James dan Ari menghampiri dua temannya yang sedang duduk di batuan pinggir danau dengan masing-masing tangan membawa eceng gondok. Beni dan Wulan pun menaikkan sebelah alis mereka ketika dua temannya membawa sampah danau itu kemari.
"Ngapain bawa itu, Mes?" tanya Beni.
Alih-alih menjawab, James memandang Ari lalu memberikan seringaian aneh. "Ada bule cantik, Ben," kata James.
Raut wajah Wulan dan Beni berubah menjadi aneh. Menurut mereka, tidak akan ada bule di tempat sunyi seperti ini. Danau menakjubkan ini kelihatannya berada di daerah terpencil yang jarang disentuh oleh masyarakat sekitar. Sangat mustahil bila ada orang mancanegara berada di sekitar sini.
Namun, dilihat dari ekspresi James saat memberitakan hal tersebut, sepertinya ia tidak sedang berbohong. Ditambah anggukan meyakinkan dari Ari yang berada di sebelahnya, Beni merasa mulut mereka berdua kini berkata benar.
Mau tidak mau, Wulan dan Beni turun dari batuan hingga tubuh mereka mengambang di permukaan. Karena Wulan belum mahir berenang, Beni pun terus menggenggam tangannya, mengikuti kedua anak yang telah memimpin di depan. Tak lama kemudian mereka sampai di tempat yang James dan Ari maksud; sebuah batu menjulang di pelosok danau.
Dilihatnya perempuan-perempuan asing; beberapa ada yang berkulit putih, sisanya adalah kulit cokelat eksotis. Beni mengintip sedikit, melihat penampakan dua wanita berambut hitam yang saling mencipratkan air. Mereka berdua berpakaian layaknya wanita yang hidup pada zaman kerajaan, membuat bagian dada hingga ke kepala terekspos bebas. Senyum Beni merekah saat mengenali satu di antara kedua wanita itu.
"Gila, Demi cantik banget pake gituan. Idaman anak bangsa," kata Beni sambil menggeleng kagum.
Ari yang mendengarnya pun mengernyit. "Demi? Demi dewa?"
Laki-laki itu langsung mendapat jitakan dari James. "Demi Lovato, bego! Yang nyanyi legi do, ledi go!" tukasnya.
Ketiga lelaki itu mengintip dari sisi batu yang sama, sedangkan Wulan dari sisi lain. Perempuan itu tidak ingin ikut urusan lelaki, apalagi jika tontonannya begini, takut-takut malah dirinya yang akan jadi korban.
Mereka bertiga hampir ngiler ketika beberapa wanita lain datang mendekati dua bule menawan itu. Ya, namanya juga naluri lelaki, bila disuguhkan pemandangan demikian juga pasti akan meneguk ludah. Beni yang selalu datar pun akan beralih sikap menjadi seperti James dan Ari.
Jika tiga bocah itu berliur hingga mencemari air danau, maka berbeda dengan Wulan. Gadis itu tidak memperhatikan kumpulan bule yang sedang semprot-semprot cantik itu, tapi memandang balita perempuan yang duduk tenang di bebatuan.
Bayi kecil itu mengenakan mahkota berhias benda bulat terang berwarna hijau. Pikir Wulan, benda itu pasti yang dimaksud Sungit; alamas berwarna. Memang, sih, Sungit tidak memberitahu ciri-ciri alamas itu sendiri. Namun, kebanyakan intan atau alamas, kan, selalu mengilap bila terkena secercah sinar.
Lantas, Wulan mendekati ketiga temannya, hendak memberi tahu bahwa alamas berwarna telah ditemukan. "Woi, kalian jangan lihatin mereka terus, dong! Kita ke sini, kan, nyari alamak—eh, maksudku alamas."
Ketika mereka menoleh, Wulan ketakutan saat melihat wajah teman-temannya macam orang mabuk. Jangan-jangan, dirinya akan menjadi korban. Dia langsung menepis pemikiran buruk itu. Tidak mungkin Beni, James, dan Ari bisa memperlakukan Wulan dengan begitu keji. Mereka pasti mengetahui batasan.
Namun, semakin jauh Wulan mundur, tubuh nereka bertiga malah maju mendekatinya. "Ben, Ri, Mes, kalian kenapa? Jangan nakut-nakutin, dong!" lirihnya kaku.
Tidak mendapatkan respons, Wulan pun terisak sambil mengusap kedua matanya, membuat tiga bocah itu tertawa keras.
"Ya ampun, Lan, gitu aja nangis," celetuk Beni.
James mengangguk setuju. "Iya, dasar cengeng!"
Tangan Wulan terlepas dari kelopak mata, memandang sinis mereka di depannya. "Lebih cengeng aku atau James yang kena bumbu?"
"Ya, James lah!" jawab Beni dan Ari kompak, menyebabkan James menggerutu sendiri.
Mengesampingkan gerutuan James, Beni dan Ari langsung mengapit Wulan, meminta penjelasan mengenai perbuatannya yang telah menginterupsi momen asyik itu.
Dengan sabar Wulan menjelaskan ia sudah menemukan alamas seperti yang Sungit katakan. James yang tadi ngambek pun kini ikut nimbrung mendengar penuturan Wulan.
Gadis itu kemudian menunjukkan keberadaan alamas hijau itu kepada teman-temannya, tepat di mahkota sederhana yang menghiasi kepala seorang balita. Namun, setelah dicermati beberapa saat, balita tersebut akhirnya menanggalkan mahkota lalu meletakkan benda itu di atas bebatuan.
"Kita harus ambil mahkota alamas itu!" pekik Wulan.
×××

KAMU SEDANG MEMBACA
Gudang Sekolah
Adventure[ COMPLETED ] "Oke, hai! Selamat datang di gudang sekolah! Tegang banget, kalian jangan takut. Panggil aku Suara Langit. Karena kalo suara perut, itu namanya kelaperan." "What!?" seru keempat bocah itu. ××× Wulan, Beni, Ari, dan James memang anak Pr...