Madison's Point of View.
Aku merasa begitu... bebas. Maksudku, kini Justin sudah tidak mengurungku lagi di kamarku. Ia bilang jika hukumanku sudah selesai jadi aku tidak perlu lagi menghabiskan waktuku di dalam kamarku seharian. Tidak ada lagi rutinitas yang membosankan ataupun tidur sepanjang hari. Aku suka tidur, tapi kurasa sesuatu yang berlebihan tidak baik, bukan? Aku tidak tahu apa yang membuat Justin memutuskan untuk berhenti mengurungku. Apakah ini semua karena Josh? Atau mungkin Tyler? Mungkin salah satu dari mereka telah berbicara pada Justin sehingga Justin memutuskan untuk merubah pikirannya. Tapi apapun itu, aku sangat bersyukur.
Jantungku berdebar kencang selama aku dan Justin berbicara di dalam kamarku tadi pagi. Kurasa berbicara berdua dengannya di sebuah ruangan yang sepi bukanlah ide yang bagus. Aku sama sekali tidak mengerti saat ia mengucapkan sesuatu tentang peluru yang bersarang di kepalaku. Apa itu adalah sebuah ancaman? Mungkin ia berusaha untuk membuatku ketakutan. Jika itu memang sebuah ancaman yang ia berikan padaku agar aku merasa ketakutan, ia berhasil karena aku memang ketakutan. Belum lagi ia selalu menyeringai padaku ketika ia berbicara padaku. Aku tidak tahu apa maksud dari seringainya, tapi itu justru membuatku semakin merasa ketakutan.
Aku menghela napas panjang sambil membaringkan tubuhku ke belakang sehingga kini punggungku berada di atas ranjangku yang empuk. Apa aku akan terjebak di sini dan menghabiskan sisa hidupku bersama mereka? Aku menaruh kedua telapak tanganku di atas perutku, sementara mataku menatap langit-langit kamarku. Aku tidak tahu mana yang lebih buruk; fakta bahwa aku di jual oleh ayahku sendiri karena ia membutuhkan uang untuk membayar hutang-hutangnya akibat berjudi, bekerja di tempat Jeremy atau menghabiskan hari-hariku di sebuah rumah bersama dengan empat orang pria asing. Aku benci hidupku.
Lamunanku tentang betapa payahnya hidupku buyar ketika aku mendengar keributan dari bawah. Samar-samar aku bisa mendengar teriakan seseorang dan tak lama kemudian aku mendengar sesuatu yang pecah. Rasa keingintahuanku mendorongku untuk bangkit dari tempat tidurku. Oh, Tuhan. Apa yang sedang terjadi di bawah sana?
"Kau tidak bisa membiarkannya berada di rumah ini!"
Aku mendengar suara seseorang berteriak tepat ketika aku sudah keluar dari dalam kamarku. Apa yang sedang mereka ributkan? Aku menyelipkan helaian rambutku ke belakang telinga, sambil berjalan menuju tangga.
"Aku bisa membawa siapapun ke rumah ini!"
Itu terdengar seperti suara Justin. Dengan siapa ia sedang bertengkar? Aku terperanjat ketika aku mendengar suara sesuatu yang pecah kembali dari bawah. Kekacauan apa lagi yang ia buat sekarang? Aku memberanikan diriku untuk turun ke bawah, untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Jantungku berdebar kencang setiap kali aku menuruni satu anak tangganya. Mungkin aku seharusnya kembali ke kamarku. Apa aku harus kembali ke kamarku?
Aku terdiam sejenak ketika aku melihat Justin yang tengah menaiki anak tangganya. Ia terlihat begitu... emosi. Aku bisa melihatnya dari ekspresi di wajahnya. Justin berhenti sejenak ketika ia melihatku. Aku menahan lengannya ketika ia hendak melanjutkan langkahnya. "Apa yang terjadi?"
Ia langsung menyingkirkan tanganku yang berada di lengannya. "Bukan urusanmu,"
Aku bertanya baik-baik padanya. Mengapa ia begitu kasar? Ia kembali melanjutkan langkahnya sementara aku hanya menatap punggungnya sebelum akhirnya ia menghilang di balik pintu kamarnya. Aku tersentak pelan ketika aku mendengarnya membanting pintu kamarnya sehingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Kurasa suasana hatinya sedang buruk.
Aku mengambil napas panjang dan mengeluarkannya dengan perlahan melalui mulutku sebelum melanjutkan langkahku menuruni anak tangga. Aku langsung bergegas menuju ruang tengah, karena kurasa keributannya berasal dari ruang tengah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Robbers | Justin Bieber
FanfictionKehidupan Madison berubah ketika ayahnya menjualnya. Ia menghadapi banyak hal sampai akhirnya ia bertemu dengan Justin dan masuk ke dalam kehidupan Justin yang gelap.