Setelah Ari menceritakan kisah masa lalunya, mereka pun melanjutkan perjalanan. TK Surya itu telah jauh dari langkah mereka masing-masing. Karena jalanan yang dilewati sangat lebar, maka keempat remaja itu menyejajarkan diri mereka sehingga jalanan beraspal tersebut menjadi penuh.
Wulan pikir setelah melintasi jalanan lebar ini, ia dan teman-teman akan kembali ke rumah masing-masing. Mungkin, setidaknya mereka akan balik ke gudang sekolah lalu berjalan mengendap-endap supaya dapat pulang ke rumah. Selepas itu, mereka akan melupakan semuanya dan menjalani kehidupan normal lagi.
Nyatanya salah.
Langkah empat orang itu mendadak berhenti di tengah-tengah lahan kosong di dalam hutan yang dipenuhi pohon jati yang menjulang tinggi.
"Ini kita ke mana lagi, ya Tuhan? Anak-Mu yang lemah ini sudah lelah jalan. Kaki ini rasanya pengin pedicure, deh," keluh James sambil berlutut menghadap pohon-pohon di depannya.
Ketiga remaja yang lainnya malah sibuk mengamati kondisi sekeliling. Pohon, semak, tanaman liar, lembap; itulah yang dilihat oleh mereka semua. James, Ari, dan Wulan bergidik ngeri melihat betapa seramnya tempat ini, kecuali Beni. Anak muda berkepala polos itu benar-benar datar, sama seperti kepalanya; mulus, halus, dan bebas hambatan.
Wulan kemudian mendekati sebuah gua yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Dari impresi pertama, gadis itu semakin menekuk wajahnya. Gua gelap ini sama sekali tidak menyenangkan untuk sekadar dipandang. Terdapat sebuah obor kecil yang menempel pada dinding luar gua, membuat Wulan berpikir buruk mengenai betapa berbahanya situasi di dalam sana.
"Oke, fix, ini kita kesasar di dalem buku kancil bego itu! Ya Tuhan, pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku," cerocos James, tapi tak ada satupun dari temannya yang mendengar ucapannya.
Mereka sibuk pada dunia lamunan masing-masing. Tentang Ari yang hanya jalan dari TK Surya bisa sampai di hutan; cara Wulan bisa memasuki gua hanya bermodalkan obor kecil; dan Beni yang kelimpungan karena tidak bisa melanjutkan war di tempat tak bersinyal ini.
Semua yang mereka pikirkan membuat para remaja itu kebingungan untuk mengatasi satu per satu permasalahan yang mereka dapatkan.
Tuk tuk tuk
Terdengar suara asing di dekat mereka, seperti suara ketukan pada mikrofon. Namun, bagaimana mikrofon bisa ada di dalam hutan?
"Tes tes, ini udah bisa didenger, kan?" Suara asing itu keluar lagi.
Wulan dan kawan-kawan langsung berkumpul di tengah lahan kosong. Apabila suara tersebut mendekat dan rupanya berasal dari hewan buas, maka empat bocah itu bisa langsung kabur bersamaan.
"Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan," ucap Suara Langit.
"Gimana? Kalian udah lihat flashback masa lalu kalian? Gila! Itu absurd banget, mamen! Apalagi bocah yang pake celana kodok, mukanya belepotan. Sumpah itu lucu," lanjutnya yang diakhiri dengan tawa.
Yang mendengarkan malah bingung sendiri. "Situ ngomong sama siapa? Casper?" tanya Beni, mengangkat sebelah alisnya.
Wulan dan Ari tertawa cekikikan menyimak pertanyaan Beni. Mereka lebih baik berdiri sambil mendengarkan Beni beraksi melawan Suara Langit.
"Wah, fix, ini orang mabok cao! Pake ngatain aku, lagi!" James pun ikut memprotes Suara Langit.
"Udah, aku nggak terima protes!" tegas Suara Langit, "Kamu yang pake baju Duo Srigala," katanya lagi.
Empat bocah itu bertukar pandang, tidak mengerti atas apa yang diucapkan oleh Suara Langit. Mereka kemudian memperhatikan masing-masing kaus yang dikenakan. Ari dengan Hatsune Miku-nya; James dengan Shinchan; Wulan dengan kaus band-nya; dan Beni berkaus polos.
Tidak ada yang bergambar duo dangdut itu.
Mungkin pernyataan James mengenai Suara Langit yang mabuk cao itu memang benar.
Terdengar helaan napas panjang dari Suara Langit. "Ya elah, malah bengong. Aku ngomong sama kamu, sayang. The one and only, Tri Wulandari Guritno Suwidya Mukti Nalika Rumangsa Dideliake."
Wulan menautkan alisnya. "Namaku nggak sepanjang itu," ralat Wulan.
"Nggak peduli. Kamu Clique, kan?" tanya Suara Langit.
"Kalo yang kamu maksud Clique itu Twenty One Pilots, iya, tapi kalo band Ungu, bukan," kata Wulan.
Suara itu mendesah. "Ya Clique-nya Tyler sama Josh lah!" ujar Suara Langit. "Kamu tahu Tyler, nggak? Yang udah nikah sama Jenna?" lanjut si suara itu.
Yang ditanya malah diam. Ia sedang mengingat-ingat siapa yang sudah menikah dengan perempuan bernama Jenna. Setahu Wulan, sang vokalis band itu memang sudah menikah, tapi ia tidak tahu siapa nama istrinya, maka dari itu Wulan berpindah haluan ke pemain drum.
Wulan mengangguk dengan ragu-ragu. "I—iya, kenapa?"
Terdengar tarikan lalu hembusan napas dari Suara Langit. "Kamu tahu ... Tyler ganteng banget, anjir! Waktu dia main piano, waktu dia lompat dari atas piano, waktu dia jingkrak-jingkrak di panggung. Can you save, can you save my, can you save my heavy dirty soul? Oh my God, kasih aku oksigen sekarang! Ya ampun, ya ampun, ya ampun!" kata suara langit tanpa jeda sedikit pun.
Oh rupanya Suara Langit ini fangirl, pantas kelakuannya aneh.
Wulan pikir ketika ia sudah menjawab, maka Suara Langit akan menerkamnya habis-habisan. Ternyata malah begitu responsnya. Telanjur gadis itu sudah berkeringat dingin.
×××

KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Przygodowe[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...