3.4

3K 262 6
                                        

Justin's Point of View

Aku tidak tahu mana yang lebih ingin ku lakukan saat ini. Aku mempunyai dua opsi pilihan sekarang. Pilihan pertama, pergi menemui Harold dan menghajarnya. Pilihan kedua, pergi ke kamar Madison untuk mendobrak pintu kamarnya. Aku sudah pernah memperingatkan Harold untuk menutup rapat mulutnya dan jangan pernah memberitahu Madison apapun. Kurasa ia terlalu keras kepala untuk mendengarkan ucapanku. Madison terus mengunci rapat pintu kamarnya dan aku berusaha keras untuk tidak mendobrak paksa pintunya. Aku hanya ingin menemuinya dan berbicara dengannya.

Ini sudah memasuki hari ke-lima dan nampaknya Madison masih akan terus mengurung dirinya di dalam kamar. Ia hanya akan keluar dari kamar pada saat sarapan, jam makan siang dan jam makan malam. Ia akan keluar dari kamarnya untuk mengambil makanannya dan setelah itu ia akan kembali ke dalam kamarnya dan tentu saja menguncinya kembali. Ia bahkan tak mengatakan apapun padaku, Josh, ataupun yang lainnya saat ia berpapasan dengan kami. Setiap kali aku hendak berusaha untuk berbicara dengannya, ia selalu buru-buru menghindariku.

Kurasa aku merindukannya. Aku rindu menatap sepasang mata birunya. Aku rindu mencium aroma tubuhnya yang mampu membuatku tenang. Dan dari semua hal yang kurindukan tentangnya, aku merindukan ciuman dan sentuhannya. Aku benar-benar merindukan itu semua.

Aku meneguk segelas bir yang sudah berada di atas meja di hadapanku sedari tadi. Kurasa aku kembali pada kebiasaan lamaku. Aku kembali minum hingga aku mabuk. Aku melakukannya karena ini adalah satu-satunya cara untuk mengalihkan perhatianku. Setidaknya dengan mabuk mampu membuatku berhenti memikirkan Madison selama beberapa saat.

"Apa kau sudah berusaha untuk berbicara padanya?"

Aku mengangkat kepalaku untuk melihat Tyler yang kini berdiri di sampingku. "Madison?"

Ia mengangguk. "Apa kau sudah menemuinya?"

"Bagaimana bisa aku berbicara dengannya?" Aku terkekeh. "Ia terus menutup rapat pintu kamarnya."

Ia menghela napasnya sebelum berjalan melewatiku untuk duduk di sampingku. "Ia benar-benar marah, bukan?"

Aku meneguk kembali bir yang berada di tanganku sebelum kembali meletakkan botol bir itu di atas meja. "Bagaimana denganmu?" Tanyaku. "Apa kau sudah berbicara dengannya?"

Ia menggelengkan kepalanya. "Ia selalu menghindar dariku setiap kali aku mencoba untuk menghampirinya."

Aku sudah tidak tahu lagi apa yang harus ku lakukan sekarang. Aku sudah mencoba berbagai cara agar Madison setidaknya membuka pintu kamarnya dan membiarkanku menjelaskan semuanya padanya. Walaupun aku tidak tahu dari mana aku harus memulainya. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus ku jelaskan padanya. Aku berusaha untuk mengetuk pintu kamarnya sambil berusaha untuk berbicara selembut mungkin dengannya. Kupikir dengan aku melakukan itu Madison akhirnya akan membukakan pintunya untukku. Namun aku salah.

"Mungkin aku seharusnya mendobrak pintu kamarnya," Ucapku, sambil terkekeh.

"Ia akan semakin membencimu jika kau melakukan itu,"

Aku hanya mengangkat bahuku sambil kembali meraih botol bir milikku. Ketika aku hendak meneguknya, botolnya kosong. "Apa kau bisa membawakan sebotol bir dari dalam lemari pendingin, Tyler?"

"Berapa banyak botol bir yang telah kau habiskan hari ini?" Tanyanya.

Aku tidak ingat. "Terlalu banyak hingga aku tak bisa menghitungnya dengan jemariku."

Tyler hanya menggelengkan kepalanya sebelum beranjak bangkit dari tempat duduknya. Aku tersenyum pada diriku sendiri sambil terus menatap punggung Tyler yang kini semakin menjauhiku. Aku menunggu selama beberapa saat sebelum akhirnya Tyler kembali dengan membawa sebotol bir yang masih penuh dan segar di tangannya. Ia menyodorkan botolnya padaku dan aku langsung meraihnya.

Robbers | Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang