Beni terbaring lesu di tengah padang sabana belakang istana. Niat hati ingin menyatakan perasan kepada Wulan, eh, malah keliru Bulan. Ia sangat malu tadi, apalagi pada saat berpapasan dengan Wulan hendak keluar dari rooftop istana. Gadis itu sempat terkekeh sambil mengucapkan selamat, padahal apa yang harus disyukuri ketika ia salah orang? Melihat ekspresinya yang tenang, Beni yakin bahwa Wulan tidak akan membalas perasaannya.
Beni mengeluarkan napasnya kasar, memindahkan tangannya ke belakang kepala sembari menatap langit yang berubah oranye, memikirkan sekali lagi tentang perbuatannya pada Bulan dan Wulan.
Setidaknya Wulan sudah tahu bahwa Beni menyukai seseorang. Ya ... setidaknya begitu dulu. Tinggal menunggu waktu yang tepat saja agar Beni memperjelas kalimatnya tadi.
"Beni!" sorak seseorang.
Beni kontan duduk dan memandang ke arah pemilik suara. "Ari?" tanyanya setelah Ari bersila di depannya dengan gitar di pangkuan.
"Aku tadi cari ke mana-mana, tapi nggak ada. Ternyata lagi semedi di sini," oceh Ari.
"Emang kenapa?"
Ari menyodorkan gitar cokelat kepada Beni sambil tersenyum penuh makna. "Aku pengin nembak Wulan pakai lagu, tapi aku nggak tahu lagu romantis," ucapnya, "kamu bisa bantuin, kan?"
Seperti ada petir yang menyambar jantung Beni. Padahal Beni sudah melangkah secepat mungkin, tetapi tetap saja hanya Ari yang mampu menaklukkan hati keras Wulan, pakai lagu romantis pula. Andai saja Beni memikirkan hal itu sebelum bertindak, pasti ia tidak akan salah sasaran lagi. Namun, ya, begitulah. Beni tidak berpikir jauh ke sana. Lebih baik to the point daripada sibuk menyiapkan rencana penembakan.
Lagipun keberaniannya patut mendapat acungan jempol dari siapapun yang melihatnya dan mengetahui bahwa Beni salah target.
"Emang kamu mau lagu apaan?" tanya Beni berusaha meminggirkan kekecewaannya.
Ari berdecak. "Terserah, Ben. Lagu band favoritnya Wulan juga nggak apa-apa. Siapa itu? Pilot tulen, ya?"
"Twenty One Pilots, Ari."
Beni menempelkan satu telunjuk ke dagunya, berpikir sesaat setelah itu menatap Ari bimbang. "Mereka kayaknya nggak punya lagu romantis, Ri."
Ari pun berkecil hati. Matanya berkaca-kaca, memohon kepada Beni supaya dicarikan lagu lain yang lebih romantis di luar topik "band favorit Wulan". Hanya Beni yang paham caranya berperilaku manis kepada lawan jenis. Padahal Ari tidak tahu jika beberapa menit lalu, temannya—yang paling mengerti hal romantis—secara tidak langsung, telah dipermalukan.
Pipi Ari yang menggembung menyebabkan Beni merasa iba. Wawasannya tentang lagu romantis memang tidak terlalu luas, tapi ia mengerti sedikitnya 3—5 lagu bertemakan cinta yang pernah dinyanyikan ulang oleh musisi-musisi favoritnya, termasuk band kesukaan Wulan itu.
"Oh, iya, Twenty One Pilots pernah cover lagunya Elvis!" pekik Beni girang.
Kening Ari berkerut tak paham. "Elvis siapa? Elvis Sukaesih?"
Si botak memandang datar wajah Ari. "Itu Elvi, Ri," ucapnya menahan kesal, "aku lagi ngomongin Elvis Presley sama lagunya yang berjudul Can't Help Falling in Love."
Beni kemudian mencoba mempraktikkan cara memainkan kunci-kunci lagu tersebut—yang pernah ia kuasai saat melihat tutorial di Youtube—pada gitar cokelat di pangkuannya. Sebenarnya cukup mudah untuk Ari pahami, tapi karena ini lagu berbahasa Inggris, ia terpaksa harus memperhatikan sedetail mungkin bibir Beni saat melantunkan liriknya.
Untung saja hanya ada mereka di padang yang sangat luas ini. Jadi Ari tidak perlu khawatir kalau-kalau seseorang—atau mungkin segerombolan—melihat kejadian ini dan menjuluki mereka sebagai pasangan homo. Jika itu benar terjadi, maka muka ganteng Ari akan berpindah ke pantat!
Setelah hari perlahan menggelap, Beni menghentikan kursus dadakan itu lalu melihat Ari sendu. Mengingat bahwa Wulan sebentar lagi akan menjadi pacar dari seorang temannya, membuat hati Beni sedikit demi sedikit meruntuh. Ia tidak bisa melihat Wulan yang serba independen lagi.
Pikirannya tiba-tiba berhenti saat ada seseorang berdeham di belakangnya. Beni lekas menoleh, mendapati rok panjang yang hanya menyisakan jemari kaki berada di depannya. Setelah pandangannya naik, ia menemukan Huha Delapan tersenyum ke arahnya. Beni pun langsung berdiri disusul oleh Ari yang mengambil tempat di sampingnya.
Huha Delapan membungkuk sejenak lalu kembali menegakkan badannya. "Maaf jika saya telah mengganggu kegiatan kalian," ucapnya, "Raja Sua mengundang kalian untuk makan malam di istana. Semoga kalian berkenan hadir dalam acara tersebut." Usai mengabarkan hal tersebut, Huha Delapan pergi dari hadapan mereka berdua.
Keduanya saling pandang saat Huha Delapan benar-benar menghilang dari penglihatan. Ari berkedik tak acuh, mengambil gitarnya lalu merangkul Beni, mengajaknya beranjak dari tempat mengerikan ini.
"Aku bakal nembak Wulan setelah makan malam nanti!" soraknya bersemangat. Tangannya mendadak terulur di hadapan Beni seraya berkata, "Beni, doakan aku biar diterima sama Wulan! Oke? Oke!"
Beni pun membalas tangan itu dengan amat sangat terpaksa. "Good luck, Ri!"
"Thanks, my bro!"
×××
KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Adventure[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...