Justin's Point of View.
"Apa kau ingin aku menarik pelatuknya, Madison?"
Aku menatap kedua mata birunya bergantian, berusaha untuk membaca emosi yang mata biru itu pancarkan. Aku tak bisa melihat emosi apapun selain rasa takut. Aku tersenyum pada diriku sendiri ketika aku melihat rasa takut yang terpancar jelas dari kedua mata birunya. Ia memang sudah seharusnya takut padaku.
Jika aku tak bisa memberitahunya dengan cara halus, mungkin ia bisa mengerti jika aku menggunakan kekerasan.
Ia tidak bergeming, ataupun mengatakan apapun. Ia bahkan tidak memohon padaku untuk menjauhkan senjataku darinya atau apapun itu. Ia menutup kedua matanya ketika aku semakin menempelkan senjataku pada dahinya. Aku bisa saja menarik pelatuknya saat ini juga, membiarkan peluru itu menembus dahinya dan bersarang di kepalanya. Aku ingin ia tahu jika aku tak pernah main-main dengan ucapanku.
"Justin, hentikan." Josh berusaha menurunkan lenganku, namun aku tak bergeming. "Itu sudah cukup."
"Kau pikir kau bisa lari dariku, Madison?" Bisikku. Dengan perlahan ia kembali membuka kedua kelopak matanya.
Apa peraturan yang ku berikan padanya kurang jelas? Aku masih marah padanya karena ia telah masuk mengendap-endap begitu saja ke ruang bawah tanah dan kini ia berusaha lari dariku? Apa yang harus ku lakukan agar ia bisa mendengarkan semua perkataanku? Aku akan menggunakan kekerasan jika ia tidak menuruti perkataanku. Aku tak ingin melakukannya. Aku tak ingin menggunakan kekerasan namun ia sendiri yang memintanya.
Aku kembali melepaskan tembakan ke udara. Madison tersentak, dan langsung menutup telinganya dengan kedua telapak tangannya.
"Kubilang hentikan!" Josh mengambil senjataku begitu saja dari tanganku. "Bawa dia kembali ke rumah."
"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku, sambil menatapnya yang tengah menyimpan senjataku di saku celananya. "Aku ingin memberinya pelajaran!"
"Apa kau ingin membunuhnya?" Gumamnya. "Bawa dia kembali ke rumah. Kita akan menyelesaikan semuanya di sana."
Aku meraih lengan Madison, dan mencengkramnya erat. Sesekali ia meringis, namun aku tidak memperdulikannya. Jika ia tidak berusaha lari dariku, ini semua tidak akan terjadi. Jika ia mau mendengarkan ucapanku, dan menuruti semua peraturan yang telah ku berikan padanya, aku tidak akan melakukan ini semua padanya. Aku semakin mempercepat langkahku karena harinya sudah semakin gelap.
Aku membuka pintu rumahnya dengan membantingnya sehingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Aku menyeret tubuhnya ke atas, menuju kamarnya. Aku masih belum memikirkan apa yang akan ku lakukan padanya. Hukuman apa yang harus ku berikan padanya setelah semua yang telah ia lakukan?
Aku mendorong tubuhnya agar ia masuk ke dalam kamarnya. Aku langsung menguncinya, dan memasukkan kunci kamarnya ke dalam saku celanaku.
"Justin! Buka pintunya! Kumohon!"
Aku memijat pelipisku yang kembali berdenyut. Aku memutuskan untuk turun ke bawah, tidak menghiraukan teriakan Madison dari dalam kamarnya. Aku langsung berjalan menuju ruang tengah untuk menemui Josh dan yang lainnya yang sudah berkumpul.
"Apa yang akan kau lakukan padanya?" Tanya Josh, ketika aku sudah duduk tepat di sampingnya.
"Aku tidak tahu," Gumamku. "Aku belum memikirkannya."
"Kau harus memberinya pelajaran, Bieber." Seru Harold sambil menaruh senjata miliknya di atas meja di depannya.
Kepalaku terasa pening. "Apa kita masih memiliki persediaan alkohol, Josh?"
Josh terdiam sejenak, berusaha mengingatnya. "Ya,"
"Aku akan mengambilnya," Ucapku, sambil beranjak dari tempat dudukku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Robbers | Justin Bieber
FanfictionKehidupan Madison berubah ketika ayahnya menjualnya. Ia menghadapi banyak hal sampai akhirnya ia bertemu dengan Justin dan masuk ke dalam kehidupan Justin yang gelap.