"Tapi aku gak bisa renang, kan, baru tadi diajarin," ucap Wulan.
"Aku bisa renang, tapi nggak bisa nyelam," kata Ari lalu memberikan cengirannya.
James yang siap menolak pun memberi senyum bodoh. "Kalo aku, sih, nggak, deh. Nanti kalo aku ketahuan malah diwawancarai yang macem-macem."
Mereka sedang membicarakan tentang siapa yang akan mengambil secara diam-diam alamas hijau itu. Beni yang mendengar penolakan dari ketiga temannya hanya bisa mendengus sebal.
Sudah terdeteksi bahwa dirinyalah yang akan turun tangan. Susah juga jadi orang yang serba bisa.
Bermenit-menit sudah dilalui hanya dengan berpikir, akhirnya Beni mendesah pasrah lalu segera menenggelamkan diri ke air menuju tepian danau tempat mahkota itu tergeletak. Ia pun mengerem tubuhnya ketika merasa sudah sampai di tempat yang dituju. Saat kepalanya menyembul ke permukaan, Beni langsung diberikan pemandangan yang sangat indah. Demi Lovato ada di sana, bersama beberapa temannya yang tampak asing bagi Beni.
"Demi dari sini bener-bener cantik, kayak Mama," gumamnya kagum.
"Oh, ngono toh, Mbak? Terus piye kabare keluargane sampeyan? Apik?" ("Oh, begitu ya, Mbak? Lalu, bagaimana kabar keluargamu? Baik?")
Beni mengerjap dramatis ketika kalimat tersebut keluar mulus dari bibir seorang Demi Lovato. Masa iya orang bule bisa bicara menggunakan bahasa Jawa yang sangat medok? Ini aneh, sungguh! Anak tak berambut itu langsung menggeleng, menepis pikiran buruknya, meneguhkan bahwa pendengarannya mulai rusak karena terlalu lama menyelam.
"Kabarku apik, Mbak. Cuma, yo, ngono kuwi, duitku entek digawe tuku simpenan emas." ("Kabarku baik, Mbak. Cuma, ya, begitulah, uang habis untuk beli simpanan emas.")
"Yo ojok tuku emas tok, toh, Mbak, tuku mangan pisan. Moso iyo anak karo bojomu dikei mangan emas? Sido mrotoli untune." ("Ya jangan beli emas saja, Mbak, beli makan juga. Masa anak dan suamimu dikasih makan emas? Bisa rontok giginya.")
Kali ini, ia yakin bahwa bukan kupingnya yang rusak, melainkan dunia ini sudah keliru. Demi di sini hanyalah bagian dari skenario Sungit. Lebih tepatnya, Demi yang sekarang sedang ia amati adalah Demi palsu.
Melihat Beni yang bengong di pinggir, Ari dan James melambaikan tangan mereka, berupaya menyadarkan si Botak dari lamunan, sementara Wulan memperhatikan keadaan sekitar, sambil menggenggam eceng gondok.
Ya, eceng gondok yang tadi berada di tangan James dan Ari kini menjadi tanggung jawab Wulan.
Kata James, "Simpen aja, siapa tahu berguna untuk mencerdaskan kehidupan bangsa."
Sadar akan kode yang diberikan James dan Ari, Beni segera bergerak cepat untuk mengambil mahkota itu.
"Eh, iku sopo, toh? Kok, gundul koyok tuyul?" Seseorang berbicara ketika mahkota berhiaskan permata itu telah berada di tangan Beni.
Ia pun lekas menyelam ke dalam danau dengan arah yang tak tentu. Keberadaan kaki para bule itu membuatnya hilang konsentrasi. Pasalnya, beberapa pasang kaki tersebut tampak sangat mulus di dalam air sehingga menggodanya untuk berhenti sejenak. Baru saja diam, matanya membulat saat menangkap sebuah keanehan, yakni terdapat gua tidak jauh dari tempatnya berhenti.
Teringatlah ia akan mahkota yang harus diserahkan kepada Sungit. Tanpa pikir panjang, Beni menghampiri teman-temannya, memberitahukan bahwa ia sudah mendapatkan mahkota dengan keadaan tertangkap basah, tidak lupa pula memberitahukan keberadaan gua tadi, dan menyuruh mereka supaya segera menyelam.
James dan Ari pun menuruti perintah Beni, tapi tidak dengan Wulan. Perempuan itu masih diam menyandar pada batu seraya memilin daun-daun eceng gondok. Ia sedang kesal; mengapa teman-temannya masih tidak menyadari bahwa Wulan belum mahir berenang? Daun yang sudah keriting itu dilempar ke danau secara asal oleh Wulan.
Sadar akan hilangnya satu teman, Beni yang tinggal beberapa senti lagi akan masuk ke gua, kontan memutar arah kembali ke batu tinggi tadi. Dilihatnya Wulan mengerucutkan bibir, membuatnya menggeleng kesal.
"Wulan, ayo!" ajaknya, tapi Wulan tidak merespons. "James sama Ari udah di gua. Ayo!" katanya lagi.
Lelaki itu mendekati Wulan, memandangnya heran. "Kenapa, sih, Lan?" tanyanya.
Bibir Wulan mencebik. "Aku nggak bisa renang."
Beni mengelus kepala polosnya saat mendengar pengakuan gadis di sampingnya. Pemuda itu lupa satu hal; Wulan memang tidak bisa renang, maka dari itu ia meminta kepada Beni supaya diajari caranya berenang.
"Maaf, deh, a—" Ucapan Beni dipotong oleh seseorang.
"Eh, iku, kan, tuyul sing mau. Tibakno tuyul iso duwe pacar, tapi jek ayuan aku." ("Eh, itu kan tuyul yang tadi. Ternyata tuyul bisa punya pacar, tapi masih cantikan aku.")
Gawat.
Ketika menoleh, ia mendapati Demi sedang berbisik kepada teman-temannya, membicarakan Beni dan Wulan yang tampak seperti orang pacaran. Ia segera menancapkan mahkota bermata hijau tersebut ke kepala Wulan lalu menariknya ke dalam air.
Namun, di tengah perjalanan, Beni menemukan sebuah kejanggalan terjadi pada diri Wulan. Awalnya tangan Wulan ditarik oleh Beni, tapi tiba-tiba ia melepaskan pegangannya dan berenang mendahului Beni.
Sesampainya di gua, gadis itu memberikan senyum kepada James dan Ari yang sedang duduk menyandar dinding gua. Beni kemudian datang membawa eceng gondok, beberapa saat setelah Wulan mengibaskan rambutnya yang terurai.
Kondisi di gua ini sangat kering, tidak lembap, dan mencurigakan—seperti ada sekat tak terlihat yang memisahkan antara danau dengan gua ini.
×××
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Abenteuer[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...