2.6

3.1K 266 1
                                        

Madison's Point of View.

Aku membuatnya kecewa.

Mungkin seharusnya aku bisa menghentikannya. Jika aku bisa menghentikannya tadi malam, mungkin aku tidak akan membuatnya begitu kecewa seperti tadi malam saat ia melangkah keluar begitu saja dari kamarku. Mungkin seharusnya aku mendorong tubuhnya ketika ia mencoba menciumku dan mungkin itu akan membuatnya mengerti. Tapi aku tidak melakukannya karena aku menikmatinya. Aku tidak percaya jika aku mengatakan ini tapi aku menikmati setiap ciuman dan sentuhan yang ia berikan padaku. Apa aku mulai kehilangan akal sehatku? Aku masih ingat saat aku pertama kali bertemu dengannya dan merasa begitu tidak nyaman setiap kali ia menyentuhku. Namun kini aku begitu menikmati sentuhannya.

Aku belum bertemu dengan Justin pagi ini dan itu membuatku merasa begitu lega. Setelah kejadian tadi malam di kamarku, aku masih belum tahu apa yang harus ku katakan padanya. Kurasa aku terlalu malu untuk menyapanya dan bahkan untuk menatap kedua matanya.

"Selamat pagi, Josh."

Aku tersenyum kecil pada Josh yang sudah duduk di meja makan. Aku menarik kursiku, sebelum menjatuhkan bokongku di atasnya. Di atas meja makan kini sudah tersedia lima buah piring dengan roti isi di atasnya. Kurasa Josh yang menyiapkan ini semua.

"Selamat pagi, Madison."

Suasana di meja makan pagi ini cukup hening karena di sini hanya ada aku dan Josh. Aku tidak tahu di mana yang lainnya. Mungkin Justin masih berada di kamarnya dan begitupula dengan Tyler. Tyler begitu mabuk semalam sehingga kurasa jika ia terbangun nanti, ia akan mengalami sakit kepala yang cukup hebat karena efek alkohol yang ia minum semalam.

"Apa kau merasa jauh lebih baik, Harold?"

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali ketika aku mendengar suara Josh. Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat Harold yang kini sudah duduk di kursi yang bersebrangan denganku. Ia terlihat jauh lebih baik sekarang daripada kemarin saat darah mengalir dari hidungnya di saat Justin memukulinya.

"Aku baik-baik saja, Josh."

Aku buru-buru mengalihkan pandanganku ketika ia sadar jika aku sedari tadi terus menatapnya. Aku menundukkan kepalaku sambil memakan kembali roti isiku. Suasana kembali hening selama beberapa saat sebelum akhirnya Tyler datang menghampiri kami sambil memegangi kepalanya.

"Oh, Sial." Umpatnya, sambil duduk di kursinya. "Kepalaku terasa begitu pening."

Josh terkekeh kecil. "Itu karena kau minum terlalu banyak."

"Berapa banyak botol alkohol yang kau habiskan?" Tanya Harold.

Tyler menggelengkan kepalanya pelan. "Terlalu banyak hingga aku tak bisa menghitungnya."

Tyler mengambil segelas air putih dan langsung meneguk semuanya sehingga kini gelasnya kosong. Aku bisa melihat matanya yang kemerahan. Aku tidak tahu apakah itu karena efek alkohol yang ia minum semalam atau karena mungkin, ia kurang tidur sehingga matanya berwarna kemerahan.

"Di mana Justin?" Tanyaku, ketika Justin tak kunjung turun untuk sarapan bersama kami semua.

"Ia ada di luar," Ucap Josh.

Kupikir ia ada di kamarnya. "Mengapa ia berada di luar?"

"Mengapa kau begitu ingin tahu?" Seru Harold. "Ia bisa melakukan apapun yang ia inginkan."

Apa ia pikir jika aku ingin mendengar pendapatnya? "Mengapa kau begitu-"

"Bisakah kalian berdua menutup mulut kalian?" Seru Tyler, memotong ucapanku. "Kalian membuat pening di kepalaku semakin memburuk."

Robbers | Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang