Empat bocah SMP itu telah menyusuri hutan lagi. Sebelumnya, pada saat malam usai tragedi penolakan Wulan terhadap Ari, mereka mengadakan acara perpisahan dengan Pangeran Gordon dan Putri Bulan. Hanya sekadar mengucapkan terima kasih, sih, serta penyerahan gitar cokelat-yang menurut Ari adalah benda keramat-kepada Pangeran Gordon.
Hal tersebut ditujukan supaya enam dawai pada alat musik petik itu dapat membawa kebahagiaan bagi pernikahan sang Putri dan Pangeran. Wulan pun sudah mengenakan pakaian kebanggaannya berupa kaus band dan celana jeans selutut yang sudah lusuh.
Tuk tuk tuk
Langkah mereka berhenti setelah mendengar ketukan mikrofon tersebut. Sudah dapat disangka dan diduga bahwa suara tersebut berasal dari Suara Langit. Keempatnya memandang ke atas bersamaan dengan seruan yang sangat memekakkan telinga.
"Halo! Aku kembali lagi membawa kabar gembira untuk kalian! Ada yang kangen aku, nggak? Kangenin aku, dong. Jangan kayak doi yang nggak pernah kangen sama aku," rengeknya dengan nada yang sangat menjengkelkan bagi telinga pendengarnya.
Sedetik mereka hening, empat bocah itu kemudian tertawa lantang, membuat Suara Langit berdecak sebal. Ia mengatakan hal itu, kan, hanya untuk mencairkan suasana. Ia tahu jika perjalanan ini terasa sangat menyedihkan, tapi ini semua terjadi demi kebaikan hidup mereka.
Dari atas langit ia melihat James berguling-guling di tanah; Ari menyeka air matanya; Wulan yang memegangi perutnya karena terlalu banyak tertawa; sementara Beni hanya mengusap kepala polosnya dengan canggung.
"Udah! Jangan ketawa! Aku bukan stand up comedian!" protesnya, tapi tidak diindahkan oleh anak-anak itu. "Kalau kalian nggak diem, kalian akan tetep ada di dunia khayali ini!" ancamnya tegas.
Mendengar ucapan menyeramkan tersebut, para remaja itu medadak terdiam. Rupanya, ancaman Suara Langit boleh juga bila dipraktikkan ke Wulan dan kawan-kawannya. Mereka tidak ingin terjebak di sini untuk selamanya. Terjebak dalam friendzone saja sudah cukup memuyengkan, apalagi terjebak di dunia aneh ini.
Ketukan mikrofon itu muncul lagi, tiba-tiba lemari lapuk berpintu empat turun secara dramatis dari langit. Wulan, Beni, Ari, James bertukar pandang, ingin menanyakan eksistensi lemari yang kini berdiri di hadapan mereka. Wulan menggaruk rambutnya, heran terhadap kelakuan Suara Langit yang sering kali menimbulkan keanehan. Tingkahnya bisa melenceng jauh dari dugaan, aneh, dan tak jarang membuat orang terkecoh.
Nah, yang lebih anehnya lagi, penampilan empat sohib itu kini berubah tanpa mendapat instruksi terlebih dahulu. Mereka berempat tidak lagi mengenakan pakaian kumal, tapi malah memakai seragam putih abu-abu. Dilihatnya satu sama lain sehingga kening mereka berkerut secara bersamaan.
Wulan berkemeja putih dengan bagian lengan dilipat, rok kependekan sehingga ia harus sesekali menariknya ke bawah, sneakers putih, gelang bermacam warna di tangan yang malah tampak bagai tukang dagang gelang di depan SD. Tidak lupa pula, rambutnya kini berwarna kemerahan seperti anak-anak yang sering main layangan di jalan raya.
Lalu ada James berpenampilan bak anak culun dengan kacamata bulat berbingkai tebal, seragam-berikut dasi, topi, gesper, dan kaus kaki panjang tertutup celana abu-abu-yang terpasang rapi, sepatu hitam polos, dan sebuah komik Shinchan di tangannya.
"Wih, Beni punya rambut sekarang! Pirang pula!" tukas James saat melihat Beni berdiri di sampingnya.
Lelaki yang tadinya botak itu memandang ke bawah, memperhatikan dandanannya. Dari tatanan pakaian tidak jauh berbeda dengan James. Namun, jika matanya bisa dicopot untuk melihat apa yang terjadi pada rambutnya, ia pasti akan memekik kegirangan. Pasalnya, kepala Beni telah dihiasi oleh rambut pirang yang sedikit tebal di bagian depan lalu dirancungkan, sementara rambut di bagian kanan dan kiri sengaja dicukur tipis.
"Serius, Mes?" tanya Beni selagi meraba kepalanya dengan riang.
Ari kemudian mencolek lengan James. "Terus, Mes, aku gimana? Makin ganteng, nggak?" tanyanya antusias.
James menempelkan telunjuknya pada dagu, pura-pura berpikir. "Ganteng, kok! Kayak Al, anaknya Ahmad Dhani."
"Beneran, Mes?" Ari kembali menyentuh wajahnya.
"Beneran! Kalau anaknya Ahmad Dhani, kan, Al Ghazali. Nah, kalau kamu almarhum Ari." James kemudian tertawa kegelian.
Ari mangkel terhadap ucapan jahat temannya. Ia bertanya begitu, kan, dengan sungguh-sungguh, tapi respons James malah sebaliknya. Melihat Ari yang bersungut-sungut sambil menyandar pohon, James pun menghampiri dan merengkuh pundaknya.
"Yaelah, Ri. Baperan banget, sih! Kegantengan seorang Arianto Aden itu nggak ada yang bisa menandingi! Sekali pun itu adalah Adam Levine, dia nggak akan bisa ngalahin ketampanan dan pesonamu!" bujuk James.
Ketahuan sekali bahwa James hanya berdusta, tapi meskipun Ari menyadari hal tersebut, ia tetap bertanya, "Adam Levine itu siapa? Suaminya Inul?"
James langsung melepaskan tangannya dari pundak Ari dan berjalan ke arah Beni. Meskipun ganteng, sifat Ari yang selalu kudet tetap menjadi kelemahannya.
"Sekarang kalian adalah anak SMA kelas 11 yang swag abis! Sekalipun James yang tampilannya kayak korban bullying, tapi dia tetep bagian dari ke-swag-an kalian," jelas Sungit.
"Di masing-masing pintu itu ada nama kalian. Tugasnya sekarang adalah masuk ke pintu dengan nama kalian, ikuti apapun yang terjadi di sana, dan alamas selanjutnya akan kalian temukan nanti. Ngerti?" lanjutnya.
Empat remaja itu menggeleng lugu. "Nggak."
Sungit mendengus. "Sayangku, cintaku, dengerin Suara Langit yang cantik ini," pintanya, "di masing-masing pintu itu, kan, ada nama kalian, masuk ke pintu itu, terus ikutin jalan cerita yang ada di sana. Nah, di sanalah kalian bakal dapetin alamasnya. Tolong ngertiin aku, dong, sekali aja."
Keempat anak itu pun menghela napas. Lebih baik menurut saja terhadap semua yang dikatakan Sungit daripada nanti malah mengoceh, bisa repot jadinya.
×××
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Pertualangan[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...