24: Gagal Gitar

1K 50 0
                                    

Bulan dan Pangeran Gordon telah kembali ke Kerajaan Huha usai mengantarkan Wulan dan kawan-kawan ke perbatasan kerajaan, tepatnya hutan belantara yang kini tengah ditelusuri oleh empat bocah itu. Langit malam pun tanpa disadari sudah menaungi perjalanan mereka.

Wulan heran terhadap Kerajaan Huha; terdapat embel-embel "kerajaan" di sana, tapi mereka memiliki pola hidup yang tidak sesuai dengan drama kolosal di televisi. Wulan pernah menonton salah satu di antara deretan sinema tersebut, itupun terpaksa karena papanya menganggap bahwa serial bertemakan kejayaan masa lalu penting untuk diingat serta dikenang.

Jika tokoh raja di dalam serial tersebut mengenakan pakaian serba berat dan ribet, maka keadaan sebaliknya menimpa Raja Sua. Seingat Wulan, baju panjang semata kaki yang melekat di tubuh ayah Bulan terkesan praktis juga ringan, terbuat dari bahan lembut, dan hangat.

Tokoh sang putri pun begitu. Wulan merasa pakaian Bulan terlalu simpel. Gaun putih selutut, tanpa alas kaki, dengan rambut panjang yang terurai lurus. Seharusnya Bulan memakai kebaya, kain batik panjang, rambutnya disanggul rapi, pokoknya tampak seperti Kartini. Wulan ingat betul bagaimana mama menyuruhnya untuk terlihat anggun—tidak kelayapan, gemar memasak, sering memakai rok kalau bepergian—bagai pahlawan wanita itu.

Namun, ya, begitulah Wulan. Ia memang keras kepala.

Omong-omong pakaian kerajaan, Wulan ingat sesuatu tentang dirinya. "Temen-temen," panggilnya.

Serentak tiga pemuda itu menoleh. "Apa?"

"Kayaknya aku kehilangan sesuatu yang penting." Wulan mengecek tampilannya dari bagian dada sampai kaki.

James mendengus. "Apa, sih, Lan? Kita di sini udah punya Beni."

"Diem!" bentak Wulan sembari tetap memperhatikan tubuhnya. "Itu masalahnya. Kayaknya bajuku tadi nggak kayak gini," katanya datar.

James ingin membenarkan ucapan Wulan, tapi Beni dan Ari lekas membekap mulutnya sehingga matanya melotot meminta pertolongan.

"Masa, sih, Lan?" tanya Beni tetap menempelkan tapaknya pada mulut James.

"Kayaknya nggak, deh, Lan. Kamu masih cantik, kok! Beneran!" sanggah Ari.

Setelah melintasi tepi perbatasan itu, ketiganya memang telah sadar tentang gaun milik Bulan yang masih membalut tubuh kecil Wulan. Namun, karena Ari ingin tetap melihat kecantikan gadis itu saat memakai gaun, ia pun mengusulkan kepada James dan Beni supaya tidak mengingatkan Wulan.

Beni, sih, mau-mau saja. Masalahnya adalah James tidak mau berkompromi demi kebahagiaan sohibnya. Jadi ketika Wulan bertanya demikian, ia terus berusaha menjabarkan kepada teman perempuannya bahwa kaus serta celana belel kesayangannya masih berada di tubuh Bulan.

Gadis itu menggaruk tengkuknya kemudian mengangguk pelan. "Kalian beneran, kan? Aku nggak kehilangan sesuatu, kan?" tanyanya tidak yakin.

Tangan Beni dan Ari terlepas dari mulut James lalu mengangguk keras. "Iya!" sorak mereka.

"La—" Ucapan James dipotong karena kakinya diinjak Beni dan Ari.

Wulan penasaran kepada dua lelaki yang kelihatan menyiksa James. Apa maksud mereka membuat satu temannya begitu tertindas. Walaupun James sering berperilaku tidak normal, ia tetap manusia yang harus mendapat perbuatan baik.

"Mes, kamu mau ngomong apa?" tanya Wulan halus.

James membuka mulutnya, tapi segera disergah Ari. "Wulan, James lagi laper. Jadi, dari tadi dia ngeluh pengin makan. Kamu nggak punya makanan, Wul?"

"Oh, laper. Aku juga sama kayak kamu, Mes." Hanya itu yang dapat Wulan utarakan.

Telah jauh melangkah, mereka pun memilih duduk di pinggiran sungai karena sangat lelah berjalan. Satu per satu dari mereka mencuci muka, bermaksud menghilangkan penat. Setelah membasuh, mereka berkumpul agak jauh dari tepi sungai, memegang perut masing-masing yang sudah melantunkan musik kelaparan.

Gudang SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang