Tubuh Wulan terikat kuat di tingkat paling atas batuan berundak. Di sampingnya telah berdiri seorang wanita berkulit arang dengan gaun panjang yang lusuh.
"Lepasin, dong," lirih Wulan.
Wajah Wulan kian memucat. Ia sudah meronta berkali-kali, tapi tidak juga mendapat respons dari wanita tua itu. Wulan harap ada seseorang yang mampu menyelamatkannya dari serangan wanita gila yang kini sedang sibuk mengasah kapak di sisi batu tempat pembaringannya.
"Nek, jangan deket-deket, dong. Aku takut kapak itu kena tanganku," pintanya lemah.
Wanita tua itu tiba-tiba berdiri dan menatap nanar Wulan. "Aku adalah Ratu Beri. Apakah kamu tidak melihat bahwa aku masih sangat muda untuk disebut nenek?" protesnya.
Dalam keadaan genting begini, Wulan masih menyempatkan diri untuk tertawa meski tidak terlalu keras. Rupanya inilah Ratu Beri yang menjadi musuh Kerajaan Huha. Sungguh, ketika melihat tampangnya yang tidak meyakinkan, Wulan ingin sekali merendam sang Ratu ke dalam air detergen dan pemutih pakaian.
Yang ia ketahui, seorang Ratu adalah panutan rakyat, baik fisik maupun psikis. Namun, lain halnya dengan Ratu Beri. Dia sangat jahat, tidak berperikemanusian, juga tidak tahu diri. Sudah tua renta begitu masih bisa menyebut dirinya sangat muda dan tidak mau disebut nenek.
Matanya juga berhias keriput, hidungnya melebar, pipinya merosot ke bawah, ditambah bibir hitam yang selalu mengerucut. Melihat orang itu membuat Wulan teringat akan salah satu tokoh film animasi yang sangat ia benci, yakni Mother Gothel, ibu angkat Rapunzel.
Bosan melihat Ratu Beri bergulat dengan kapaknya, Wulan mengedarkan pandangan ke sekitar, tepatnya ke sebuah halaman luas di bawahnya. Ada banyak puing-puing batu yang tersusun menjadi anak tangga dan anak tangga terakhir berhenti pada pembaringan Wulan.
Kepalanya kemudian bergeser lagi hingga mengarah pada Ratu Beri yang masih sibuk dengan kapaknya. "Kamu tahu, nggak, kalau kamu itu salah tangkap orang," ucap Wulan.
"Sudahlah, Putri Bulan. Kamu tidak akan bisa mengecohku lagi," sergah Ratu Beri.
Wulan mendengus. Sudah ia duga dari awal bahwa Ratu Beri memang memburu Putri Bulan, tapi yang ditangkapnya malah kembaran si target.
"Apa, sih, yang bikin kamu jadi dendam sama Putri Bulan? Bukannya kamu udah bunuh ibunya?"
Ratu Beri yang tadinya mengasah kapak, beralih fokus pada Wulan. Ia menghampiri sang korban, memperhatikan detail wajah Wulan lalu tersenyum tipis. Mata berbinar layaknya sinar bulan, alis melengkung bagai daun kelapa pada pohonnya, hidung bangir membuat Ratu Beri iri, bibir kecil nan mungil, serta bentuk tubuhnya yang meskipun kecil, tapi sangat nyaman untuk dipandang.
Semua tentang Bulan adalah kesempurnaan bagi Ratu Beri, sama seperti Ratu Keda, ibu Putri Bulan yang telah mati. Ratu kejam itu tidak ingin ada seorang pun yang menyaingi kecantikannya, termasuk Ratu Keda. Mereka—Ratu Beri dan Ratu Keda—merupakan kakak adik yang berbeda tabiat.
Sang kakak—si wanita jelek yang kini bersama Wulan—terlalu narsis sehingga menganggap bahwa ia adalah wanita tercntik sejagat raya, sedangkan sang adik—si wanita cantik yang telah tenang di alam baka—memiliki perangai lembut seperti ibu-ibu penyayang anak.
Lalu pada suatu hari di zaman dulu kala, Raja Sua—yang pada saat itu masih menjadi Pangeran—bertandang sejenak ke kerajaan tempat Beri dan Keda tinggal untuk melakukan kerja sama bilateral. Selama di sana, Sua tertarik pada pribadi Keda yang selalu patuh, penyayang, juga menghormati orang tuanya. Sua pun meminta izin kepada ayah Keda untuk mempersunting salah satu anaknya, dan untungnya suntingan itu lekas mendapat persetujuan.
"Pernikahan pun berlangsung, lantas membuatku berpikir, apakah aku tidak lebih cantik dari Keda?" tanya Ratu Beri dramatis sambil menepuk dada kirinya.
Wulan menatap wajah Ratu tanpa minat. "Ya ampun, Ratu Beri, otakmu cetek banget, sih? Masa karena gituan aja kamu main matiin orang seenak udel? Nggak etis!" sergahnya.
"Aku tidak tahu apa yang kamu ucapkan, Putri, tapi sekarang aku harus membunuhmu agar Pangeran Gordon tidak akan menikahi wanita secantik dirimu." Kapaknya kemudian mengudara di atas kepala Wulan.
Wulan yang ketakutan hanya bisa memejamkan mata sambil berdoa, takut-takut kalau hidupnya telah tiada setelah Ratu melepaskan pegangan kapaknya.
"Mama! Papa! Tolongin Tri Wulan!" jeritnya, "Beni, Ari, James, tolongin aku! Tolongin Tri Wulan, Sungit!"
"Ah!"
Usai Wulan menyerukan kata terakhir, keanehan tiba-tiba terjadi. Kuping Ratu Beri mengepulkan asap misterius dari balik daun telinganya. Karena penasaran, Wulan berniat mencoba lagi teriakannya.
"Sungit!"
Asap pun keluar lagi dari kuping yang lain. "Hentikan teriakanmu, anak muda!" perintah Ratu Beri seraya mendekatkan kapaknya pada permukaan leher Wulan.
Gadis kecil itu berhenti, meneguk salivanya, memandang setiap pergerakan yang dilakukan kapak itu pada kulitnya. Jantungnya berdegup tak karuan, wajahnya kian memutih, begitu pula dengan bibirnya.
Jika ini waktunya untuk meninggalkan dunia, Wulan sangat keberatan. Jelas-jelas yang diincar Ratu Beri adalah Putri Bulan, bukan Tri Wulan. Namun, karena memiliki wajah serupa, Wulan malah menjadi korban.
Sedikit lagi gadis SMP itu akan menemui ajalnya. Kapak itu telah menggores sedikit kulitnya. Wulan merasakan ada sesuatu yang mengucur perlahan dari tempat benda tersebut menyentuh lehernya.
Baiklah, ini benar-benar ajalnya. Seharusnya ia mengucapkan selamat tinggal kepada orang tuanya, sanak saudara, teman-temannya terbaiknya, dan kepada seluruh kenangannya di masa lampau.
Ia kembali teringat kepada rasa penasaran terhadap gudang di sekolah barunya. Gara-gara dia, semuanya berakhir terlalu berlebihan. Gara-gara dia, semua temannya kehilangan kebahagiaan. Seluruh kejadian yang menimpa Wulan juga teman-teman barunya adalah karena keusilannya.
Satu titik air keluar dari pelupuk mata hendak mengantarkan kepergiannya.
"Selamat tinggal, se—"
"Wulan!"
×××
Iya saya tahu ini nggak akan ngena di hati kalian
Makasih udah baca cerita ini :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Adventure[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...