Madison's Point of View.
Aku menutup kedua mataku ketika aku merasakan tangannya yang masuk ke balik bajuku. Aku bisa merasakan rasa hangat dari telapak tangannya ketika ia menempatkan telapak tangannya pada punggungku untuk memberikan punggungku sebuah usapan lembut. Aku belum pernah melakukan ini sebelumnya. Aku bahkan tidak tahu dari mana keberanian untuk duduk di pangkuannya dan membiarkannya menyentuh tubuhku seperti ini berasal. Aku bisa merasakan kedua pipiku yang semakin memanas dan aku sangat yakin jika saat ini kedua pipiku lebih merah dari buah tomat.
"Kau,"
Ketika aku membuka mataku kembali, aku langsung di sambut oleh sebuah seringai yang sudah terlukis di wajahnya. Aku tidak tahu apakah aku melakukan hal yang benar. Tapi aku sangat yakin jika ini adalah apa yang ku inginkan. Aku selalu menginginkan ini.
Aku terkekeh pelan. "Kau menginginkanku?"
Ia meletakkan kedua telapak tangannya pada pinggangku dan meremasnya pelan. "Aku sangat menginginkanmu,"
Aku menaruh tangan kananku di wajahnya, membiarkan ibu jariku mengelus lembut pipinya sementara tanganku yang lain melingkar di lehernya untuk menopang tubuhku agar aku tidak terjatuh ke belakang. Sesekali aku meremas rambutnya dengan jemariku dan ia selalu menutup kedua matanya setiap kali aku melakukannya.
"Kau membuatku kehilangan akal sehatku, Madison." Gumamnya kembali.
Aku hanya memberinya sebuah senyuman karena aku sama sekali tidak mengerti apa yang baru saja ia ucapkan. Ia mabuk, aku bisa mencium aroma alkohol yang cukup kuat dari mulutnya.
"Kuharap itu bukanlah hal yang buruk," Gumamku, sambil mengangkat kedua bahuku ke udara.
Ia tertawa kecil sambil menyelipkan helaian rambutku ke belakang telingaku. Ia diam, tak mengatakan apapun, sementara aku menemukan diriku terhipnotis oleh mata cokelatnya yang indah. Kurasa kini sepasang mata cokelat itu adalah favoritku. Aku tak akan pernah bosan jika aku harus memandang sepasang mata indah itu seharian penuh.
Dengan perlahan ia mendekatkan wajahnya padaku. Aku bisa merasakan hembusan napasnya yang panas mengenai wajahku. Aku menutup mataku ketika aku merasakan bibirnya yang kini menyatu dengan bibirku. Lama kelamaan ciumannya beralih turun pada leherku. Aku meremas bajunya ketika ia menggigit lembut leherku. Kurasa itu akan meninggalkan bekas di sana.
"Justin.."
Aku menggigit bibirku, berusaha menahan suara apapun yang hendak keluar dari mulutku namun nampaknya aku tak bisa menahan diriku sendiri. Ia membenamkan wajahnya pada leherku selama kurang lebih sepuluh menit sebelum akhirnya ia memberikan ciuman-ciuman kecil di sepanjang rahangku. Aku bisa merasakan tangannya yang kini sudah siap untuk menarik lepas baju yang sedang ku kenakan. Aku tidak percaya jika ini benar-benar terjadi. Dan aku lebih tidak percaya jika aku membiarkan ini semua terjadi.
Ia mengecup singkat bibirku sebelum menarik lepas bajuku melewati kepalaku dan melemparkannya begitu saja ke atas lantai. Ia adalah pria pertama yang melihatku dalam keadaan seperti ini. Aku menundukkan kepalaku ketika aku sadar jika kini ia sedang menatapku yang hanya mengenakan sebuah bra. Berbagai macam pikiran berlalu-lalang di kepalaku ketika aku tak mendengar sepatah katapun yang ia ucapkan.
"Mengapa kau terus menundukkan kepalamu?" Ia menaruh jemarinya di daguku dan mengangkatnya sehingga kini aku bisa menatapnya.
"Aku hanya.. kau tahu.. aku tidak tahu."
"Kau tidak ingin melakukan ini?" Tanyanya. Itu sama sekali bukan apa yang ingin ku katakan.
"Bukan itu yang ku maksud," Aku menggelengkan kepalaku. "Ini hanya.. kau tahu, aku belum pernah melakukannya sebelumnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Robbers | Justin Bieber
FanfictionKehidupan Madison berubah ketika ayahnya menjualnya. Ia menghadapi banyak hal sampai akhirnya ia bertemu dengan Justin dan masuk ke dalam kehidupan Justin yang gelap.