Lima: Kakak Pramuka

4.7K 135 11
                                    

Keempat bocah SMP itu sedang duduk di pinggir lapangan mengenakan seragam cokelat mereka masing-masing. Wulan adalah satu-satunya perempuan di dalam satu lingkaran kecil itu. Anak yang beberapa hari masuk ke SMP Frank Angel itu sebenarnya sudah memiliki teman perempuan, hanya saja ia terlalu canggung untuk sekadar mengajak ngobrol teman perempuannya.

Saat regu lain berkumpul di tengah lapangan sedang bekerja sama untuk belajar simpul-simpul tali Pramuka, mereka berempat malah terlihat asyik berbincang di pinggir, meneduhkan badan di bawah pohon beringin. James, Ari, Beni, dan Wulan sedang membicarakan rencana mereka kemarin, yakni membuka pintu Dilarang Masuk.

James mengeluarkan sebuah benda kecil dari saku seragamnya. "Ini, aku berhasil ambil kunci ini dari Pak Bejo. Keren kan?" katanya, berniat pamer.

Wulan mendengus kesal. Waktu itu, Wulan meminta kunci secara baik dan sopan, tapi tidak diberikan. Sekarang, giliran James yang mencurinya, malah beruntung.

Semua sudah disiapkan dalam satu tas besar milik Ari. Mulai dari peralatan sederhana semacam gunting, pulpen, tali, hingga peralatan besar seperti tongkat kasti dan sepatu boots.

Menurut James, pasti ada makhluk menyeramkan di dalam ruangan itu, jadi dia bisa menggunakan tongkat kastinya untuk menyerang. Nah, pasal sepatu boots, benda tersebut milik Ari. Ia beranggapan bahwa akan ada banyak debu, kotoran hewan, dan sarang laba-laba di dalam sana, jadi ia pun membawa boots kebanggaannya sebagai antisipasi.

Dua orang lain di dalam lingkaran tersebut, yakni Beni dan Wulan hanya membawa barang sederhana, tidak seribet dan serempong dua bocah itu. Tidak lupa juga, mereka berempat membawa baju ganti. Karena jika terlalu lama memakai seragam sekolah, ada rasa-rasa gerah yang akan mengganggu penyelidikan mereka.

Tiba-tiba seorang perempuan menghampiri mereka secara diam-diam. Perempuan berseragam cokelat itu menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah anak-anak Pramuka yang bandelnya tidak karuan itu. Alih-alih ikut kerja sama membuat tandu dari tali Pramuka, mereka malah asyik merumpi di pinggiran. Tanpa pikir panjang, perempuan itu langsung menarik kuping salah satu dari mereka.

"Bagus, ya, yang lain di tengah lagi sibuk bikin tandu, kalian malah enak-enakan asoy di sini. Anak Pramuka macem apa kalian ini?" ucap perempuan itu sarkastis.

James yang ditarik kupingnya pun langsung mengaduh kesakitan. Ketiga bocah lain yang tak kena jeweran pun hanya bisa memandang kakak Pramukanya sambil memasang wajah bodoh. Tidak ada ekspresi merasa bersalah atau apapun yang dapat membuat kakak Pramuka itu meloloskan telinga James.

"Ini lagi si Botak, ngapain di sini? Kamu, kan, ketua regu! Bukannya jadi contoh yang baik, malah ikut-ikutan jadi bocah nakal!" oceh sang kakak Pramuka terdengar sangar, tapi tidak dihiraukan oleh Beni.

Kedua matanya beralih pada Wulan, satu-satunya perempuan di lingkaran itu. "Ini juga! Anak gadis itu mainnya sama gadis, bukan sama terong belanda macam mereka. Mau ganti kelamin kamu?" cerocosnya, sekali lagi, sangar.

"Kak Narti, kok cuma aku, Beni, sama Wulan, sih, yang dimarahin? Kenapa Ari nggak? Kak Narti Surati, yang kamu lakukan padaku itu ... jahat!" James merengek setelah tangan perempuan yang dipanggil Kak Narti Surati itu lepas dari kupingnya.

Narti memandang Ari dengan tatapan sendu. Dari hati yang paling dalam, perempuan berambut kucir kuda itu memiliki kekaguman tersendiri terhadap pribadi Ari. Sudah ganteng, lucu, baik pula. Namun, apalah mau dikata? Jangankan berbicara dengan Narti, memandang perempuan itu pun Ari seolah tidak sudi.

Perempuan yang berbeda dua tahun dari empat sekawan itu merupakan alumnus SMP Frank Angel. Dia bertemu dengan Ari untuk pertama kalinya pada saat hari pertama MOS. Waktu itu Ari terlambat dan kebetulan sekali Narti mendapat tugas untuk mengurus anak-anak terlambat. Mungkin, itulah cinta pada pandangan pertama dari seorang Narti kepada Ari.

Setelah lulus, Narti melanjutkan sekolahnya di SMA Frank Angel yang tepat bersebelahan dengan gedung SMP. Karena ia ingin terus memperhatikan Ari, Narti pun mengajukan diri sebagai pembina Pramuka kepada Kepala Sekolah SMP Frank Angel. Berbagai evaluasi dari pihak sekolah telah ia lalui hingga akhirnya Narti mendapat tempat terhormat itu sampai sekarang.

"Tidak terima protes! Lima menit belum balik ke regu masing-masing, aku rebus kalian semua! Cepetan!" Ia kemudian berbalik badan, mengibaskan rambutnya yang hampir mengenai wajah bodoh empat sekawan itu.

James mengoceh tidak jelas saat Narti hilang dari pandangan. Saking kesalnya, James mengutuk kelakuan Narti yang sudah kasar kepadanya. Ia menyumpahi perempuan itu dengan segala sumpah serapah yang ada; tidak naik kelas, kudisan seumur hidup, dan yang paling parah, menjadi perawan tua yang tidak pernah laku.

Ari yang tidak sempat kena amuk Narti pun berusaha menghentikan ocehan James sambil sesekali memandang Wulan. Gadis itu tampak lebih menarik dibanding Narti yang sudah tua. Tidak setua nenek-nenek, sih, tapi tetap saja umurnya di atas Ari.

Beni dan Wulan berdiri usai merapikan barang-barang mereka, tapi ketika sudah berjalan agak jauh dari pohon beringin, langkah mereka berhenti saat menyadari bahwa James dan Ari masih duduk bersila di tempat yang sama.

"Eh, anak kutu, ayo cepetan! Kenapa malah pacaran di sana? Nanti dicium Kak Surati, tahu rasa kalian!" tukas Beni.

Mendengar perintah dari sang ketua regu, James dan Ari lekas berdiri, merapikan seragam mereka, dan menyusul kedua temannya yang menjauh.

×××

Gudang SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang