2.3

3.5K 299 7
                                    

Madison's Point of View.

Aku tidak tahu bagaimana, tapi kini aku dan Justin menjadi semakin dekat. Aku mulai menyukai kehadirannya. Aku mulai menyukai berada di dekatnya karena kurasa sekarang ia bisa lebih mengontrol emosinya. Ia menjadi lebih sering tersenyum dan sesekali tertawa setiap kali aku menceritakan sesuatu yang konyol padanya. Oh, Tuhan, aku sangat suka melihat senyum dan tawanya walaupun ia selalu memalingkan wajahnya setiap kali ia tersenyum ataupun tertawa. Aku tidak tahu mengapa ia melakukannya, tapi ia terlihat begitu indah ketika ia sedang tersenyum ataupun tertawa. Dan bahkan, kurasa aku sanggup menceritakan semua hal konyol yang terjadi dalam hidupku jika itu berarti aku bisa melihat senyum dan tawanya.

Aku terkekeh kecil ketika aku melihat Justin yang nampak begitu kesal karena sedari tadi Josh terus mengoceh. Aku tengah bermain kartu dengan Justin pagi ini dan Josh entah dari mana datang begitu saja menghampiriku dan Justin.

"Josh, jika kau tidak bisa menutup mulutmu, aku akan me-"

Belum sempat Justin menyelesaikan ucapannya, Josh memotongnya dengan berkata, "Menghajarku? Menciumku?"

Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku sambil menatap pertengkaran konyol yang kini tengah terjadi di hadapanku.

"Apa yang kau katakan?" Tanya Justin sambil menautkan kedua alisnya.

"Oh, ayolah, Justin. Kita berdua tahu jika kau pernah menciumku." Ucap Josh.

Aku tak bisa menahan tawaku ketika aku mendengar Josh mengatakan itu. Justin pernah mencium Josh? Oh, astaga. Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali, berusaha untuk membuang jauh-jauh bayangan tentang Justin yang tengah mencium Josh. Itu.. itu sangat menjijikan. Oh, astaga, Madison. Berhenti membayangkannya.

"Justin pernah menciummu?" Tanyaku dengan nada yang tidak percaya.

"Dengar, aku sangat mabuk saat itu dan lagipula, itu terjadi beberapa tahun yang lalu, okay?" Gumam Justin, berusaha untuk membela dirinya sendiri. "Dan aku hanya mencium pipinya! Oh, astaga. Aku bahkan tidak tahu apa yang kulakukan. Aku begitu mabuk saat itu."

"Itu hal yang paling menjijikan yang pernah terjadi di dalam hidupku," Ucap Josh.

Aku terkekeh begitu melihat ekspresi wajah Josh. Aku bisa merasakan kedua pipiku yang mulai merasa sakit karena kurasa aku tertawa cukup kencang. Tapi itu hal yang baik, kurasa. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku tertawa sekencang ini.

"Oh, astaga. Kalian membuatku tertawa begitu kencang." Aku memegangi kedua pipiku dengan telapak tanganku. "Kurasa aku harus pergi ke kamar mandi terlebih dahulu."

Aku berlalu begitu saja meninggalkan mereka menuju kamar mandi. Aku langsung masuk ke dalam dan mengunci pintunya. Aku memandang pantulan diriku sendiri pada cermin selama beberapa saat sebelum membasuh wajahku dengan air. Setelah selesai, aku membuka kembali pintunya dan melangkah keluar.

Langkahku terhenti ketika aku melihat sepasang kaki yang berdiri tepat di depanku. Dengan perlahan aku mengangkat kepalaku untuk melihat siapa yang menghalangi jalanku. Aku menghela napasku begitu aku mendapati Harold yang tengah berdiri di depanku.

"Kau menghalangi jalanku," Gumamku. Aku menggeser tubuhku ke samping, dan ia pun melakukan hal yang sama. "Apa yang kau inginkan dariku, Harold?"

Ia menyeringai sebelum menarik tubuhku dan mendorongnya sehingga punggungku menghantam tembok dengan cukup keras. "Apa yang kau lakukan pada Justin?" Tanyanya.

Aku mengernyitkan dahiku. "Apa maksudmu?" Tanyaku, karena aku sama sekali tidak mengerti ucapannya. "Apa kau mabuk?"

Tapi aku tidak mencium bau alkohol dari mulutnya. Aku mulai panik ketika ia semakin menghimpit tubuhku dengan tubuhnya yang jauh lebih besar dariku. Aku memalingkan wajahku ketika wajahnya hanya berjarak beberapa inci saja dari wajahku. Apa aku harus berteriak?

Robbers | Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang