22: Bersama Pang

1.1K 51 1
                                    

"Pang, kenapa kamu malah ketawa di sana? Pang, cepet jauhin kudanya!" teriak Wulan kepada Pangeran Gordon yang duduk di tengah lapangan sambil tertawa.

Kini gadis itu harus berlari kencang untuk menghindari Iha, kuda poni hitam kesayangan Pangeran Gordon. Lelaki itu menggulingkan badan, berakhir dengan posisi tengkurap sembari menumpukan tangan pada dagu, memandang Wulan geli.

Ia tidak kaget ketika gadis bergaun putih tersebut meneriakkan namanya dengan sebutan "Pang". Sejak Raja Sua mengizinkan Pangeran Gordon membawa anaknya, Wulan kemudian bercerita dalam perjalanan bahwa dia bukanlah Bulan yang sesungguhnya.

Lalu tanpa disangka, sang Pangeran mengangguk dan berkata, "Wulan, aku sudah mengetahui itu dari awal."

Hal tersebut tentu membuat Wulan takut. Pikirannya langsung mengarah pada teori yang menyatakan bahwa manusia memiliki indra keenam, baik itu bisa melihat dunia tak kasatmata ataupun membaca pikiran semua orang. Namun, prasangka itu segera tereliminasi ketika Pangeran mengatakan sesuatu yang membuatnya bernapas lega.

"Wulan, Putri Bulan selalu memakai subang bulan sabit di telinga kanannya, sementara kamu tidak."

Wulan beruntung karena ia dapat mencerna perkataan Pangeran dari negeri seberang itu dengan sangat bijak. Subang yang dimaksud tentu saja bukan sebuah kabupaten di Jawa Barat, melainkan anting.

Melihat gadis itu kerepotan mengurus kudanya yang jahil, Pangeran Gordon lekas berdiri dan menepuk tangannya sebanyak tiga kali sehingga Iha kini benar-benar berhenti. Wulan mendudukkan tubuhnya di atas rumput sambil menarik napas.

Pangeran Gordon memang menyebalkan. Ternyata hanya dengan tiga kali tepuk, Iha nakal itu bisa diam serta duduk anteng di dekatnya. Mengapa Putri Bulan bisa memiliki calon suami seperti sang Pangeran yang sekarang telah duduk di samping Wulan? Jika ada yang bertanya mengenai kalimat itu, iya, Putri Bulan memang akan menikah dengan Pangeran Gordon. Cukup disayangkan ketika mengingat bahwa Bulan masih sangat muda untuk menjalankan kehidupan rumah tangga.

Sudut bibir lelaki itu masih terangkat, bermaksud mengejek Wulan yang ngos-ngosan. "Wulan, maaf. Iha memang sering bersikap seperti itu ketika bertemu orang baru," katanya yang sama sekali tidak membuat Wulan senang.

Memangnya Wulan seasing itu? Iya, sih, Wulan termasuk orang yang baru Iha lihat, tapi setidaknya kuda itu dapat menangkap bahwa wajah Wulan menyerupai wajah istri tuannya kelak. Apakah kuda tidak memiliki akal untuk berpikir sejauh itu?

"Wulan, kamu harus tahu, ketika aku melihatmu, mengingatkanku kepada Putri Bulan. Aku ingin bersamanya sekarang, tapi dia tidak ada," curhatnya yang malah menyebabkan tawa Wulan pecah.

Lelaki tak berjanggut di sampingnya sungguh menggemaskan. Ia berkata seperti itu seakan-akan Wulan merupakan teman terdekatnya dan dapat memberi solusi, padahal yang diperoleh hanyalah gelak tawa cempreng.

Menemukan respons datar Pangeran Gordon terhadap perilakunya, membuat Wulan berhenti lantas mengusap sudut matanya yang berair. "Ya ampun, Pang, baru pisah beberapa jam aja udah kangen. Lebay banget, Pang."

Pangeran terkekeh. "Aku tidak tahu makna 'lebay' yang kamu maksud, tapi aku memang merindukan Putri Bulan sekarang."

"Emang apa yang bikin kamu segitu rindunya sama Bulan?" tanya Wulan.

