Onom: Buku Kancil

4K 123 3
                                    

Pramuka telah usai sekitar lima belas menit yang lalu, sekolah pun sudah hampir gelap. James, Ari, dan Beni yang sudah mengenakan kaus bebas tengah berdiri di depan pintu masuk kamar mandi untuk menunggu Wulan berganti pakaian.

Jangan heran ketika melihat gambar di pakaian yang sebelumnya telah mereka rangkap bersama seragam. James memakai kaus putih dengan tokoh Shinchan di tengahnya; Ari dengan kaus warna hijau toska bergambar karakter Hatsune Miku; yang paling normal adalah Beni dengan kaus hitam polos, tanpa hiasan, tokoh kartun, atau apapapun itu motifnya.

Setelah menunggu cukup lama hingga jam digital Beni menunjuk pukul 17. 30, akhirnya Wulan keluar juga dari kamar mandi. Ari dan James termangu ketika melihat Wulan berada di hadapan mereka dengan mengenakan kaus yang mengundang tanya.

Jangan pikir bahwa Wulan memakai kaus putih tipis bercelana ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuhnya.

Untuk menutupi tubuh kecilnya, perempuan itu memilih kaus hitam berlengan pendek yang sedikit longgar. Yang membuat kedua temannya melongo adalah dua sosok manusia di dalam kaus Wulan; tampak tidak familier dan aneh.

Kerutan di dahi Wulan muncul, menandakan bahwa ia sama tidak mengertinya dengan kedua lelaki itu. Gadis itu memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah, memastikan tidak ada yang salah pada pakaiannya saat ini.

"James, Ri, kalian kenapa?" tanya Wulan polos, seraya memperhatikan sekali lagi apa yang dikenakannya.

Beni berdeham. "Mereka nggak pernah lihat cewek pakai kaus band, Lan. James sama Ari cuma tahu cewek-cewek pakai singlet yang nyanyi dangdut di balai RW," celetuk Beni.

Wulan membulatkan bibirnya. "Kalian nggak tahu? Ini Twenty One Pilots."

Bibir kedua bocah itu pun mengatup setelah mendapat jawaban.

Meskipun dulu berada di sekolah homogen, bukan berarti Wulan tidak bisa mengulik band-band berwajah ganteng dan skill yang mumpuni. Buktinya, hanya dengan sekali searching melalui komputer TU SMP Citra, Wulan mendapatkan banyak informasi mengenai dua pria yang sedang ia gemari sekarang.

Ia sangat tahu bahwa band tersebut tidak ingin dinilai dari tampangnya, tetapi melalui karya. Namun, wajah sang vokalis membuat Wulan bergeleparan bak ikan di air surut. Hanya saja, ketika ia tahu fakta tentang vokalisnya telah menikah, Wulan kemudian beralih pada sang drummer yang tak kalah mempesona, terutama ketika sudah duduk di atas thrones dan menggebuk drumset-nya.

Keempat anak itu mengendap-endap menuju parkiran, dengan James yang memimpin di depan, Ari di sebelah Wulan—sekalian modus, dan Beni di belakang bertugas mengawasi keadaan.

Kring Kring Kring

Ketika James sudah memasukan ujung kunci ke dalam lubang pintu, suara itu muncul mengganggu konsentrasinya. Beni merogoh saku celananya, terdapat pesan dari operator yang memberitahukan bahwa kuota internetnya sudah habis.

Semua temannya menoleh ke belakang, mendengus kesal ke arah Beni, sementara dirinya hanya memberikan cengiran polos. Dengan begini, ia lebih tampak seperti tuyul glow in the dark yang tertangkap basah.

Beberapa menit kemudian fokus James kembali tertuju pada lubang kunci. Ketika kenop telah diputar, pintu tersebut terbuka lebar. Wulan gembira melihat pintu itu, bahkan ia sempat mengajak Ari menari sebagai ungkapan kebahagiaannya.

Sekarang, mereka harus mengetahui apa yang menjadi penyebab pintu itu pantang dimasuki oleh siapapun. Sebelum masuk, Ari memakai sepatu boots-nya dan James memegang tongkat kastinya.

Setelah semua persiapan telah dilakukan, mereka berempat masuk satu per satu ke dalam gudang. Tanpa mereka sadari, pintu gudang tertutup dengan sendirinya sehingga keadaan di dalam menjadi sangat gelap.

"Ben, Ben, ganti posisi, dong," kata James, meraba udara yang pengap.

Beni melangkah perlahan ke depan dengan tangan yang membawa sesuatu untuk menjahili James. Ia mengambil benda tersebut secara diam-diam dari laboratorium IPA di sekolahnya.

James terus meraba udara hingga tangannya menggapai sesuatu yang dingin dan keras. "Ben, kepalamu, kok, dingin? Emang orang botak kalau ketakutan, kepalanya bisa jadi beku, ya?"

Mendadak ruangan menjadi terang setelah Wulan menemukan dan menekan tombol lampu. "James-ku sayang, lihat, deh, yang kamu pegang," perintah Ari dengan tawan ditahan.

Ketika menuruti perintah temannya, James menengok ke benda itu. Bukannya mendapati kepala Beni, justru James menemukan tangannya sedang santai meraba sebuah tengkorak.

"Ari! Ini kepala siapa?" pekiknya seraya melempar benda itu ke belakang hingga pecah karena terbentur dinding.

Tawa pun menggema ke seluruh penjuru ruangan. Beni, Ari, dan Wulan asyik tertawa, sementara James menekuk wajah. James merasa sangat dongkol saat ini. Berani sekali teman-temannya berlakon kejam kepada dirinya. Ari yang kasihan pun lekas menghampiri James dan merangkulnya erat.

"Udah, jangan ngambek, Mes," ucap Ari, "ngambek nggak ngambek, tetep aja masih ganteng aku."

Kalau begini, James jadi semakin sebal dan ingin membuang Ari ke laut lepas, biar dimakan ikan hiu sekalian!

Lebih baik Wulan memperhatikan segala hal yang disimpan di gudang ini daripada menyimak kelakuan dua temannya. Sejauh mata memandang, tidak ada rupa-rupa macam gudang di sini, tapi malah cenderung seperti kamar pribadi; kasur lantai, lemari, meja beserta kursi, dan beberapa bingkai foto pahlawan terpajang di dinding menyebabkan relung hati Wulan penuh tanda tanya.

Dari mana suara bisik-bisik itu berasal?

Ruangan yang tak terlalu luas ini bisa dikelilingi hanya dengan pandangan mata saja. Satu pemandangan mengunci perhatian gadis itu. Terdapat sebuah buku di atas meja usang yang berdiri di dekat lemari. Kaki Wulan melangkah mendekati benda itu. Saat ia sudah berdiri di depan meja, matanya melotot kemudian dahinya mengkerut. Sebuah buku bersampul hewan kancil berjudul Kancil Yang Bijak membuatnya semakin heran.

Apakah buku ini yang berusaha dirahasiakan oleh Kepala Sekolah? Kancil yang Bijak?

Ke mana akal sehat pria itu?

Wulan bergeleng ketika mengingat betapa mempesona Kepala Sekolahnya, tapi sebuah rahasia yang berusaha simpan sangat tidak masuk akal.

Tangan gadis itu perlahan membuka halaman pertama. Ada tulisan kecil yang tak bisa dibaca di sana. "Eh, kalian, ke sini, deh!" ucapnya.

Ari dan James menghentikan pertengkaran mereka lalu mendekati Wulan, Beni pun sama. Gadis itu memberikan buku kancilnya pada Beni untuk dibaca. Laki-laki itu menyipitkan mata, berupaya untuk membaca sebaris kalimat di buku tersebut.

"If you're reading this, y—you guys are a—awesome," ucapnya ragu-ragu.

"Artinya apa, Ben?" tanya Ari.

"Kamu itu ganteng doang digedein, barang bahasa Inggris masih tanya artinya apa," oceh Beni.

"Tahu, tuh, dasar bego! Makanya sumbangin gantengnya ke aku!" tukas James.

Wajah Ari semakin mengusut ketika mendengar berbagai celaan itu. Ia sangat malu, apalagi bila dihina di depan perempuan yang ia sukai.

"Kalian ini jangan jelekin orang di depan gebetan, dong! Malu, bego!" katanya menundukkan kepala.

Wulan tidak mengacuhkan rutukan Ari, perhatiannya lebih terarah pada halaman selanjutnya buku kancil itu. Alisnya bertaut saat menemukan tombol merah di sana. "Eh, Ben, ada tombol, nih. Boleh dipencet, nggak?" tanya Wulan.

"Jangan dulu, Lan," balas Beni.

×××

Gudang SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang