Di sebuah ruangan luas dengan latar belakang hitam putih, Putri Bulan sedang asyik menikmati tangan Huha Delapan yang membelai halus rambut cokelatnya, sembari membicarakan Pangeran Gordon, calon suaminya. Pernikahan mereka tinggal menghitung hari. Sudah banyak persiapan yang dilakukan, baik fisik, mental, maupun finansial. Ada pula pesta rakyat yang dibuat untuk mengantarkan Putri Bulan menuju Kerajaan Garda, tempat kelahiran Pangeran Gordon.
Sebenarnya berat sekali bagi Putri Bulan untuk meninggalkan Kerajaan Huha, tempat yang selama ini telah merawatnya dengan penuh kasih sayang. Bukan hanya orang tua tunggalnya dan keluarga kerajaan, melainkan seluruh rakyat yang senantiasa menyayanginya.
"Huha Delapan, jika nanti aku telah berpindah ke Kerajaan Garda, aku mohon kepada Huha Delapan dan seluruh orang di istana ini supaya menjaga Ayah dengan baik," pinta Putri Bulan.
"Baik, Putri. Kami akan melaksanakan perintah Putri."
Lantas, di singgasana istana, Raja Sua yang sedang asyik berbincang hangat dengan Pangeran Gordon pun dikejutkan oleh kedatangan Ating, seorang prajurit. Ia melaporkan bahwa Putri Bulan berhasil diculik oleh Ratu Beri. Pria berbadan gempal itu pun berdiri, bertolak pinggang dengan wajahnya yang berubah murka.
"Tidak mungkin! Aku melihat anakku berada di dalam istana bersama Huha Delapan. Pasti Ating telah salah melihat!" seru Raja Sua lantang hingga tersebar ke seluruh penjuru istana.
Mendengar seruan tersebut, Bulan dan Huha Delapan langsung berlari menuju ruang utama. "Ada apa, Ayah?" tanya Bulan setibanya di hadapan sang Baginda Raja.
Melihat keberadaan anak tersayangnya, Raja Sua lekas menyeka keringat di dahinya. "Lihatlah, Ating! Anakku masih berada di sini. Lantas, siapa Putri Bulan yang Ating maksud?"
Ating—prajurit keriting—malah kebingungan. Ia bersama dua rekannya tadi benar-benar melihat Putri Bulan menaiki elang raksasa, dengan Ratu Beri di depannya. Ating memilin rambut keritingnya pelan sembari mengingat-ingat perempuan yang berada di tunggangan elang Ratu Beri.
Beberapa menit memutar balik memorinya, pemikiran Ating masih tetap sama, yakni Putri Bulan telah ditangkap ratu kejam itu. Tidak hanya itu, ia juga teringat tentang anak tak berambut bersama dua orang lain yang sudah ia ikat di halaman istana.
Ating yakin si kepala botak itu membawa teman-teman jahatnya untuk menculik sang Putri lalu menyerahkannya pada Ratu Beri.
Ia kemudian berlutut sembari merangkupkan tangan. "Jika Tuan Raja berkenan, Ating ingin menunjukkan anak buah Ratu Beri kepada Tuan Raja," pintanya sopan.
Tanpa perlu pikir panjang, Raja Sua, Pangeran Gordon, Putri Bulan, juga Huha Delapan pun mengikuti langkah Ating hingga berhenti di pendopo depan istana. Tampaklah tiga anak laki-laki dengan kaki dan tangan diikat kuat menggunakan sulur, serta mulut dibekap kain hitam menyebabkan mata mereka melotot meminta dilepaskan.
Bulan yang mengenali wajah-wajah komplotan Ratu Beri itu pun secara spontan membelalakkan mata. "Mengapa kalian berada di sini?" tanyanya seraya melepaskan kain dari mulut Beni.
Beni menarik lalu mengembus napas kelegaan. "Tolongin temen kita, Bulan. Dia dibawa sama elang nakal!" tukasnya membuat semua orang yang mengelilingi tiga anak itu menganga.
"Putri Bulan, Ating mohon jangan percaya kepada tangan kanan Ratu Beri. Dia hanya mem—bual!" sergah Ating lantang.
"Ating, dia bukan tangan kanan Ratu Beri. Namanya adalah Beni, kedua anak yang lain adalah James dan Ari." Pandangan Bulan kemudian beralih kepada ayahnya. "Mereka adalah teman baruku, Ayah. Pangeran pun telah mengenal mereka."
"Tunggu, Anakku. Mengapa kamu bisa berteman dengan orang asing?" tanya Raja Sua tidak terlalu yakin terhadap muka ketiga bocah malang itu.
Bulan kini menceritakan detail hubungan pertemanan antara dirinya dengan empat remaja itu. Mulai dari pertemuannya di hutan hingga berakhir di perbatasan. Untuk meyakinkan ucapan Bulan, Pangeran Gordon sedikit mengutarakan pendapatnya tentang anak yang wajahnya serupa dengan Bulan, tapi tidak mengenakan subang sabit di telinganya.
"Mungkin, Ratu Beri mengira bahwa perempuan yang telah ia culik adalah sang Putri," tebaknya.
Raja Sua masih tidak mengerti asal mula perkenalan anaknya dengan tiga orang asing itu. Namun, yang kini menggelayuti pikirannya adalah Ratu Beri sudah salah dalam menyandera korban.
Adapun yang dilakukan Raja Sua adalah memberi komando kepada jajaran suku Huha agar mempersiapkan diri sebelum bertolak ke pedalaman hutan, tempat Ratu Beri menyendiri. Ia juga telah menyuruh Huha Delapan untuk melepaskan sulur dari tubuh Beni dan kawan-kawan, serta melayani mereka dengan baik.
Setelah terbebas dari sulur yang menjengkelkan tersebut, mereka digiring ke sebuah tempat oleh Huha Delapan, tepatnya ruangan besar di ujung istana berkapasitas 10 orang. Di sana berjajar dipan terbuat dari rotan, beberapa keperluan patroli, juga makanan ala kadarnya.
"Di sini terdapat tiga dipan kosong di dekat tingkap yang bisa kalian gunakan untuk beristirahat," ucap Huha Delapan. "Dan ... apakah ini milik kalian?" Sebuah gitar cokelat pun disodorkan kepada Beni.
Beni menerimanya diiringi senyum simpul. "Iya, ini milik kita. Terima kasih."
Huha Delapan kemudian membungkuk sebentar lalu segera beranjak meninggalkan ketiga tamu istana tersebut.
Namun, meski tubuh wanita itu sudah berbelok ke lorong yang lain, bocah-bocah nakal itu masih tetap meluruskan pandangan seolah-olah Huha Delapan masih berada di depan mereka. Mereka saling menopang siku pada pundak satu sama lain sambil bergumam tidak jelas.
"Gila, Ben, Ri, masih ada orang tua bego yang kasih nama aneh ke anak secantik Huha Delapan," gumam James disambut anggukan setuju oleh Ari.
"Apatah arti sebuah nama, Mes? Kalau namanya bagus, tapi kontras sama perilakunya, gimana?" balas Beni.
Ari mengibas tangan tak acuh ke muka Beni. "Itu urusan belakang, Ben. Yang penting, Huha Delapan cantik banget!"
×××
Aku nggak tahu mau ngomong apa
Pokoknya makasih buat kalian yang udah baca dari awal sampai akhir :)
Kalian udah bikin Gudang Sekolah bisa mencapai 11k reads dan 900+ votesLava u lots 🐧
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Macera[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...