"Senyumnya—"

"Emang kalau pacaran modal senyum doang bisa bikin puas, ya?"

Pangeran Gordon menatapnya datar. "Wulan, aku belum selesai berbicara."

Yang dilakukan Wulan kini hanya menyengir lalu membiarkan Pangeran menceritakan kekagumannya terhadap sang Putri. Ia mengatakan bahwa ia jatuh cinta kepada kembaran Wulan ketika ia tersesat di hutan lalu Bulan datang untuk menolongnya keluar. Terus seperti itu sehingga menjadi sebuah siklus hidup seorang Pangeran. Bukan bermaksud untuk mencemooh kisah cinta Gordon dan Bulan, melainkan Wulan pikir ini terlalu klise.

Cinta datang karena terbiasa, seperti yang sering dikatakan orang zaman dulu. Kebanyakan romansa remaja juga sering memberi konsep semacam itu.

"Wulan, ketika aku memutuskan untuk menikahinya dan Putri menyetujui, aku bagaikan burung yang terbang ketika pintu sangkar telah terbuka. Aku senang, bahkan sempat menangis saat itu," katanya kemudian menyeka air kebahagiaan itu dari mata teduhnya dan memandang Wulan serius. "Wulan, apakah kamu pernah merasakan cinta untuk seseorang?" tanyanya yang sukses membuat gadis itu membuka mata lebar-lebar.

"Maksudnya?"

"Wulan, maksudku adalah apakah kamu pernah menaruh ... semacam kekakaguman kepada lawan jenis di dekatmu?"

Pertanyaan itu sudah sangat jelas sanggup membuat Wulan gelagapan. "Aku masih SMP, bukan saat yang tepat untuk ngomongin itu," elaknya.

Pangeran Gordon menepuk bahu Wulan pelan. "Wulan, jika kamu berkata seperti itu—meski aku tidak tahu makna SMP—maka aku sudah dapat menyimpulkan bahwa kamu menyukai seseorang di luar sana."

Tubuh Wulan menegang. Dugaannya tentang Pangeran yang mempunyai kelebihan itu kembali lagi. Lelaki itu kini berpindah duduk di depannya, mengukir sebuah senyum unjuk gigi yang sangat menawan. Namun, ketika dilihat lebih lama, bentuk wajah Pangeran tidak lagi sama seperti pertama kali Wulan melihatnya.

Orang itu muncul dengan senyum dan hal kecil yang menjadi ciri khas wajahnya, menyebabkan gadis mungil itu merona.

Dari awal, ia mengatakan bahwa kehidupan tidak melulu tentang percintaan, tapi berkat ucapan Pangeran Gordon, Wulan tidak tahu cara menata detak jantungnya yang tidak sesuai tempo. Ia seharusnya berterima kasih kepada lelaki tampan itu karena telah rela memberikan olahraga jantung secara cuma-cuma.

Namun, alih-alih bersalaman dan berucap terima kasih dengan sangat formal, Wulan mendengus lalu menempeleng kepala Gordon sambil berkata, "Jangan jadi orang yang sok tahu kalau emang nggak tahu!"

Tubuhnya kemudian berdiri, berlari menjauhi Pangeran Gordon untuk menghindari berbagai godaan seputar cinta dan kawan-kawannya. Calon suami Bulan itu ikut berdiri, berusaha mengejar sembari menyerukan namanya.

"Wulan, aku hanya bercanda. Aku mohon jangan marah!" seru Pangeran yang masih berada jauh di belakang Wulan. "Menurut kebiasaan, apabila Bulan marah, dia hanya bisa diluluhkan menggunakan pisang. Lantas, jika kamu marah, apa yang mampu membuatmu luluh?" tanyanya polos sehingga membuat Wulan berbalik ke arahnya.

"Wulan!"

Baru saja Wulan akan mengatakan bahwa ia menginginkan seluruh CD album band kesukaannya, Twenty One Pilots, merchandise paling mahal, tiket konser VVIP, seseorang—ralat, beberapa orang—meneriakkan namanya.

Wulan kontan menoleh ke belakang, tempat beberapa orang menunggu tanggapannya. "Kalian?" tanyanya sangsi.

×××

Gudang SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang