnya bebas, bocah-bocah lelaki itu menghirup oksigen banyak-banyak lalu mengembuskannya perlahan.

"Wulan," ucap ketiganya serempak.

Mendengar suara familier tersebut, Wulan membuka matanya ragu-ragu. Dilihatnya tiga anak yang sedang berdiri cemas di sisi kasurnya.

Wulan mengerjapkan matanya beberapa kali hingga pandangannya menjadi jelas. "Ben, Mes, Ri, aku nggak lagi ada di surga, kan?" tanyanya tidak yakin.

Ketiganya menggeleng pasti. "Nggak, Wulan."

Wulan berdiri, menatap satu per satu wajah teman-teman barunya. "Ternyata bener. Aku belum masuk surga. Surga nggak mungkin punya penghuni yang bermuka iblis macam kalian," guraunya, "makasih karena kalian udah mau ke sini." Senyumnya lalu muncul, menyiratkan sebuah kelegaan.

Para prajurit Huha pun bersorak riang. Kembaran Putri Bulan tidak jadi meninggal, Ratu Beri telah hilang secara ajaib, dan lagi mereka tidak perlu capek mengurus kekejian Ratu itu. Mereka bisa membubarkan diri sekarang, kecuali Raja Sua, Pangeran, dan Putri yang tetap berdiri di bawah, menunggu keempat anak itu turun.

Wulan kemudian memperhatikan sekeliling kasur batunya, berkedip sesaat ketika menangkap sesuatu yang berkilau di dekat kaki Ari. Batu aneh berwarna biru.

Dengan penuh kebimbangan, ia pun mengambil benda itu lalu ditunjukkan kepada ketiga temannya. "Ini apa?" tanyanya bingung.

Tuk tuk tuk

Suara itu hadir lagi. "Eh, maaf, ya! Aku ke sini lagi cuma mau ngambil alamas yang kalian pegang."

Entah mengapa, suara dari langit kali ini terdengar sangat memuakkan di telinga bocah-bocah tersebut.

×××

Apakah ada yang bertanya tentang sosok Suara Langit sebenarnya dalam cerita ini?

Nggak ada ya?

Yaweslah

Gudang SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang