"Kalian harus mencari alamas berwarna di sepanjang jalan yang kalian lalui," ucap Suara Langit.
"What?" seru keempat bocah itu.
Usai fangirling dengan Wulan hingga memakan waktu cukup lama, akhirnya Suara Langit ingat apa yang harus ia katakan, yaitu misi mencari alamas.
Keempat dari mereka tidak tahu makna kata alamas. Mengapa mereka harus mencari alamas berwarna? Mengapa Suara Langit harus memberikan mereka tugas serumit itu?
"Alamas itu apa?" tanya Wulan heran.
Satu tarikan napas kembali terdengar dari langit. "Alamas itu intan. Berarti kalian harus cari intan berwarna. Ngerti?"
Mencari intan berwarna di sepanjang jalan yang akan mereka lewati? Itu terdengar cukup mudah; tinggal pungut semua hal yang berkilauan di tanah dan semuanya selesai. Benar, bukan?
Namun, Suara Langit sepertinya tidak ingin membiarkan mereka bernapas lega. Buktinya ia malah memberikan ancaman yang efeknya sangat kuat bagi mental keempat remaja tersebut.
"Jika kalian nggak bisa nemuin alamas, silakan ngomong bye-bye sama dunia nyata." Itulah yang Suara Langit tuturkan.
Memang terdengar jenaka, tapi dapat menyebabkan tubuh mereka menegang. Bocah-bocah SMP itu hanya bisa meneguk liur ketika mengetahui bahwa yang mereka pijak sekarang hanyalah dunia khayalan. Kalau terus-terusan berada di sini, mereka akan hilang di hutan tanpa pernah kembali ke habitat masing-masing.
Beni yang notabene selalu bersikap datar, pikirannya kini malah terbang sembarangan. Apakah mencari alamas sama dengan mencari Pokémon? Memangnya alamas itu Pokémon jenis apa?
"Plis, deh, ya, jangan bercanda. Nggak etis banget lawakannya, Mbak," keluh Ari.
Suara Langit mendengus kesal. "Eh, bocah sok ganteng, siapa yang lagi ngelawak?"
"Saya emang ganteng, bukan sok. Kan, situ yang ngelawak," balas Ari, malas.
"Muka kayak kamu ini dibilang ganteng?" tanya Suara Langit sarkas, "jeleknya kayak apa, coy?"
Ari melotot mendengarnya. Baru saja akan melawan, Beni sudah menginterupsi dengan berucap, "Tapi gimana caranya kita nyari alamas itu, sementara kita belum ada persiapan apapun?"
"Kalian anak Pramuka, kan? Setahuku, nih, anak Pramuka itu punya jiwa petualang sejati, berani menghadapi masalah, rela berkorban. Pokoknya Dasa Dharma banget, deh. Tacipaparerahedibesu, deh, yang jelas!" ujar sang suara.
Empat anak itu menghela napas pasrah. Memang benar pernyataan itu bahwa Wulan, James, Ari, Beni adalah anak Pramuka yang menanamkan nilai Dasa Dharma pada diri masing-masing. Namun, yang perlu dicatat adalah mereka berempat bukan anak Pramuka sungguhan. Mereka terpaksa masuk ekstrakurikuler tersebut karena takut nilai sikap di rapot jadi hancur, hanya itu.
Pernah sekali, sebelum kedatangan Wulan tentunya, saat Pramuka. Ketiga sohib kece itu masuk ke regu masing-masing, tanda tangan di kertas absen, mendengarkan beberapa instruksi dari Narti, setelah itu kabur.
Alasan klasik yang sering dipakai adalah izin ke kamar mandi, padahal di tengah jalan mereka berbalik arah menuju kantin. Selesai membeli makanan, secara bergantian mereka menyelinap ke belakang perpustakaan yang tempatnya tak jauh dari kantin lalu selonjoran santai di tempat itu.
Lebih baik berada di sana daripada di tengah lapangan; berpeluh, panas, banyak kegiatan. Bisa dibilang percuma, sih, ketika mereka dengan gagah mengucapkan Dasa Dharma dan rajin mengikuti upacara Pramuka pada 14 Agustus. Jangan lupakan Wulan. Dia pun sebenarnya termasuk anak yang malas mengikuti kegiatan outdoor.
"Kalo situ bahas Pramuka gini, jadi inget gebetannya Ari, si Surati itu. Anaknya cantik, tapi sayangnya udah tua. Suaranya cempreng lagi, kayak kaca pecah," cemooh James.
Lelaki yang mulutnya asal-asalan itu mendapat jitakan super lembut dari Ari. "Diem, kampret! Dia bukan gebetanku! Masih cantikan Wulan daripada Mak Lampir satu itu." Ia lalu mendekati Wulan kemudian merangkulnya.
Terdengar embusan napas lelah dari Suara Langit. "Susah, ya, jadi orang cantik, disama-samain mulu sama perempuan kardus."
James melepaskan tangan Ari yang masih melingkar di pundak Wulan. Sebetulnya Wulan sudah berusaha melepaskan tangan nakal itu, tapi Ari terlalu kuat untuk menahannya.
"Terus, nih, Sungit, kita harus ke mana dulu buat cari batu itu?" tanya Wulan memecah keheningan.
Ketiga teman Wulan menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya, sementara yang diperhatikan malah memberikan senyuman polosnya. "Maksud Sungit ... ya, Suara Langit. Kalo aku sebutin semuanya, kepanjangan tahu!"
Ketiga lelaki itu kemudian mengangguk paham.
Sudah diputuskan detik ini bahwa Suara Langit akan mereka panggil sebagai Sungit.
×××
Jika Anda tidak tahu siapa itu Twenty One Pilots, mereka adalah band yang personelnya cuma 2 orang
Pernah denger Stressed Out, Ride, atau mungkin Heavydirtysoul?
Nah, itu mereka yang nyanyiin
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Abenteuer[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...