0.7

4.8K 325 4
                                        

Madison's Point of View.

Aku terbangun dari tidurku karena tenggorokanku terasa tidak nyaman. Mungkin aku kehausan. Aku menoleh ke samping, ke arah jam yang kini menunjukkan jika saat ini sudah tengah malam. Aku menyibakkan selimut yang menutupi kakiku sebelum memutuskan untuk keluar dari dalam kamarku. Suasana di luar kamarku begitu sepi. Aku tak bisa mendengar apapun kecuali langkah kakiku sendiri. Mungkin mereka sudah tertidur. Aku menuruni anak tangga dengan perlahan dan hati-hati karena aku tak ingin membuat suara apapun yang mungkin bisa membangunkan mereka semua dari tidur mereka.

Aku langsung berjalan ke arah lemari pendingin setelah aku sampai di dapur. Aku mengeluarkan sebotol air mineral dingin dari dalam lemari pendingin dan menaruhnya di atas meja sementara tanganku yang lainnya meraih sebuah gelas kosong dan meletakkannya di depanku.

Aku menuangkan airnya dengan perlahan ke dalam gelas, sebelum meneguk airnya sehingga kini airnya hanya tersisa setengahnya.

"Hai,"

Mataku melirik pada seorang pria yang memasuki dapur. Ia memberiku sebuah senyuman sambil terus melangkah masuk ke dalam dapur. Ia memiliki rambut berwarna cokelat, sepasang mata berwarna abu-abu dan juga lesung pipi. Aku mengenalnya.

"Hai," Ucapku, sambil menatapnya yang tengah mengambil sebuah kaleng minuman soda dari dalam lemari pendingin.

Ia melangkahkan kakinya ke arahku. "Aku Tyler," Gumamnya, sambil menjulurkan tangannya ke depan, ke arahku.

Aku meraih tangannya. "Madison,"

Ia membuka minuman sodanya, lalu meneguknya. "Kurasa aku mengenali pakaianmu," Ucapnya, sambil menujuk kemeja yang ku pakai.

"Ini milik Justin,"

Ia menaruh minumannya di atas meja di sampingnya. "Apa kalian berkencan?"

"Apa?" Tanyaku, tidak mengerti atas ucapannya.

Ia mengangkat bahunya. "Ia tak pernah suka jika orang lain memakai barangnya,"

Aku menggelengkan kepalaku. "Aku tak membawa bajuku saat aku datang ke sini. Jadi, aku memutuskan untuk meminjam bajunya."

Telapak tanganku sedari tadi terus menggenggam botol mineral air dingin yang ku letakkan di atas meja, membiarkan rasa dinginnya menjalar ke sekujur tubuhku. Ia kembali meneguk minuman sodanya, dan diam untuk beberapa saat. Ia orang pertama di rumah ini, selain Justin, yang mengajakku berbicara. Ia sangat jauh berbeda dari Justin. Aku bahkan belum pernah melihat Justin tersenyum padaku selama aku bersamanya. Ia selalu nampak begitu serius. Mungkin jika ia bisa seperti Tyler, bersikap ramah, tersenyum dan berhenti menyeringai padaku setiap saat, aku akan lebih menyukainya. Justin selalu menunjukkan wajah seriusnya setiap saat dan itu membuatku merasa sedikit tidak nyaman.

"Bagaimana bisa kau bertemu dengan Justin?" Mendengar pertanyaan Tyler membuatku kembali tersadar dari lamunanku.

"Aku bertemu dengannya di klub,"

Ia menganggukkan kepalanya beberapa kali, sebelum kembali meraih kaleng sodanya. Ia meneguk semua air di dalam kaleng sodanya lalu meremas kalengnya dengan tangannya dan membuang kalengnya ke tempat sampah yang berada tak jauh darinya.

"Kau wanita pertama yang Justin bawa ke rumah ini,"

Aku tidak tahu apa yang harus ku katakan. Apa aku harus merasa tersanjung karena aku wanita pertama yang Justin bawa ke rumah ini? Dan selain itu juga, mungkin, aku orang pertama yang memakai barang-barang miliknya. "Benarkah?" Tanyaku.

Ia terkekeh. "Bagaimana bisa kau melakukannya?"

Aku tidak mengerti apa maksud dari ucapannya itu. "Apa?"

Robbers | Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang