Madison's Point of View.
Aku mengetuk-ngetuk jemariku sambil menatap beberapa kaleng soda yang kini sudah kosong yang berada di hadapanku. Justin dan yang lainnya sudah pergi selama dua jam lebih dan sampai saat ini mereka masih belum kembali ke rumah. Aku tidak percaya jika mereka pergi ke luar sementara aku harus terkurung di rumah yang cukup besar ini. Aku tidak mengerti mengapa mereka tidak mengajakku bersama mereka. Maksudku, mereka bisa meninggalkanku sendirian di dalam mobil sementara mereka mengurusi urusan mereka. Aku tidak keberatan. Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan di luar sana saat ini. Aku tidak berani untuk bertanya pada Justin karena aku tahu ia pasti akan marah jika aku berusaha menanyakannya tentang hal itu.
Justin mengunci semua pintu yang berada di rumah ini. Aku tidak mengerti mengapa ia harus mengunci semua pintu di rumah ini. Itu berlebihan. Maksudku, aku tidak akan lari dari sini. Aku tengah berada di tengah-tengah hutan saat ini, dan aku tidak tahu jalan mana yang harus ku ambil agar aku bisa sampai di kota. Jadi, aku akan berpikir seribu kali sebelum aku mencoba lari dari rumah ini. Justin pergi tanpa meninggalkan apapun yang bisa ku makan. Aku hanya melihat beberapa kaleng minuman di dalam lemari pendingin. Ku harap ia tidak akan marah saat ia melihat tumpukan kaleng minuman soda miliknya di tempat sampah. Ku harap ia tidak keberatan saat ia tahu aku meminum minuman soda miliknya.
Aku menaruh sikuku di atas meja, sementara tanganku menopang daguku. Ini sudah hampir tengah malam. Mengapa mereka belum kembali ke rumah? Apa mereka sedang sibuk bersenang-senang di luar sana sehingga mereka lupa untuk pulang? Mereka mungkin bahkan tidak ingat jika mereka meninggalkan seorang wanita sendirian di dalam sebuah rumah yang berada jauh di dalam hutan.
Akhirnya aku bisa bernapas lega begitu aku mendengar suara mesin mobil dari luar. Mereka sudah kembali. Aku beranjak dari kursiku, sementara tanganku mengambil sisa kaleng minuman yang telah ku habiskan untuk ku buang ke tempat sampah.
Aku bisa mendengar seseorang membuka pintu depan sambil berteriak, "Kita berhasil melakukannya!"
Aku tidak tahu apa yang terjadi atau apa yang mereka lakukan di luar sana. Tapi apapun itu, mereka nampak begitu senang karena aku bisa mendengar mereka tertawa dan sesekali bertepuk tangan.
"Kita harus merayakannya!"
Aku menatap mereka dari kejauhan. Mereka tengah duduk di sofa, sambil terus menertawakan sesuatu. Aku juga melihat sebuah tas hitam yang cukup besar yang berada di atas meja di depan mereka. Aku memberanikan diriku untuk melangkah lebih dekat ke arah mereka.
"Merayakan apa?" Tanyaku, yang langsung membuat semua perhatian mereka tertuju padaku.
Aku tidak tahu mengapa, tapi mereka nampak begitu terkejut. Mereka sepertinya tidak mengharapkan kehadiranku. Salah satu dari mereka menurunkan tas hitam besarnya ke bawah meja. Ia sudah terlambat. Maksudku, apa ia tengah berusaha untuk menyembunyikan tas itu dariku? Aku sudah melihatnya. Lagipula, mengapa mereka berusaha menyembunyikan tas itu dariku?
"Josh, apa kau bisa membawa tas itu ke ruangan lain?" Ucap Justin pada seorang pria yang berdiri di sebelahnya.
Pria yang Justin panggil 'Josh' itu hanya mengangguk sambil menenteng tas hitam itu di tangannya dan berlalu entah kemana. Dua orang pria lain kemudian menyusulnya, mereka pergi meninggalkan ruang tengah sehingga kini hanya tersisa aku dan Justin.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyanya, sambil berjalan mendekatiku.
"Aku menunggumu pulang,"
Aku baru menyadari jika kini wajah Justin sudah di penuhi dengan luka lebam dan juga berapa sayatan di pipinya. "Apa kau baru saja berkelahi?" Aku memberanikan diriku untuk bertanya padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Robbers | Justin Bieber
FanficKehidupan Madison berubah ketika ayahnya menjualnya. Ia menghadapi banyak hal sampai akhirnya ia bertemu dengan Justin dan masuk ke dalam kehidupan Justin yang gelap.