1.9

3.8K 337 27
                                        

Madison's Point of View.

Rumah ini terasa begitu sepi karena Justin dan yang lainnya kini tengah berada di ruang bawah tanah. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan. Mereka sudah berada di ruang bawah tanah sana sekitar kurang lebih setengah jam, meninggalkanku sendirian di sini yang terus bertanya-tanya tentang apa yang sedang mereka lakukan di bawah sana. Mungkin mereka sedang membicarakan sesuatu. Tapi apa yang sedang mereka bicarakan? Mengapa mereka harus membicarakannya di ruang bawah tanah? Maksudku, mereka bisa membicarakannya di sini, di ruang tengah ini. Mungkin alasan mengapa mereka memilih untuk membicarakan apapun itu yang sedang mereka bicarakan di ruang bawah tanah, adalah karena mereka tak ingin aku mendengar percakapan mereka.

Apa mereka menyembunyikan sesuatu dariku?

Aku menggelengkan kepalaku perlahan. Aku harus berhenti memikirkan itu semua. Itu sama sekali bukan urusanku. Jadi, kurasa aku tak perlu repot-repot memikirkan tentang itu semua. Mereka semua pria baik-baik. Setidaknya, kuharap begitu. Aku belum mengenal mereka sepenuhnya, namun kurasa seiring dengan berjalannya waktu, aku akan mengenal mereka lebih baik.

Aku menyenderkan tubuhku ke belakang sehingga kini punggungku menyentuh senderan sofa, sementara mataku menatap lurus pada layar televisi yang berada tepat di hadapanku. Sesekali aku melirik ke arah pintu ruang bawah tanah. Pintunya masih tertutup dengan rapat.

Oh, Tuhan.
Apa yang sedang mereka bicarakan di bawah sana?

Aku buru-buru mengalihkan pandanganku ke layar televisi kembali ketika aku melihat seseorang membuka pintunya. Josh yang pertama kali keluar dari dalam, lalu di susul oleh Harold, Tyler dan terakhir Justin. Josh dan Harold langsung naik ke atas, sementara Tyler dan Justin berjalan ke arahku. Aku bisa merasakan detak jantungku yang berdetak tak beraturan ketika mataku dan mata Justin bertemu selama beberapa detik.

"Hai," Sapa Tyler lembut sambil duduk di sampingku.

"Hai,"

Aku menggigit bibir dalamku ketika Justin berjalan di depanku untuk duduk di samping Tyler. Ia bahkan tidak mengucapkan apapun padaku. Kurasa ia kembali menjadi dirinya sendiri hari ini. Ia kembali menjadi Justin yang dingin. Oh, Tuhan. Aku lebih menyukainya tadi malam. Saat ia bersikap begitu hangat kepadaku. Ia tak pernah bersikap sehangat itu padaku sebelumnya.

"Kau sudah tidak memakai perban lagi?" Tanya Tyler sambil menunjuk ke arah tanganku.

"Josh bilang aku bisa melepas perbanku," Ucapku. "Tanganku sudah terasa jauh lebih baik sekarang."

Lukanya meninggalkan bekas. Aku masih bisa melihat garis yang cukup panjang di telapak tanganku akibat goresan pecahan gelas beberapa hari yang lalu. Namun itu tidak masalah karena kurasa bekas lukanya akan hilang dalam beberapa hari ke depan.

Ia tersenyum. "Aku senang mendengarnya,"

"Apa yang kalian bicarakan di bawah sana?" Tanyaku.

Tyler diam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Bukan apa-apa."

Aku mengernyitkan keningku. Jika itu 'bukan apa-apa', lalu mengapa mereka menghabiskan waktu selama setengah jam di bawah sana? Mereka tidak mungkin menghabiskan waktu selama itu jika mereka tidak membicarakan sesuatu yang penting, bukan? Aku sangat ingin kembali bertanya padanya namun aku mengurungkan niatku karena kurasa itu tidak ada gunanya. Ia tidak akan menjawab pertanyaanku.

Kami semua larut dalam keheningan. Tyler dan Justin tengah fokus menonton televisi sementara aku tengah sibuk berkutat dengan pikiranku sendiri. Berapa banyak rahasia yang mereka sembunyikan dariku? Lamunanku buyar ketika aku mendengar suara dering telepon genggam yang cukup keras yang kurasa berasal dari Tyler. Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan telepon genggamnya dan menatap layar teleponnya untuk beberapa detik.

Robbers | Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang