Madison's Point of View.
Aku membaringkan tubuhku ke belakang, sementara mataku menatap langit-langit kamarku yang berwarna putih. Aku tidak tahu sampai kapan Justin akan mengurungku di sini. Aku bisa mati kebosanan jika ia terus mengurungku di dalam kamar seperti ini. Ini sudah memasuki hari ketiga, namun nampaknya Justin masih belum akan mengeluarkanku dari sini. Tidak ada banyak kegiatan yang bisa ku lakukan di sini. Aku menghabiskan sepanjang waktu untuk tidur karena apa lagi yang bisa ku lakukan di sini? Tidak ada.
Justin mengunci pintu kamarnya setiap saat, sepanjang waktu. Ia juga menutup jendelaku dengan kayu yang berbentuk tanda silang. Kini aku tak bisa menatap ke luar, ataupun membiarkan udara segar masuk ke dalam kamarku karena Justin sudah menutup jendelaku dengan kayu yang cukup besar sehingga aku tak akan pernah bisa membuka jendela kamarku lagi. Apa ia berpikir jika aku akan mencoba lari lagi darinya sehingga ia memutuskan untuk menutup jendelaku dengan batang kayu?
Aku mengangkat sedikit kepalaku begitu aku mendengar bunyi 'klik' pada pintu kamarku, yang menandakan jika seseorang berusaha membuka pintunya. Apa itu Justin? Ia hanya datang sesekali untuk memberikanku makanan ataupun pakaian bersih untuk ku pakai. Ia hanya akan mengucapkan sepatah atau dua patah kata padaku sebelum akhirnya ia beranjak keluar dan mengunci pintunya lagi. Aku tak pernah berani untuk membuka suaraku di depannya. Jadi, setiap kali ia datang memasuki kamarku, aku selalu diam.
Jantungku berdegup kencang ketika pintunya semakin terbuka lebar secara perlahan. Aku merubah posisiku menjadi duduk, untuk memudahkanku melihat ke arah pintu kamarku.
"Hai," Ucapnya. Ia bukan Justin. "Aku membawakan makanan untukmu."
Aku menautkan kedua alisku sambil terus menatapnya yang tengah menutup pintu kamarku dengan hati-hati karena ia membawa sebuah nampan yang terdapat sebuah piring yang berisi makanan dan juga segelas air putih.
"Terima kasih," Gumamku, ketika ia menyimpan nampannya di atas laciku.
"Aku Josh," Ucapnya, memperkenalkan dirinya.
"Madison,"
Ia duduk di tepian ranjangku, tepat di depanku. "Justin yang menyuruhku untuk memberikan itu padamu." Ucapnya, sambil menunjuk ke arah nampannya.
Mengapa Justin tidak membawakannya sendiri ke kamarku? Bukankah ia selalu melakukannya? Sekarang ia menyuruh orang lain untuk membawakan makanan untukku.
"Aku tahu," Aku menatapnya, lalu tersenyum. "Terima kasih."
Kurasa Josh yang paling tua di antara Justin, Tyler dan Harold. Jika aku boleh menebak, mungkin ia berusia dua puluh tujuh tahun. Kurasa ia juga yang paling dewasa di antara mereka semua. "Aku akan kembali ke luar," Ucapnya, memecahkan keheningan yang menyelimuti kami selama beberapa saat.
"Tunggu," Aku menahan lengannya ketika ia hendak beranjak. Ia menatap tanganku yang berada di lengannya selama beberapa saat sebelum ia kembali duduk di tempatnya semula. "Apa aku boleh meminta bantuanmu?"
Ia terdiam sejenak. "Bantuan apa?"
Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan agar Justin bisa berhenti mengurungku seperti ini. Aku sudah mulai putus asa, dan kurasa satu-satunya jalan keluar agar aku bisa terbebas dari semua ini adalah dengan meminta bantuan dari salah satu temannya. Kurasa Josh adalah orang yang tepat. "Apa kau bisa berbicara pada Justin untuk berhenti mengurungku?"
Ia nampak terkejut dengan ucapanku. "Aku tidak tahu apa aku bisa melakukannya," Gumamnya. "Maksudku, Justin sangat keras kepala dan kau membuatnya sangat marah saat kau berusaha kabur dari rumah ini. Aku tidak-"
Aku menyela ucapannya. "Aku tahu. Aku tidak seharusnya lari darinya." Aku menghela napas panjang. "Kumohon. Bisakah kau berbicara padanya? Mungkin ia akan mendengarkan ucapanmu. Aku berjanji jika aku tidak akan mencoba untuk kabur lagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Robbers | Justin Bieber
FanfictionKehidupan Madison berubah ketika ayahnya menjualnya. Ia menghadapi banyak hal sampai akhirnya ia bertemu dengan Justin dan masuk ke dalam kehidupan Justin yang gelap.