Justin's Point of View.
Madison adalah orang pertama, dan satu-satunya wanita yang memakai barang-barangku.
Aku tak pernah suka siapapun menyentuh atau menggunakan barang-barangku. Entah itu Josh, Tyler ataupun Harold. Tapi kurasa Madison adalah pengecualian. Aku suka melihatnya menggunakan bajuku. Bajuku terlihat begitu bagus di tubuh indahnya. Seharusnya aku memikirkannya sebelum aku membawanya ke rumah ini. Seharusnya aku menyuruhnya untuk membawa barang-barangnya bersamanya sebelum aku mengajaknya ke sini.
"Baju ini terlalu besar untukku,"
Aku melipat kedua tanganku di depan dadaku, sementara tubuhku bersandar pada pintu kayu cokelat miliknya yang terbuka lebar. Madison terus menatap pantulan dirinya sendiri di cermin, sementara aku tak bisa melepaskan pandanganku darinya.
"Itu lebih baik daripada tidak memakai baju apapun,"
Aku memberikan salah satu dari hoodie kesukaanku untuk ia pakai hari ini, namun nampaknya hoodie hitamku terlalu besar di tubuhnya. Ia merentangkan kedua tangannya, sambil terus memperhatikan betapa besarnya hoodie itu di tubuhnya.
Aku terkekeh pelan sambil beranjak masuk ke dalam kamarnya. Dengan perlahan aku melangkahkan kakiku padanya, sehingga kini aku berdiri tepat di belakang tubuhnya yang membelakangiku. Jarak tubuhku tidak cukup jauh darinya, sehingga aku masih bisa mencium bau tubuhnya. Satu lagi hal yang ku sukai dari meminjamkan bajuku padanya adalah karena di saat ia mengembalikan bajuku kembali padaku, aku masih bisa mencium bau tubuhnya di bajuku. Aku menyukai bau tubuhnya. Bau tubuhnya membuatku tenang.
Aku melangkahkan kakiku ke depan. "Kau nampak bagus dengan bajuku di tubuhmu. Aku menyukainya."
Aku mencoba untuk menutup kedua mataku, berusaha untuk menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam. "Apa yang kau lakukan?"
Ketika aku membuka mataku kembali, mataku langsung bertemu dengan mata birunya. "Aku tidak melakukan apapun,"
Aku mengambil helaian rambutnya dengan jemariku. Rambutnya terasa begitu lembut ketika jemariku menyentuhnya. Aku menaruh helaian rambutnya ke belakang telinganya, sehingga kini aku bisa menatap leher jenjangnya. Mataku langsung menangkap tanda kemerahan yang kini sudah mulai memudar di lehernya. Aku tersenyum pada diriku sendiri, sementara jemariku menyentuh tanda kemerahan di lehernya. Aku bisa merasakan tubuhnya kembali bereaksi ketika ibu jemariku mengelus lehernya. Aku masih ingat ketika ia melakukan hal yang sama ketika aku pertama kali menyentuh tubuhnya di klub milik Jeremy. Aku tidak mengerti mengapa tubuhnya selalu bereaksi terhadap sentuhanku.
"Mengapa kau selalu melakukannya?" Tanyaku.
Ia mengernyitkan keningnya. "Melakukan apa?"
"Kau selalu melakukannya setiap kali aku menyentuhmu,"
Ia menundukkan kepalanya. "A-aku hanya tidak terbiasa," Ucapnya, dengan begitu pelan sehingga aku hampir tidak bisa mendengarnya.
Aku mengangkat dagunya dengan jemariku. "Kau tidak terbiasa dengan lelaki yang menyentuhmu?"
Ia menghela napasnya sebelum menjawab pertanyaanku. "Ya,"
Aku menjauhkan jemariku dari dagunya. Ia berjalan melewatiku lalu duduk di tepi ranjang miliknya. Jadi, itu sebabnya mengapa ia selalu bereaksi ketika aku menyentuhnya?
"Kau harus membiasakan dirimu," Gumamku, yang kini sudah berdiri di depannya.
Ia mendongakkan kepalanya agar ia bisa menatapku. Aku bisa melihat kebingungan yang tergambar di wajahnya. "Aku tidak mengerti,"
"Membiasakan dirimu ketika aku menyentuhmu," Gumamku. "Kau harus membiasakannya,"
Ia menutup rapat mulutnya. Aku memutuskan untuk duduk di sampingnya. Aku menaruh telapak tanganku di atas pahanya, mengusapnya dan meremasnya lembut. Itu nampaknya membuatnya merasa tidak nyaman karena ia langsung menyingkirkan telapak tanganku saat itu juga. "Bisakah kau berhenti melakukannya?" Tanyanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Robbers | Justin Bieber
FanfictionKehidupan Madison berubah ketika ayahnya menjualnya. Ia menghadapi banyak hal sampai akhirnya ia bertemu dengan Justin dan masuk ke dalam kehidupan Justin yang gelap.