Justin's Point of View.
Jika aku tak pernah pergi ke klub milik Jeremy malam itu, mungkin aku tak akan pernah bertemu dengannya. Mungkin aku masih akan terjebak di rutinitas yang sama seperti pergi merampok lalu menghabiskan uangku untuk menyewa seorang wanita dan menghabiskannya pada alkohol. Aku tak pernah menyesal dengan segala keputusan yang telah ku buat dalam hidupku karena semua keputusan itu telah membawaku padanya. Aku bahkan tak bisa membayangkan hidupku tanpa Madison di dalamnya.
Semuanya menjadi lebih baik sekarang. Kondisi Madison telah pulih sepenuhnya dan itu membuatku senang ketika aku bisa melihatnya tertawa kembali. Ia kembali menjadi Madison seperti dulu. Madison yang selalu nampak ceria dan juga keras kepala, tentu saja. Aku mulai berusaha untuk melupakan kejadian beberapa minggu yang lalu. Saat di mana aku berpikir jika aku akan kehilangannya untuk selamanya. Namun setiap kali aku melihat bekas luka di lengannya, ingatan itu kembali berputar di otakku. Aku dan Madison menjadi semakin dekat dari hari ke harinya. Aku begitu menyukai menghabiskan waktu bersamanya. Aku menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku sambil sesekali melirik ke arah tangga. Ia masih belum juga turun dari kamarnya.
"Hai,"
Aku mendongakkan kepalaku ketika aku mendengar sebuah suara yang di ikuti oleh langkah kaki seseorang. Dan di sanalah ia. Tengah menuruni tangga dengan anggunnya. Aku tersenyum. "Hai,"
"Apa kau sudah menunggu lama?" Tanyanya.
Aku melirik arlojiku. "Tidak," Ia memakai sebuah gaun merah panjang yang menyentuh mata kakinya dan membiarkan rambut indahnya tergerai begitu saja. "Kau terlihat begitu cantik malam ini."
Ia tersenyum. "Terima kasih," Gumamnya. "Begitupula denganmu."
Aku mengernyitkan keningku. "Aku terlihat cantik bagimu?"
Ia langsung tertawa begitu mendengar ucapanku. "Tidak, maksudku, kau terlihat begitu tampan malam ini."
Aku menyeringai. "Aku selalu terlihat tampan setiap saat."
Ia hanya menggeleng-gelengkan kecil kepalanya. Aku mengulurkan tanganku padanya dan ia langsung meraihnya sambil berjalan mendekatiku. "Di mana yang lainnya?" Tanyanya.
"Mereka ada di ruang tengah,"
"Apa kita tidak akan berpamitan pada mereka terlebih dahulu?" Tanyanya kembali.
"Kita akan terlambat jika kita tidak pergi sekarang," Gumamku. "Ayo,"
Aku menautkan tanganku dengannya sambil menuntunnya keluar dari rumah. Aku membukakan pintu mobil dan menahannya untuknya. Ia tersenyum sambil menggumamkan 'terima kasih' padaku. Aku berlarian kecil untuk menuju sisi lain dari mobil. Aku membuka pintu mobilnya dan langsung menjatuhkan bokongku pada kursi pengemudi. Aku menyalakan mobilnya dan langsung menjalankannya. Aku menaruh tangan kananku pada stir mobil sementara tangan kiriku terus menggenggam tangan Madison. Suasana di dalam mobil cukup hening selama beberapa menit karena aku tengah sibuk menatap jalanan di depanku dan Madison nampaknya tengah sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanyaku, yang langsung membuatnya menoleh padaku. Aku menatapnya selama beberapa saat sebelum akhirnya kembali fokus pada jalanan di depanku.
"Kau tak pernah mengajakku makan di luar sebelumnya,"
Aku mengangguk. "Aku tahu,"
Ia diam sejenak sebelum berkata, "Apa ini semacam kencan?"
"Kurasa begitu,"
Ini untuk pertama kalinya setelah sekian lamanya aku tak pernah mengajak wanita manapun untuk pergi makan malam bersamaku. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali aku mengajak seorang wanita untuk berkencan. Itu sudah lama sekali hingga aku tak bisa mengingatnya. Suasana di dalam mobil kembali hening sampai akhirnya kami sampai di tempat tujuan kami. Aku memarkirkan mobilnya terlebih dahulu sebelum beranjak keluar dari dalam mobil. Aku langsung meraih pinggang Madison dan kami pun langsung melangkah masuk ke dalam restorannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Robbers | Justin Bieber
FanfictionKehidupan Madison berubah ketika ayahnya menjualnya. Ia menghadapi banyak hal sampai akhirnya ia bertemu dengan Justin dan masuk ke dalam kehidupan Justin yang gelap.