Sekarang Beni telah berada di pinggir kolam bersama dua gayung besar yang ia ambil dari kamar mandi. Sebenarnya ia ingin menggunakan penyaring untuk mengambil ikan-ikan, tapi ia tidak tahu tempat penyaring berada. Ia terpaksa mematuhi perintah guru BK daripada membantah. Hasilnya akan menjadi runyam bila Beni beradu mulut dengan wanita tersebut.
Satu gayung dipakainya untuk menampung ikan, sementara yang lain digunakan untuk membuang air kolam ke rerumputan. Bila diperhatikan lagi ia malah tampak bagaikan anak kecil yang sedang buang air besar sambil mainan air.
"Aduh!" pekik Beni saat kepalanya mendadak terantuk sesuatu.
Beni menoleh ke belakang, mendapati seseorang berdiri tidak jauh dari tempatnya dengan tangan yang menggenggam beberapa kerikil. "Ari, kamu ngapain, sih, lempar-lempar batu ke kepala orang?"
Tadinya Ari melongo, tapi setelah menyadari pandangan Beni tertuju padanya, sebuah cengiran lebar pun ia lemparkan. Ari kemudian menghampiri Beni, duduk di sampingnya sambil melemparkan kerikil ke kolam. Kini mereka berdua bagaikan sepasang kekasih yang sedang buang air besar di pinggir kali.
Ari lalu bercerita kepada Beni mengenai keluh kesahnya selama di kelas baru. Tentang Brei—si manis pujaan hati Ari yang baru—hingga ia diusir dari kelas oleh guru ramping galak. Ia mengungkapkan bahwa ia ingin memacari Brei meski baru beberapa menit bertemu, melupakan patah hatinya karena ditolak Wulan.
Hal tersebut tentu saja sangat menyenangkan bagi Beni. Jika Ari benar-benar menjalin hubungan dengan perempuan itu, maka Beni pun memiliki banyak kesempatan untuk mendekati Wulan. Ia tidak perlu mendapat julukan "tukang tikung" dari teman-temannya, terutama dari Ari. Bibir Beni perlahan mengeluarkan senyum tipis sebagai ungkapan kebahagiaannya.
"Masalahnya, nih, Ben, kalau aku deketin Brei, aku nggak mau kehilangan Wulan. Gimana, dong?"
Senyum Beni yang mengembang sempurna perlahan memudar. Ia baru saja mengkhayal bagaimana jadinya bila Wulan benar-benar membalas rasa sukanya.
"Itu namanya serakah, bego." Beni pun mencipratkan air kolam ke arah Ari.
"Eh, Beni, Ari. Kok, kalian ada di sini?" tanya seseorang.
Kontan Beni dan Ari menoleh, menemukan sosok yang sangat familier di mata mereka, yakni Wulan juga James. "Eh, ada Wulan cantik sama siput laut," sapa Ari genit.
James langsung menjitak kepala Ari saat berada di sampingnya. Wulan pun mengambil tempat di samping Beni, memandang air kolam dengan kerutan di dahinya.
"Kalian berdua lagi ngapain di sini?" tanyanya sembari menggaruk tengkuknya.
"Bersihin kolam, disuruh guru BK. Nah, kalau Ari, diusir dari kelas," jawab si kepala pirang disambut tawa mengejek dari James.
Empat sekawan itu akhirnya dipertemukan lagi di pinggir kolam. Jika biasanya anak SMA menongkrongi kedai elite selama berjam-jam, maka pilihan para remaja itu anti-mainstream. Batu tepi kolam memang tidak menarik, apalagi indah dipandang, tapi bagi anak-anak itu, apapun akan menjadi luar biasa bila bersama-sama.
Mereka tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk sekadar membayar kopi panas beragam rasa atau makanan yang ukurannya hanya seupil. Dengan air keruh kolam serta kerikil yang Ari bagikan pada Wulan dan James, mereka dapat mengubah semuanya menjadi seru.
Ketiganya sedang merecoki pekerjaan Beni membersihkan kolam. Mereka tidak ingin lelaki pirang itu terlalu taat pada hukuman dari guru BK. Itu menjadikan dirinya tidak seperti Beni yang mereka kenal.
Lagi pula apa untungnya membersihkan fasilitas sekolah yang tidak jelas asal-usulnya? Selama melaksanakan hukuman pun ia tidak menemukan seseorang yang ditugaskan untuk mengawasi dirinya.
"Ben, kolamnya, kok, ada merah-merah, gitu?" tunjuk Wulan pada sebuah objek di dalam air.
×××
Pendek banget ya ampun
Maaf ya :)))))
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Adventure[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...